Dalam Sebulan Dua Kali Buat Penetapan, Ada Apa Dengan PT Medan?

Sebarkan:
20 Maret: Terdakwa Harus Ditahan
12 April: Terdakwa Tahanan Kota




Keinginan yang berperkara untuk mendapatkan keadilan tampaknya hanya isapan jempol belaka. Dugaan permainan hukum kerap mengecawakan korban atau pihak yang berperkara. Seperti yang dialami korban Maruli Nababan (70).

Saat perkara kasus pengrusakan dengan terdakwa Kartini Sihombing dan suaminya Alfonsius Situmeang warga Dusun VI Siborong borong Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam sampai ke tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) Medan, justru terjadi kejanggalan. Belum ada sebulan, pengadilan tingkat banding itu malah mengeluarkan penetapan hingga dua kali.

Kuasa hukum korban Firnando DD Pangaribuan SH kepada sejumlah wartawan pada Jumat (21/4) menyatakan, pada 20 Maret 2017 lalu PT Medan mengeluarkan penetapan terdakwa Alfonsius Situmeang dilakukan penahanan di Rutan Lubuk Pakam paling lama 30 hari sejak 27 Februari 2017 s/d 28 Maret 2017. Selanjutnya pada 22 Maret 2017 PT Medan mengeluarkan penetapan agar dilakukan penahanan terhadap terdakwa Kartini Sihombing di Rutan Lubuk Pakam dari 29 Maret 2017 s/d 27 Mei 2017.

Dengan adanya penetapan penahanan terhadap kedua terdakwa itu, maka Kejaksaan Negeri (Kejari) Deli Serdang langsung melakukan eksekusi terhadap kedua terdakwa. Namun saat akan dieksekusi, justru pasutri itu tidak ada di rumahnya.

Anehnya, belum sempat kedua terdakwa menjalankan penetapan PT Medan itu, pada 12 April 2017 PT Medan kembali mengeluarkan penetapan terhadap kedua terdakwa menjadi tahanan kota Lubuk Pakam. dengan pertimbangan dari keterangan / informasi diperoleh dari Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Lubuk Pakam bahwa putusan terhadap terdakwa berkaitan dengan butir 4 yang memerintahkan terdakwa untuk ditahan tidak serta merta dilaksanakan setelah putusan diucapkan sebagaimana termuat dalam buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam empat lingkungan peradilan, halaman 244 butir 11.3, karena terdakwa sampai saat ini masih berada diluar tahanan.

Demikian juga penjelasan dari penasihat hukum terdakwa sesuai dengan surat pernyataan tanggal 11 April 2017 yang menyatakan bahwa terdakwa sampai sekarang tidak ditahan dalam rumah tahanan negara (Rutan). “Kami akan melaporkan hal ini kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI. Karena penetapan pertama saja belum dijalankan kedua terdakwa tapi malah keluar penetapan baru lagi sehingga status terdakwa berubah dari tahanan rutan menjadi tahanan kota,” tegasnya. (walsa)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini