![]() |
| Sebelumnya, JR Saragih juga didemo guru honorer. Inzet: Gito M Pardede, pengurus GMKI |
"Kita melihat kebijakan pemberhentian sementara jabatan fungsional guru yang belum berijasah S1 sebagaimana termuat dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 188.45/5929/25.3/2019 Tentang Pemberhentian Sementara Dalam Jabatan Fungsional Guru Yang Belum Memiliki Ijazah S1 di Lingkungan Pemkab Simalungun. Ada beberapa hal yang agak ganjil dan perlu kami pertanyakan" ungkap Gito M Pardede, Pengurus Pusat GMKI Koordinator Wilayah Sumut-NAD 2018/2020.
Dalam SK tersebut Bupati JR Saragih memberhentikan sementara 992 guru yang masih memiliki gelar DII dan SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Pemkab juga memberikan batas untuk meraih gelar S1 sampai November 2019.
"Poin yang paling kami disoroti adalah Pemkab mengharuskan guru yang belum S1 untuk berkuliah di Universitas Efarina yang notabene milik JR. Saragih, dan tidak mengakui ijasah dari luar. Ada apa dengan ijasah dari luar? Kami melihat ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan jabatan sangat terasa dalam pembuatan kebijakan ini."
"Jika tujuan kebijakan ini adalah untuk peningkatan kualitas guru tentu harus berdasarkan kajian yang komprehensif mengenai guru yang ada di Simalungun. Sehingga tidak perlu ada guru yang dikorbankan hanya karena ijasah," kata Gito.
Berdasarkan informasi dari salah seorang guru SD di Simalungun mengungkapkan bahwa ada pertemuan minggu lalu, 992 guru dipertemukan di Kantor Pemkab Simalungun. Anehnya Pemkab Simalungun mengharuskan 992 PNS Guru untuk melanjutkan Sarjana S1 di Universitas Efarina (Unefa), Kecamatan Pematangraya, Kabupaten Simalungun.
"Rentetan informasi ini memperkuat dugaan terjadinya penyalahgunaanwewenang dan jabatan oleh JR. Saragih maupun Pemkab Simalungun. Jika ini benar maka perlu saya ingatkan, GMKI akan terus mengawal bahkan melaporkan hal ini kepada Mendagri maupun Ombudsman, bahkan KPK RI atas dugaan abuse of power," tutup Gito.
>> Bupati Simalungun Konsultasi ke Kemendikbud RI
Bupati Simalungun Dr JR Saragih SH, MM didampingi Kepala Dinas Pendidikan Elfiani Sitepu, S.Pd, M.Pd dan Kepala BKPPD Jamesrin Saragih S.Pd, M.Si menemui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Muhajir Effendy, M.A.P di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Kunjungan ini dalam rangka konsultasi mengenai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Disebutkan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 pada pasal 82 dinyatakan guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik, wajib memenuhinya paling lama 10 tahun sejak undang-undang ini berlaku, atau akhir tahun 2015.
Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru, pada pasal 63 disebutkan guru yang tidak memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik dalam jangka waktu 10 tahun, setelah yang bersangkutan diberi hak memenuhinya, kehilangan hak untuk mendapat tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat lainnya.
Selanjutnya, selain dasar hukum tersebut, bahwa dalam pemeriksaan BPK RI atas penyaluran tunjangan sertifikasi guru tahun 2018, ditemukan masih ada guru yang belum sarjana menerimanya, sehingga hal tersebut dianggap sebagai pemborosan, sebelum guru yang bersangkutan memenuhi syarat kualifikasi sarjana.
Hal tersebut yang mendasari Pemkab Simalungun menerbitkan surat pemberhentian guru- guru dari jabatan fungsional guru (SD dan SMP) di Kabupaten Simalungun.
Adapun kesimpulan dari pertemuan dengan Mendikbud tersebut bahwa tindakan yang diambil oleh Pemkab Simalungun sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Dinas Pendidikan Simalungun Elfiani Sitepu, S.Pd, M.Pd mengatakan bagi guru yang sudah mengikuti perkuliahan atau sudah lulus sarjana di dalam zonasi wilayah yang sudah diatur, tetapi belum dicantumkan pada SK pangkat serta gelar sarjana diluar zonasi wilayah yang digariskan aturan jarak perkuliahan, diminta untuk segera mengurus ijin belajar dan disarankan kuliah di dalam daerah zonasi wilayah yang diperbolehkan.
Ditambahkannya, bahwa guru dapat mengikuti pendidikan lanjutan di universitas mana saja sesuai dengan zonasi wilayah dan tidak ada pengarahan pada universitas tertentu.
"Tidak ada pengarahan pada satu universitas tertentu. Guru bebas kuliah di perguruan tinggi mana saja asal sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan," ujarnya.(js/rel)


