Terungkap di RDP, Koptan Mandiri Asahan Terpecah Dua Kubu

Sebarkan:
 Terungkap di RDP, Koptan Mandiri Asahan Terpecah Dua Kubu



Konflik antar petani sawit Desa Perbangunan, Sei Kepayang Asahan dengan Koperasi Tani Mandiri akhirnya dibawa ke Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi B DPRD Sumut, Selasa (11/7/2017).

Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi B DPRD Sumut Robi Agusman Harahap dan dihadiri ketua Umum Paguyuban Anti Diskriminasi Indonesia (PADI) Hj. Syahrani Harahap, Kadis Kehutanan Sumut, Camat Sei Kepayang, Kapolsek Sei Kepayang, Perwakilan Dinas Koperasi Asahan, Koperasi Tani Mandiri, Perwakilan petani Budiman Nainggolan dan puluhan petani lainnya.

Ketua Umum Paguyuban Anti Diskriminasi Indonesia (PADI) Hj. Syahrani Harahap dalam rapat meminta dan memohon kepada DPRD Sumut untuk mengawasi dan melindungi masyarakat petani Sei Kepayang.

"Kurang lebih setahun petani tidak bisa memanen hasil sawit mereka sendiri. Karena mereka selalu diintimidasi oleh oknum diduga suruhan Koperasi Tani Mandiri dengan cara merampok dan menjarah hasil panen milik petani," ujar Syahrani.

Sementara, perwakilan petani, Budiman Nainggolan, menceritakan sejak tahun 1998, lahan tersebut telah dihibahkan oleh Bupati Asahan Rihol Sihotang untuk dikelola masyarakat. Pada saat itu, masyarakat hidup rukun dan damai.

Setelah itu, lanjut Nainggolan, muncul Koperasi Tani Mandiri pada tahun 1999. Namun, tanpa sepengetahuan anggota dan pengurus lain, Koperasi Tani Mandiri mengajukan Permohonan HTR dan IUP HHK-HTR tanpa mengajak maupun mensosialisasikan pada masyarakat sekitar.

Kemudian, pada tahun 2016 lalu, Koperasi Tani Mandiri mengajak masyarakat untuk bergabung, tapi semua masyarakat menolak. Alasannya, Koperasi meminta uang masuk sebesar Rp.4.750.000/Hektar dan membayar Rp.70/Kg dari hasil panen buah sawit untuk menjadi anggota Koperasi Tani Mandiri.

"Setelah adanya penolakan itu, berbagai intimidasi dilakukan kepada masyarakat petani, dengan cara menjarah, merampok, membakar pondok masyarakat dan menganiaya para petani yang hendak memanen hasil sawit," tambahnya.

"Saya meminta adanya jaminan keamanan, perlindungan hukum dan legalitas sertifikasi terhadap lahan kami," ujar Nainggolan.

Terungkap dalam rapat ini, ternyata Koperasi Tani Mandiri memiliki dua kubu. Kubu pertama, diketuai Hisar Panjaitan dan kubu kedua diketuai HM Wahyudi, yang keduanya hadir dalam rapat.

"Saat ini kepengurusan Koperasi Tani Mandiri tengah terjadi dualisme kepemimpinan. Ketuanya ada 2 yakni Hisar Panjaitan dan Wahyudi yang telah berproses hukum hingga ke Mahkamah Agung," ungkap perwakilan petani lainnya, Mangatur Sirait.

Kemudian, Ketua Koperasi Tani Mandiri HM Wahyudi tidak membantah adanya dua kubu kepemimpinan tersebut. Dia menyampaikan bahwa HTR Mandiri yang dipimpinnya telah mempunyai izin resmi.

"Kami punya izin resmi. Koperasi yang saya pimpin sudah melakukan penanaman pohon tanaman keras di lokasi HTR dan kami sudah menyerahkan berkas-berkas terkait dengan segala legalitas Perijinan serta peta lokasi kepada Komisi B DPRD Sumut," jelas Wahyudi.

Sementara, Ketua Koperasi Tani Mandiri versi lainnya Hisar Panjaitan menjelaskan, kepengurusan dia telah disahkan lewat RAT pada 21 Juni 2014, di Desa Sei Lama Kabupaten Asahan.

Namun, pihak HM Wahyudi yang melaksanakan RAT 25 September 2014 di Desa Perbangunan Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan, dianggap tidak sah.

Pasalnya, menurut Hisar, kegiatan RAT tersebut tidak memenuhi pasal-pasal yang tertera dalam akta pendirian koperasi No 9 tanggal 15 September 2011.

"Kepengurusan diketuai HM Wahyudi tidak sah karena kegiatan RAT yang dilaksanakannya tidak memenuhi aturan dalam akta pendirian koperasi," kata Hisar.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan Dinas Koperasi Asahan Hermansyah menjelaskan, permasalahan dualisme kepemimpinan antar Hisar Panjaitan dengan HM Wahyudi telah berproses di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai, Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dan Mahkamah Agung.

Dia mengaku telah berupaya menyelesaikan permasalahan kedua kubu secara adil. Tapi belum ada hasil penyelesaian. "Kami Dinas koperasi tidak berpihak ke kubu manapun, kami masih menunggu incraht (Berkekuatan hukum tetap, red) dari Mahkamah Agung," jelasnya.

Atas dasar itu, lanjut Hermansyah, sementara kedua kubu tidak boleh memakai nama Koperasi Tani Mandiri selama keputusan itu belum berkekuatan hukum tetap. "Jadi, kami tetap menjunjung dan menghormati putusan hukum negara kita. Kami tetap menganut sistem win-win solution," katanya.

Ketua Komisi B DPRD Sumut Robi Agusman Harahap mengaku telah mencatat semua permasalahan yang disampaikan tersebut. "Kami akan mengadakan rapat internal dengan melibatkan Dinas Kehutanan untuk membahas masalah ini. Kami juga akan melakukan kunjungan kerja langsung ke lokasi untuk melihat masalah yang sebenarnya," pungkas Robi.(sandy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini