Walikota Medan Nonaktif Dituntut 7 Tahun, PH: Tidak Tepat, Cenderung Asumsi Karena tak Ada Bukti

Sebarkan:
Juniaidi Matondang (kiri pakai kacamata), ketua tim PH terdakwa T Dzulmi Eldin.
MEDAN | Walikota Medan nonaktif T Dzulmi Eldin dalam sidang lanjutan secara teleconference, Kamis (14/5/2020) di ruang sidang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan dituntut tim JPU pada KPK pidana 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider (bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana) 6 bulan kurungan.

Selain itu, penuntut umum KPK juga meminta majelis hakim memberi hukuman tambahan kepada walikota periode 2015-2021 tersebut berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.

Dari fakta-fakta terungkap di persidangan berikut petunjuk seperti rekaman percakapan via ponsel, pesan dan gambar WhatsApp (WA) dakwaan primair, pidana Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, telah memenuhi unsur.

Yakni secara tanpa hak atas jabatan yang diembannya sebagai Walikota Medan bersama-sama dengan Samsul Fitri (terdakwa pada berkas terpisah) selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Protokol Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Medan menerima suap Rp2,1 miliar dari para kepala dinas (kadis) atau kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di jajaran Pemko Medan.

Di antaranya untuk keperluan terdakwa ketika melakukan kunjungan ke Tarakan, Kalimantan Timur dan kerjasama Kota Kembar (Sister City) ke Kota Ichikawa Jepang. Terdakwa seyogianya tidak perlu meminta uang kepada para kadis atai kepala OPD melalui Samsul Fitri. Melainkan menggunakan dana sebagaimana dianggarkan pada APBD Kota Medan.

Setelah mendengarkan amar tuntutan, hakim ketua melanjutkan persidangan 2 pekan mendatang dengan agenda mendengarkan nota pembelaan (pledoi) dari tim penasihat hukum (PH) maupun terdakwa T Dzulmi Eldin.

Asumsi

T Dzulmi Eldin (kanan bawah pada sidang teleconference dari Lapas Tanjung Gusta Medan), terdakwa penerima suap melalui Samsul Fitri.
Sementara itu tim PH terdakwa dimotori Junaidi Matondang usai persidangan menyebutkan, materi tuntutan penuntut umum pada KPK tidak tepat dan cenderung berasumsi.

Sebab dari fakta di persidangan, tidak ada bukti apakah berupa surat klien mereka menerima uang yang katanya melalui Samsul Fitri.

"Bahkan di persidangan tidak sari pun orang menyaksikan kalau uang yang katanya dikutip melalui Samsul Fitri atau melalui bawahnnya bernama Andika dan Aidil kalau uang itu diberikan kepada walikota ketika itu. Dalil yang disampaikan penuntut umum tadi cenderung asumsi. Bukan berdasarkan fakta hukum terungkap di persidangan," urainya.

Sebaliknya fakta yang terungkap di persidangan adalah T Dzulmi Eldin tidak mengetahui sepak terjang Samsul Fitri meminta-minta uang kepada para kadis atau kepala OPD.

"Lebih jelasnya nanti kami uraikan pada penyampaian pledoi," pungkasnya. (RBS)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini