[caption id="attachment_74148" align="aligncenter" width="1097"]
Lokasi pembangunan gardu PLN[/caption]
Untuk mengungkap pembayaran lahan gardu induk PLN di Desa Petangguhan Kecamatan Galang yang diduga dua kali pembayaran itu, tampaknya Sat Reskrim Polres Deli Serdang tidak main-main untuk mengungkap. Bahkan selain pembayaran yang diduga merugikan negara itu, Polres Deli Serdang juga melakukan penyelidikan terhadap pembangunannya.
Informasi diperoleh pada Kamis (6/4), Sat Reskrim Polres Deliserdang telah melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) Sumatera Utara untuk menghitung biaya pembangunan gardu induk PLN.
Kabarnya BPKP Sumut mendukung Sat Reskrim Polres Deliserdang untuk mengusut pambangunan gardu induk PLN dan pembayaran lahan yang diduga dua kali itu. Namun Sat Reskrim Polres Deliserdang belum bisa bergerak banyak karena penghitungan dari BPKP belum dikeluarkan.
Sehingga Sat Reskrim Polres Deliserdang masih mengumpulkan bahan dan keterangan soal lahan maupun pembangunan gardu induk PLN. Selain itu, Sat Reskrim Polres Deliserdang juga melakukan koordinasi dengan pihak PLN soal lahan seluas 7200 M2 terkait pembayaran lahan diduga hingga dua kali dan letak lokasi lahan seluas 7200 M2.
Kasat Reskrim Polres Deli Serdang AKP T Fathir ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih tetap melakukan penyelidikan. "Dalam proses penyelidikan belum bisa kami sampaikan mengenai apa yang kami lakukan dan temuan apa,” singkatnya.
Untuk menyegarkan ingatan, lahan Gardu Induk PLN seluas 7200 M2 di Desa Petangguhan Kecamatan Galang itu pada tahun 2009 lalu menyeret pemilik lahan mendiang H Sali Rajimin, Mansuria Dachi staf BPN, Hadisyam Hamzah SH mantan camat Galang dan Syamsir kedalam penjara karena terbukti mark up lahan seluas 7200 M2 sehingga terjadi kerugian Negara sebesar Rp 230 juta.
Namun setelah perkara korupsi itu, malah GAS muncul mengklaim jika lahan itu miliknya padahal saat akan pembebasan lahan itu justru GAS tidak muncul. Anehnya meski pihak PLN sebagai penggugat tapi malah membayar lahan seluas 7200 M2 itu kepada GAS sebesar Rp 450 juta dengan rincian Rp 25 juta per satu rante (400 M2). (walsa)
Untuk mengungkap pembayaran lahan gardu induk PLN di Desa Petangguhan Kecamatan Galang yang diduga dua kali pembayaran itu, tampaknya Sat Reskrim Polres Deli Serdang tidak main-main untuk mengungkap. Bahkan selain pembayaran yang diduga merugikan negara itu, Polres Deli Serdang juga melakukan penyelidikan terhadap pembangunannya.
Informasi diperoleh pada Kamis (6/4), Sat Reskrim Polres Deliserdang telah melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) Sumatera Utara untuk menghitung biaya pembangunan gardu induk PLN.
Kabarnya BPKP Sumut mendukung Sat Reskrim Polres Deliserdang untuk mengusut pambangunan gardu induk PLN dan pembayaran lahan yang diduga dua kali itu. Namun Sat Reskrim Polres Deliserdang belum bisa bergerak banyak karena penghitungan dari BPKP belum dikeluarkan.
Sehingga Sat Reskrim Polres Deliserdang masih mengumpulkan bahan dan keterangan soal lahan maupun pembangunan gardu induk PLN. Selain itu, Sat Reskrim Polres Deliserdang juga melakukan koordinasi dengan pihak PLN soal lahan seluas 7200 M2 terkait pembayaran lahan diduga hingga dua kali dan letak lokasi lahan seluas 7200 M2.
Kasat Reskrim Polres Deli Serdang AKP T Fathir ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih tetap melakukan penyelidikan. "Dalam proses penyelidikan belum bisa kami sampaikan mengenai apa yang kami lakukan dan temuan apa,” singkatnya.
Untuk menyegarkan ingatan, lahan Gardu Induk PLN seluas 7200 M2 di Desa Petangguhan Kecamatan Galang itu pada tahun 2009 lalu menyeret pemilik lahan mendiang H Sali Rajimin, Mansuria Dachi staf BPN, Hadisyam Hamzah SH mantan camat Galang dan Syamsir kedalam penjara karena terbukti mark up lahan seluas 7200 M2 sehingga terjadi kerugian Negara sebesar Rp 230 juta.
Namun setelah perkara korupsi itu, malah GAS muncul mengklaim jika lahan itu miliknya padahal saat akan pembebasan lahan itu justru GAS tidak muncul. Anehnya meski pihak PLN sebagai penggugat tapi malah membayar lahan seluas 7200 M2 itu kepada GAS sebesar Rp 450 juta dengan rincian Rp 25 juta per satu rante (400 M2). (walsa)
