![]() |
| Salah satu wastafel yang sedang dikerjakan di sebuah sekolah negeri Kota Tebingtinggi. |
Pembuatan wastafel yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 2 milyar dan berdalih penanganan Covid-19 itu dianggap pemborosan serta menghamburkan uang negara. Proyek wastafel di Dinas Pendidikan tersebut juga berpotensi terjadi Mark-Up anggaran.
Sejumlah pihak mengatakan, anggaran sebesar itu sebaiknya dibuat untuk pemberian bantuan sosial (Bansos) berupa uang tunai atau sembako kepada warga yang ekonomi terdampak Covid-19, daripada membuat wastafel di sekolah-sekolah.
Banyak bansos juga belum tepat sasaran dalam menyentuh warga. Masih banyak warga yang ekonominya lemah belum mendapat bantuan apapun dari pemerintah.
Dalam hal ini, Ketua Aliansi Masyarakat Kota Tebingtinggi (AMKTT) Dian Adhi Pradana Isa turut angkat bicara. Ia mempertanyakan pernyataan Wali Kota Tebingtinggi yang memamerkan wastafel di setiap sekolah.
"Dengan adanya wastafel itu, apakah menjadi jaminan anak-anak didik itu selamat dari Corona? Sementara Pemko Tebingtinggi melalui Dinas Pendidikan belum memastikan kapan anak didik masuk sekolah," ujarnya ketika dikonfirmasi, Kamis (28/5/2020).
Terkait wacana penerapan physical distancing terhadap anak didik dan masuk sekolah Bulan Juli, Dian mempertanyakan hal itu.
"Dengan kapasitas ruang kelas dan jumlah anak didik, gimana dibuat physical distancing yang seharusnya berjarak 1,5 sampai 2 meter. Menteri Pendidikan saja masih menunggu arahan gugus tugas dan membahas tentang bagaimana penerapan Physical distancing dan mekanismenya, Wali Kota Tebingtinggi kok sudah berani menyebutkan awal Bulan Juli masuk sekolah? Wali Kota seharusnya jangan mendahulukan pemerintah pusat," ungkapnya.
Kemudian, terkait dugaan Mark-Up anggaran terhadap wastafel yang informasinya mencapai harga diatas 3 juta per unit nya, Dian membandingkan dengan wastafel di hotel-hotel mewah.
"Mungkin wastafel di hotel mewah itu kalah dengan wastafel ini. Kita punya data bahwa hanya sebagian aja wastafelnya bermerek, yang lainnya malah ada yang gak bermerek. Dan ada yang belum terealisasi pembangunannya. Malahan ada yang sudah runtuh. Saya taksir harganya tidak seperti yang dianggarkan itu, paling hanya dibawah 2 juta," katanya.
Dian juga mempertanyakan urgensi pembangunan wastafel di sekolah-sekolah itu.
"Lalu, urgensinya wastafel ini apa? Kalau orang masih berkerumun di sekolah. Ada wacana semua guru di rapid test, itu sama saja kalau usai rapid test dia kumpul lagi sama orang, ya kena juga," tegasnya.
"Jadi, intinya warga Tebingtinggi ini butuh makan, bukan butuh wastafel," ucap Dian.
Sebelumnya, ketika dikonfirmasi ke Kepala Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi Pardamean Siregar melalui Sekretaris Dinas Amris mengatakan, pembangunan wastafel sebenarnya sudah lama direncanakan dalam rangka pembiasaan hidup sehat.
"Namun program ini baru dilaksanakan. Permendiknas nomor 24 Tahun 2007 sebenarnya sudah mensyaratkan tempat cuci tangan itu 1 perkelas. Selama ini belum dapat dipenuhi," ujarnya saat dikonfirmasi via WhatsApp.
Ketika dipertanyakan alasan pada saat pandemi Covid-19 baru dikerjakan, Amrin mengaku anggaran tersebut bersumber dari Dana Insentif Daerah (DID) yang akan tetap dikerjakan walaupun tidak ada musibah Covid-19.
"Anggaran itu adalah dari DID yg dianggarkan untuk wastafel. Ada tidak ada Covid-19, Dinas Pendidikan berkewajiban melengkapi sarananya. Kebetulan ada DID maka diprogramkan," ungkapnya.
Terkait posisi wastafel tidak sesuai Permendiknas yang seharusnya berada di setiap kelas namun kenyataannya diluar, Amris mengaku saluran air tidak bisa dimasukkan ke kelas.
"Ini dirancang oleh konsultan. Kenapa diluar ruang kelas, karena saluran air tidak bisa dimasukkan ke kelas. Kemudian wastafel tidak cukup setiap kelas, siswa kita banyak," ucapnya.
Kemudian, saat dipertanyakan dugaan Mark-Up dan Juknis serta Rencana Anggaran Biaya (RAB) pekerjaan tersebut, Amris tidak menjawabnya.
"Itu ada sama PPTK dan Konsultan pak. Makasih," singkatnya. (Red)

