Dampak dari Permen KP No. 71 Tahun 2016
BELAWAN -
Dampak dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 71 Tahun
2016 tentang larangan alat tangkap, ribuan nelayan di Gabion dan pinggiran
Sungai Deli, Belawan, tak melaut.
Akibatnya, pasokan
ikan yang akan didistribusikan ke Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB),
Gabion, Belawan, menurun. Menyebabkan, harga ikan mahal di pasaran.
Sekeretaris
Alinasi Masyarakat Nelayan Sumatera Utara, Alfian MY, Senin (15/10),
mengatakan, permasalahan yang timbul di kalangan nelayan, adalah aturan menteri
tentang larangan alat tangkap. Sehingga, ribuan nelayan di Belawam yang umumnya
menggunakan tangkap hela tidak diperbolehkan melaut.
Larangan tegas
untuk alat tangkap hela dengan jenis trawl, tarik dua, layang, cerut dan langge
serta alat tangkap lainnya. Telah merugikan ribuan nelayan tak bisa mencari
nafkah dan menutup lapangan pekerjaan.
"Lihatlah,
dampak dari larangan itu, sejak September kemarin, ada 70 persen dari 2500
kapal di Gabion tak melaut, ini sangat merugikan nelayan. Berapa banyak yang
menganggur dari segi pekerja di gudang, pabrik es dan para ABK yang
dirumahkan," beber Alfian.
Dijelaskan aktivis
nelayan ini, selain merugikan lapangan pekerjaan, menurunnya pasokan ikan di
Gabion, Belawan, yang mengakibatkan harga ikan mahal. Misalnya, harga ikan
Tongkol kini seharga Rp 25 perkilo dari harga biasa Rp 15 ribu perkilo, selain
itu ikan Gembung kini seharga Rp 40 perkilo dari harga biasa Rp 25 ribu
perkilo.
"Dampak ini
sudah jelas, bukan hanya nelayan saja yang dirugikan. Tapi, harga ikan pun
mahal, pasti masyarakat umum juga rugikan. Kita minta, agar masalah ini segera
dibahas oleh pemerintah dam penegak hukum, agar memberikan solusi dari
peraturan menteri itu," pinta Alfian.
Pria asil warga
Belawan ini, berharap agar diberikan toleransi dari pemerintah dan penegak
hukum, untuk memperbolehkan kapal dengan kapasitas diatas 10 GT diperbolehkan
melaut sebelum dikeluarkannya pengganti alat tangkap. Dengan menetapkan zona
tangkap diatas 12 mil.
"Kami siap
ikut aturan, tapi, pengganti alat tangkap belum ditetapkan, menunggu itu,
harusnya nelayan diperbolehkan dulu melaut. Nelayan siap melaut dengan zona di
atas 12 mil, biar tidak timbul konflik dengan nelayan kecil. Semoga ini bisa
jadi solusi sementara, agar masalah ini tidak berkelanjutan," harap
Alfian.
Sebelumnya,
Direktur Ditpolair Polda Sumut, Kombes Yosi Muhamartha mengatakan, pihaknya
tidak mentolerir kapal nelayan yang melaut menggunakan alat tangkap terlarang,
karena pelarangan itu diatur dalam Permen KP No 71 Tahun 2016.
"Kalau alat
tangkap itu beroperasi bertentangan dengan dengan peraturan menteri, tetap kita
tindak. Kita tahu, banyak nelayan tak melaut, karena belum dikeluarkannya
pengganti alat tangkap. Untuk itu, kita tunggu aja kewenangan dari pemerintah,
bagi saya, kalau dilarang, kita tindak," sebut Yosi. (mu-1)

