Kegiatan Lembaga Perlindungan Anak Deliserdang (LPA) Deliserdang |
LUBUKPAKAM | Keberlangsungan
masa depan anak Indonesia saat ini kian terancam. Selain berbagai jenis narkoba
yang kita dengar, kini ada lagi yang namanya NARKOLEMA. Yaitu akronim dari
Narkoba Lewat Mata, berupa Smartphone yang hari-hari ini semakin mengerikan dampaknya,
bahkan melebihi bahaya dari sabu-sabu, ganja dan zat adiktif lainnya. Untuk
itu, peran para orangtua sangat dibutuhkan guna memperhatikan anak masing-masing.
Hal itu diutarakan Lembaga Perlindungan Anak Deliserdang
(LPA) Deliserdang, Junaidi Malik, Selasa (30/07/2019). Dalam rilis persnya
menyebutkan, saat ini sudah ribuan anak di seluruh Deliserdang khususnya dan di
seantero Nusantara pada umumnya dewasa ini menjadi korban dari penyalahgunaan
smartphone.
Beberapa hari terakhir terkuak fakta, ada puluhan anak yang
menjadi korban dari Narkolema tersebut. “Orangtua diimbau untuk Aktifkan
Parental Control (bimbingan orang tua) Cegah Child Grooming (perawatan anak) di
Medsos,” katanya.
Kejahatan terhadap anak di bawah umur, tambahnya, kini
semakin berkembang. Para predator anak tidak hanya mengincar korban melalui
pertemanan di dunia nyata, namun melalui media sosial hingga game online.
Seperti yang terungkap baru-baru ini, pelaku child
grooming ditangkap karena melakukan aksinya melalui aplikasi game online
'Hago'. Untuk diketahui game Hago bisa diakses oleh semua kalangan anak hingga
dewasa, sehingga para orang tua diimbau untuk berperan penting dalam mencegah
agar anak tidak menjadi korban kejahatan di dunia maya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Deliserdang
Junaidi Malik juga mengatakan, ada beberapa cara pencegahan yang bisa dilakukan
oleh orang tua, salah satunya dengan mengaktifkan fitur parental control di
berbagai aplikasi media sosial.
"Lakukan parental control, yakni pengaktifan fitur
pembatasan dalam aplikasi media sosial atau dalam fasilitas internet yang telah
disiapkan jasa layanan internet (ISP)," kata Junaidi dalam keterangannya
kepada Metro-Online.co.
Orang tua punya peran penting dalam upaya mencegah anak
sebagai korban maupun pelaku kejahatan via media sosial. Untuk itu, orang tua
diimbau untuk secara aktif mengarahkan atau membimbing anaknya yang belum cukup
umur dalam mengakses internet.
"Tidak membiarkan anak melakukan aktifitas di
internet sendirian, terutama anak di bawah umur 15 tahun, termasuk juga usia
sampai 18 tahun (usia anak)," imbuhnya.
Tidak hanya orang tua, guru di sekolah juga agar
memberikan perhatian serupa. Seyogyanya para guru juga memberikan pengertian
mengenai internet, sehingga anak-anak lebih waspada dalam mengakses media
sosial.
"Sebagai orangtua, tenaga pendidik di sekolah atau
di semua tempat, agar beri masukan dan bimbingan kepada anak, bahwa di dalam
dunia internet dikenal anonim. Sehingga perlu terlebih dulu untuk memeriksa
kebenaran suatu konten," jelasnya.
Ditambahkannya, banyak anak di Deliserdang menjadi Korban
Kejahatan Seksual akibat berkenalan di Facebook, dan bahkan meninggal dunia
akibat depresi setelah mengalami kekerasan seksual dari orang yang baru
dikenalnya di media sosial.
Terakhir, apabila melihat anak sudah terancam atau
terindikasi menjadi korban kejahatan seksual di internet, jangan ragu untuk
melapor ke polisi. Hal ini agar pelaku bisa segera ditindak lanjuti untuk
mencegah lebih banyak korban.
"Laporkan kepada pihak yang berwenang apabila anak
merasa terancam atau tidak nyaman dalam penggunaan internet dan usahakan bahwa
internet bagi anak adalah untuk dunia edukasi positif sesuai usia anak,"
tandasnya.
Seperti kemarin Polisi baru saja menangkap tersangka AAP
alias Pras (27) di Jakarta karena melakukan child grooming kepada anak-anak
pengguna aplikasi Hago. Tersangka mengarahkan korban untuk membuka pakaian
hingga melakukan adegan seksual dan direkam oleh tersangka.
Melindungi Anak Berarti Menyelamatkan Masa Depan, Karena
merekalah masa depan kita.
Apa Itu Hago dan Child Grooming?
Hago sendiri adalah sejenis game yang bisa diakses tidak
hanya oleh anak, tetapi juga dewasa. Jadi, sudah bisa dibayangkan bahaya
mengerikan yang mengintai anak-anak kita di dunia maya.
Mau tahu seberapa bahaya? Bahaya karena aplikasi game
online bernama ‘Hago’ memungkinkan para pemainnya dapat saling bertukar nomor
telepon seluler mereka. Kesempatan inilah yang digunakan pelaku untuk
mengantongi nomor-nomor calon korbannya, dan nantinya untuk dihubungi, lalu
lanjut berkomunikasi via video call. Pada saat video call tersebutlah pelaku
mengajak korbannya untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada tindakan
asusila!
Seramnya bahaya yang mengintai anak-anak kita karena aksi
bejat dari pelaku child grooming sangat tidak terbayangkan oleh kita, demikian
penjelasan Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Iwan
Kurniawan, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin (29/7/2019).
"Kemudian pelaku coba untuk ngajak korban untuk
melakukan seks menggunakan WhatsApp Call. Yang dilakukan pelaku sempat
memberitahu atau mengajak korban untuk sampai buka pakaian, tunjukkan kemaluan,
dan juga ngajak korban masturbasi," imbuh Iwan.
Bejat dan keji, karena pelaku juga merekam semuanya!
Rekaman tersebut kemudian digunakan pelaku untuk memeras korban kembali
melakukan perbuatan yang sama. Bahkan dalam beberapa kasus rekaman tersebut
disebarkan melalui grup WhatsApp (WA) internal mereka.
Benar, kita tidak mungkin mengelak dari perkembangan
zaman. Dimana di dalam kehidupan sehari-hari dunia maya semakin menjadi bagian
dalam kehidupan dunia nyata. Demikian juga dengan anak-anak kita yang semakin
dituntut dalam aktivitas sekolahnya melibatkan internet untuk menuntaskan tugas
sekolahnya.
Dunia maya pun kini bagi anak-anak dijadikan dunia nyata
untuk mengisi kekosongan atau sekedar bermain game online. Refreshing, begitu
anak-anak zaman sekarang membela diri. Tetapi, seperti juga dunia nyata, dunia
maya juga tidak luput dari kejahatan. Lebih seram bahkan kalau menurut pendapat
penulis. Tragisnya, orangtua banyak yang lalai mengenai ini.
Yup,kini para predator anak tidak hanya mengincar korban
di dunia nyata, tetapi juga melalui media sosial hingga game online. Betapa
mengerikannya bahaya yang mengintai sementara sebagian orangtua berpikir dengan
asumsinya masing-masing bahwa sang anak terlihat aman dan nyaman karena sibuk
bermain game. “It looks nice and safe” kira-kira begitu mungkin yang ada
dipikiran sekilas orangtua sang anak.
Tetapi, ternyata anda salah!
Kesibukan yang membutakan anda bisa menjadi boomerang.
Percayalah, sekarang ini, justru semua yang terlihat baik-baik saja harus lebih
dikhawatirkan, karena bukan tidak mungkin menjadi bom waktu. Sebagai orangtua
dihimbau mampu membaca kondisi anak agar bisa mencegah kemungkinan anak menjadi
korban kejahatan di dunia maya. Kejahatan dunia maya itu justru lebih
mengerikan karena tidak dibatasi ruang dan waktu, sehingga semua menjadi sangat
mungkin terjadi.
Bagaimana pencegahannya? Beberapa masukan yang mungkin
bisa dijadikan pertimbangan sebagai bentuk parental control atau pencegahan
adalah:
Pertama, mengaktifkan fitur parental control, yaitu
pengaktifan fitur pembatasan dalam aplikasi media sosial.
Kedua, aktif mengarahkan atau membimbing anaknya yang
belum cukup umur dalam mengakses internet.
Ketiga, tidak membiarkan anak melakukan aktifitas di
internet sendirian, terutama anak di bawah umur 15 tahun, bahkan juga usia
sampai 17 tahun (masih usia anak).
Keempat, mengajak peran serta pendidik memberikan
pengertian mengenai internet dan bahaya yang mengintai.
Kelima, jangan menutupi kejahatan jika melihat indikasi
adanya kejahatan.
Saran penulis, jangan pernah menggantikan waktu dan peran
pengasuhan kita kepada game atau permainan online. Miris karena semakin sering
didapati orangtua yang membiarkan anak mengisi waktunya di dunia maya tanpa
pendampingan dan pengarahan yang tepat. Padahal, bagaimanapun peran orangtua
tidak bisa digantikan, karena ada interaksi dan nilai didalamnya. Jangan jadi
konyol membiarkan kemajuan tekhnologi justru menggeser posisi kita sebagai
orangtua.(wan/red)