[caption id="attachment_51739" align="aligncenter" width="530"]
Sekolah Cinta Budaya yang berdiri di atas lahan sengketa itu membuat para orangtua siswa was-was[/caption]
Perseteruan antara pihak Yayasan sekolah Cinta Budaya dengan mantan Pangdam I/BB Mayjen (purn) TNI Burhanuddin Siagian makin berkepanjangan.
Permasalahan kedua pihak terkait sengketa tanah seluas 2,3 hektar di Jalan Selamat Ketaren, Kecamatan Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. Sehingga, tanah di sekeliling sekolah Cinta Budaya berjenjang pendidikan tingkat TK hingga SMA itu ditembok dengan dinding semen oleh pihak Burhanuddin.
Akibatnya, keresahan wali murid akan kelanjutan proses belajar mengajar di sekolah pun muncul. Pihak sekolah Cinta Budaya kemudian mengundang para wali murid untuk berdialog terkait persoalan tersebut, Selasa (3/5/2016).
"Saya bertanggung jawab dengan yang bapak sangsikan. Proses belajar mengajar tetap terlaksana. Sekolah ini akan berkelanjutan. Soal sengketa tanah ke pihak Yayasan, sudah disomasi oleh tiga pengacara (ke pihak Burhanuddin). Jangan takut dengan orang lain, kenapa mesti takut," ujar kepala sekolah Cinta Budaya, Antonius Aritonang di aula sekolah lantai 5.
Perseteruan antara pihak Yayasan sekolah Cinta Budaya dengan mantan Pangdam I/BB Mayjen (purn) TNI Burhanuddin Siagian makin berkepanjangan.
Permasalahan kedua pihak terkait sengketa tanah seluas 2,3 hektar di Jalan Selamat Ketaren, Kecamatan Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. Sehingga, tanah di sekeliling sekolah Cinta Budaya berjenjang pendidikan tingkat TK hingga SMA itu ditembok dengan dinding semen oleh pihak Burhanuddin.
Akibatnya, keresahan wali murid akan kelanjutan proses belajar mengajar di sekolah pun muncul. Pihak sekolah Cinta Budaya kemudian mengundang para wali murid untuk berdialog terkait persoalan tersebut, Selasa (3/5/2016).
"Saya bertanggung jawab dengan yang bapak sangsikan. Proses belajar mengajar tetap terlaksana. Sekolah ini akan berkelanjutan. Soal sengketa tanah ke pihak Yayasan, sudah disomasi oleh tiga pengacara (ke pihak Burhanuddin). Jangan takut dengan orang lain, kenapa mesti takut," ujar kepala sekolah Cinta Budaya, Antonius Aritonang di aula sekolah lantai 5.
Sempat terjadi kericuhan saat berdialog lantaran seorang wali murid, Daniel meragukan penjelasan dari kepala sekolah Cinta Budaya yang tidak memberikan jaminan tertulis atau garansi kepada wali murid.
"Saya tidak dengan gampang mempercayai begitu saja. Terlebih dari tahun ke tahun, selama tiga tahun sekolah ini bermasalah terus terutama soal sengketa tanah. Saya minta adanya pernyataan resmi dari pihak sekolah. Bukan hanya ngomong secara lisan," ujar Daniel.
Ia juga mempersoalkan masalah administrasi sekolah tahun depan (2017) yang harus dibayarkan pada tahun ini (2016).
"Uang buku dan administrasi untuk tahun depan, kami dimintai pembayarannya saat ini. Apakah tahun ajaran depan itu berlanjut, garansinya apa? Saya tidak gampang percaya kalau tidak ada pernyataan resmi tertulis," tegas Daniel.
Mendengar pernyataan itu, Antonius menyatakan, pembelian buku boleh di luar sekolah. Namun jika kesulitan mencari diluar, bisa membeli buku di sekolah.
"Secara hukum, sekolah ini punya surat izin. Jadi kalau bapak tidak percaya, untuk apa (anak) sekolah disini. Kalau orangtua tidak percaya, tidak usah," katanya.
Kericuhan mereda setelah petugas sekolah menenangkan suasana dialog di ruang aula yang juga dihadiri Komnas Perlindungan Anak (PA) Sumatera Utara.
Sama seperti halnya dengan Daniel, wali murid lainnya Sianturi juga meragukan kelanjutan proses pendidikan di sekolah Cinta Budaya yang telah berdiri dari tahun 2010 tersebut.
"Saya tetap menginginkan eksis sekolah ini. Tapi dengan situasi sekarang ini, saya jadi ragu. Terutama anak saya kelas 2 SMA, serba tanggung. Jika ini tidak selesai akan sulit untuk pindah sekolah. Kami harus dapat informasi yang lebih meyakinkan dari pihak sekolah atau yayasan," ujar Sianturi.(snd)
"Saya tidak dengan gampang mempercayai begitu saja. Terlebih dari tahun ke tahun, selama tiga tahun sekolah ini bermasalah terus terutama soal sengketa tanah. Saya minta adanya pernyataan resmi dari pihak sekolah. Bukan hanya ngomong secara lisan," ujar Daniel.
Ia juga mempersoalkan masalah administrasi sekolah tahun depan (2017) yang harus dibayarkan pada tahun ini (2016).
"Uang buku dan administrasi untuk tahun depan, kami dimintai pembayarannya saat ini. Apakah tahun ajaran depan itu berlanjut, garansinya apa? Saya tidak gampang percaya kalau tidak ada pernyataan resmi tertulis," tegas Daniel.
Mendengar pernyataan itu, Antonius menyatakan, pembelian buku boleh di luar sekolah. Namun jika kesulitan mencari diluar, bisa membeli buku di sekolah.
"Secara hukum, sekolah ini punya surat izin. Jadi kalau bapak tidak percaya, untuk apa (anak) sekolah disini. Kalau orangtua tidak percaya, tidak usah," katanya.
Kericuhan mereda setelah petugas sekolah menenangkan suasana dialog di ruang aula yang juga dihadiri Komnas Perlindungan Anak (PA) Sumatera Utara.
Sama seperti halnya dengan Daniel, wali murid lainnya Sianturi juga meragukan kelanjutan proses pendidikan di sekolah Cinta Budaya yang telah berdiri dari tahun 2010 tersebut.
"Saya tetap menginginkan eksis sekolah ini. Tapi dengan situasi sekarang ini, saya jadi ragu. Terutama anak saya kelas 2 SMA, serba tanggung. Jika ini tidak selesai akan sulit untuk pindah sekolah. Kami harus dapat informasi yang lebih meyakinkan dari pihak sekolah atau yayasan," ujar Sianturi.(snd)