Diterpa Isu Djarot Inginkan Gelar Adat, Sutrisno: Itu Fitnah dan Hoax.!!

Sebarkan:

Mendapat dukungan dari rakyat, merupakan salah satu tujuan dari kontestasi politik. Kemenangan tentu diharapkan oleh setiap pasangan calon (paslon) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Namun, kelanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kebhinnekaan jauh lebih penting. Kita ingin menang, tetapi dengan cara- cara yang terhormat, dengan langkah-langkah yang beradab.

Demikian dikatakan Sutrisno Pangaribuan, ST selaku Tim Pemenangan Djarot-Sihar, terkait isu yang menyatakan bahwa calon Gubernur Sumut Djarot Saiful Hidayat menginginkan marga, gelar komunitas adat, gelar kesultanan ataupun gelar lainnya untuk mendapat simpati masyarakat.

Menurut Sutrisno, sebagai pasangan nasionalis yang ingin mengabdi di Sumatera Utara, Djarot Saiful Hidayat mendapat berbagai tawaran untuk menjadi bagian dari komunitas.

Ada yang ingin memberi marga, gelar komunitas adat, gelar kesultanan, maupun gelar dalam berbagai kelompok masyarakat.

"Beliau (Djarot, red) berkenan menerima penyematan simbol-simbol komunitas, seperti ulos, topi, maupun bentuk lain. Akan tetapi, beliau tidak pernah mengubah maupun menambah identitas dirinya," ujar Sutrisno, Minggu (8/4/2018) malam. 

Dikatakannya, Djarot Saiful Hidayat mengapresiasi dan menghargai setiap tawaran tersebut. Namun komitmen kebangsaan yang telah menjadi bagian diri Djarot, akhirnya Djarot memilih tetap menjadi diri sendiri.

"Beliau tetap sebagai putra Jawa, tanpa marga, tanpa identitas tambahan. Beliau tetap menempatkan diri sebagai calon pemimpin yang ingin merebut hati rakyat dengan pesona kinerja, integritas, dan bersih dari korupsi," ungkap Sutrisno yang juga anggota DPRD Sumut ini.

"Demikian juga ketika ada keinginan dan rencana berbagai komunitas yang ingin memberi gelar, marga maupun bentuk identitas lain kepada Pak Djarot, dapat dipastikan itu bukan keinginan beliau. Keinginan itu sebagai ekspresi penerimaan dari berbagai komunitas terhadap beliau," lanjutnya.

Sutrisno menambahkan, berbagai komunitas tertarik dengan Djarot, sehingga ada upaya untuk memberi identitas agar dia dianggap sebagai "bagian" dari komunitas tersebut.

Hingga saat ini, lanjutnya, Djarot Saiful Hidayat belum menyandang satu marga apapun, sekalipun banyak yang menghendakinya.

Jika ada opini yang menyatakan bahwa Djarot Saiful Hidayat menginginkan tambahan identitas dari berbagai komunitas, menurut Sutrisno, itu merupakan fitnah dan Hoax.

"Ada kepanikan dari pihak yang mencoba membangun opini sesat untuk menciptakan polarisasi masyarakat. Ternyata pihak tersebut semakin khawatir atas semakin meluasnya dukungan berbagai komunitas terhadap Djarot-Sihar," tegasnya.

Ditambahkannya, Djarot Saiful Hidayat akan tetap sebagai Jawa, Sihar Sitorus pun tetap sebagai batak. Komitmen terhadap Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, jauh lebih penting bagi pasangan ini dibandingkan dengan sekat-sekat identitas.

"Masa depan Sumatera Utara dengan gagasan Semua Urusan Mudah dan Transparan jauh lebih berharga daripada ikatan-ikatan primodial," kata Sutrisno. 

Lebih lanjut dikatakannya, PDI Perjuangan telah memastikan jati diri sebagai satu-satunya partai politik yang paling konsisten mengusung pasangan nasionalis.

"PDI Perjuangan mengusung pasangan HT. Rizal Nurdin dan Rudolf Pardede tahun 2003 lewat pemilihan di DPRD Sumut, kemudian mengusung Tri Tamtomo dan Benny Pasaribu di Pilkada tahun 2008, lalu mengusung Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi di Pilkada tahun 2013, hingga mengusung Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus di Pilkada tahun 2018," tutupnya. (Sandy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini