Kuasa Hukum Yakin Keluarga Mantan Gubsu Ini Dikriminalisasi

Sebarkan:
Ranto Sibarani (Kemeja putih)  dan rekan
Sidang keenam Akbar Siregar dan Faisal Pohan kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi. Kuasa hukum menuding, persidangan ini semakin menunjukkan bahwa kedua keturunan mantan Gubsu, Marahalim Harahap tersebut sengaja dikriminalisasi dalam perjanjian jual beli tanah seluas lebih kurang 2.250 meter persegi yang terletak di depan TVRI Medan.

Saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Guntur Pasaribu (62 tahun) tidak bisa membantah bahwa saksilah yang mengarahkan poin-poin perjanjian sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kesepakatan Tentang Jual Beli Tanah nomor 01 tertanggal 15 Agustus 017 di notaris Dian  Hendrina Rismauli Sitompul, SH. 

Dari situ, tidak satupun perjanjian tersebut menyebutkan bahwa tanah tersebut akan dilunasi setelah sertifikat diserahkan kepada Suhendra. Namun kemudian Suhendra melaporkan Akbar dan Faisal atas dugaan penipuan dan penggelapan, dengan dalih mereka tidak dapat menunjukkan sertifikat tanah dimaksud.

"Bagaimana mungkin Faisal dan Akbar melakukan penipuan dan penggelapan atas uang muka Rp. 1 miliar yang diserahkan oleh Suhendra. Padahal penyerahan uang muka tersebut dituangkan dalam surat perjanjian. Di dalam  perjanjian tersebut jelas disebutkan bahwa Suhendra yang seharusnya melunasi pembelian tanah tersebut sebesar Rp44 miliar, barulah kemudian proses jual beli dilakukan dan sertifikat diberikan," jelas Ranto Sibarani, SH yang merupakan kuasa hukum Akbar dan Faisal.

Dalam persidangan yang dilaksanakan hari ini 25 Juli 2018, sangat jelas disampaikan oleh saksi Guntur Pasaribu bahwa saksilah yang menawarkan tanah tersebut kepada Suhendra dan mengetahui bahwa sertifikat tanah dimaksud sedang tidak dikuasai oleh Akbar dan Faisal.

 "Namun mengapa kemudian klien saya dilaporkan atas penipuan karena tidak menyerahkan sertifikat? Apakah mungkin orang menipu dan menggelapkan sesuatu dengan cara membuatnya dalam suatu perjanjian? Jika Suhendra sanggup membayar lunas tanah tersebut senilai 45 Miliar, maka sertifikat pasti akan diserahkan, dan baru kemudian dilanjutkan proses jual beli seperti menandatangani Akta Jual Beli dan proses balik nama dilakukan, namun Suhendra tidak pernah melunasi tersebut, malah mengkriminalkan klien kami dengan tuduhan yang mengada-ada yaitu melakukan penipuan penggelapan," heran Ranto.

"Kami menduga ada skenario besar yang dibuat untuk menjebak klien kami, padahal seharusnya penegak hukum menjadikan perjanjian yang mereka buat sebagai undang-undang dalam memeriksa perkara ini, tidak langsung melakukan penahanan terhadap klien kami dan bahkan melanjutkan perkara ini ke pengadilan, lucunya lagi, pihak yang tidak sanggup melunasi tanah tersebutlah yang melaporkan klien kami, padahal di perjanjian tersebut jelas diatur pada pasal 2 bahwa uang muka tersebut dianggap hangus jika pihak Suhendra tidak melunasinya dalam 7 hari kerja setelah eksekusi tanah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Medan," sambungnya.

Saksi Guntur Pasaribu mengaku mengenal Darwin Zainuddin dan Jimmy Sukanto ketika dicecar pertanyaan oleh Penasehat Hukum. "Darwinlah yang kemudian membuat somasi kepada Suhendra dengan dalih masih terikat jual beli tanah tersebut dengan klien kami, padahal klien kami sudah membayar panjar dan uang Darwin berikut bunga dan sesuai dengan permintaan Darwin sendiri sekitar 4,2 Miliar, lantas kenapa mereka masih mengirimkan somasi ke Suhendra?" tanya Ranto.

"Saya curiga keturunan Marahalim Harahap yang merupakan mantan Gubernur Sumatera Utara periode 1967-1978 ini sengaja diperkarakan pihak-pihak yang menginginkan tanah tersebut dengan harga murah, atau bisa saja mereka sebenarnya tidak sanggup melunasi sisa pembelian tanah tersebut sehingga mencari-cari celah untuk membuat perkara," ujar Ranto Sibarani, didampingi rekannya pengacara Josua Rumahorbo dan Radinal Panggabean.(red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini