Selain Sarat KKN, Pasar Pattimura Tebingtinggi Diduga Menyalahi Tata Bangunan

Sebarkan:
TEBINGTINGGI - Selain dugaan sarat KKN, revitalisasi Pasar Pattimura Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara diduga menyalahi tata bangunan pembangunan kios pasar.

Pasalnya, diatas atap salah satu kios Pasar Pattimura, melekat bangunan yang disambung dari bangunan induk. Salah seorang pedagang diduga keras menguasai 9 pintu kios dari nomor pintu 9 sampai dengan nomor pintu 20.

Demikian diutarakan Ratama Saragih selaku Wali Kota DPD LSM LIRA Tebingtinggi saat berbincang dengan Metro Online, Jumat (20/12/2019) pagi.

Ratama menduga bahwa pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Tebingtinggi memberi perlakuan khusus kepada salah seorang pedagang yang dengan bebas menempelkan bangunan diatas atap kios Pasar Pattimura tersebut tanpa melihat aturan umum yang ada.

"Ini tampak kelihatan jelas dari sisi samping Pasar Pattimura. Sangat disayangkan penjelasan Kadisperindag Kota Tebingtinggi yang tidak akurat dan otentik, serta keterbukaan informasi publik yang sengaja ditutupi," ujarnya.

Alasannya, kata Ratama, jika memang benar penjelasan Kadisperindag, maka haruslah didukung data yang lengkap daftar nama pengguna kios pasar pattimura lengkap dengan identitas diri dan nomor peserta pembayaran retribusi pasar.

"Karena data tersebut bukanlah Rahasia Negara yang dikategorikan Data Dikecualikan," katanya.

Selanjutnya, tambah Wali kota Non APBD ini, dalam bantahan Kadisperindag Tebingtinggi tidak lengkap informasi layanan publiknya.

"Disebutkan Kadis bahwa pedagang hanya dikenakan Retribusi sesuai Perda Tebingtinggi Nomor 1 Tahun 2018 tentang Retribusi tanpa menyebutkan besarnya Retribusi yang dipungut," ucap Ratama.

Padahal yang sebenarnya, lanjut Ratama, adalah merujuk kepada lampiran IV Perda Tebingtinggi Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah, tanggal 6 Mei 2011 angka I.1.a.objek retribusi dengan cara menggunakan, kios dan stand pasar daerah retribusi pemakaian bangunan tarif retribusinya sebesar Rp.28.000/bulan, Retribusi kebersihan sebesar Rp.5.000/bulan, Retribusi Jaga Malam sebesar Rp.2.000/bulan, maka total nya sebesar Rp.35.000/bulan.

"Maka Perda Tebingtinggi Nomor 1 Tahun 2018 tidak serta merta merubah tarif retribusi Pasar, hanya beberapa pasal yang mengalami perubahan yang signifikan," jelasnya.

Jika merujuk kepada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan Publik, maka Kadisperindag adalah penanggungjawab penyedia layanan publik dan masyarakat adalah penerima manfaat layanan publik yang berhak sepenuhnya atas informasi publik yang tidak dikecualikan sebagaimana dijelaskan pasal 3 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan publik sehingga jelas perbedaan hak masyarakat memperoleh informasi publik dan tanggung jawab, kewajiban penyedia dan penyelenggara layanan publik.

"Ini tidak dilakukan Kadis, totalitas sebagai rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan publik dalam arti kata sejak direvitalisasinya Pasar Pattimura seharusnya Disperindag mempublikasikan kepada masyarakat melalui media cetak, brosur, dan media online akan adanya Revitalisasi Pasar Pattimura serta aturan bagi masyarakat pengguna kios Pattimura lengkap dengan tarif retribusinya," imbuhnya.

Menurut Ratama, jika ada pedagang lama otomatis menjadi pengguna kios setelah direvitalisasi, harus juga diumumkan ke media, sehingga memberi kesempatan bagi Masyarakat yang ingin mengajukan keberatan.

"Faktanya sekarang, masyarakat tidak mengetahui siapa saja pengguna kios baru dengan identitas yang jelas dan sudah melalui verifikasi yang validitasnya teruji, maka inilah yang disebut Maladministrasi sebagai pintu masuknya KKN," tuturnya.

Lebih lanjut, Ratama menjelaskan, masyarakat juga berhak mengawasi jalannya proses pembagian kios Pasar Pattimura sebagai bagian dari Undang-undang layanan publik itu sendiri.

Sebab, tidak mustahil pedagang mengetahui persis besarnya tarif-tarif retribusi pasar dikarenakan kurangnya layanan informasi publik yang seharusnya sebagai tanggungjawab dan kewajiban Disperindag sebagai penyedia layanan publik.

"Faktanya jika ditanya ke pedagang Pasar Pattimura tarif retribusi yang dipungut kepada mereka semuanya sangat bervariatif, ini menandakan belum terlaksanya layanan informasi publik yang benar, sehingga mengakibatkan Maladministrasi sebagai pintunya KKN," ujarnya.

Maka, sambung Ratama, sangat tepat jika Ombudsman RI mengganjar Pemko Tebingtinggi dengan predikat sedang (Zona Kuning) atas Pelayanan Publik.

"Jika kondisi ini tidak ditertibkan maka dapat dipastikan Pemko Tebingtinggi terdegradasi ke peringkat rendah (Zona Merah) yang ekivalen terhadap ketidakpatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku," pungkasnya. (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini