Terima Surat Eksekusi, Koruptor Ini Pilih Bunuh Diri

Sebarkan:
[caption id="attachment_50929" align="aligncenter" width="469"]Ilustrasi bunuh diri Ilustrasi bunuh diri[/caption]

Terpidana kasus korupsi BNI Cabang Pemuda Medan Darul Azli seharusnya dijadwalkan hadir di Kejaksaan Negeri Medan pada Rabu, (20/4/2016). Pemanggilan itu, untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan. Namun belum lagi memenuhi panggilan, Darul Azli memutuskan mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Kasi Pidsus Kejari Medan, Harris Hasbullah mengatakan salinan putusan dari Mahkamah Agung telah mereka terima pada 13 April 2016. Putusan Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum serta menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menghukum Darul Azli selama empat tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

"Jadi di tingkat kasasi, ternyata menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan. Salinan putusannya baru diterima sepekan lalu. Nanti tanya JPU nya lah, karena kita secara resmi telah kita panggil," kata Harris, Rabu (20/4/2016).

Selain Darul Azli, kata Harris, Kejaksaan Negeri Medan juga melayangkan panggilan terhadap Titin Indriyani yang juga menjadi terpidana dalam kasus itu.

"Nanti tanya JPU nya lah. Cuma secara resmi kita panggil. Sedangkan untuk terpidana Radiyasto belum turun putusannya, belum terima kita. Putusan dari Mahkamah Agung supaya terpidana menjalani hukuman," ucapnya.

Sementara itu, surat panggilan yang dilayangkan Kejaksaan Negeri Medan kepada Darul Azli berisi untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI. Surat itu berisi guna melaksanakan putusan MA nomor 758 K/pid.Sus/2014 tanggal 17 Desember 2014 dengan amar putusan menyatakan terpidana Darul Azli telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi "bersama-sama" yang melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam surat yang dikirim kepada Darul Azli tanggal 18 April 2016 itu dinyatakan bersama ini diminta bantuan saudara untuk menghadirkan Darul Azli di Kantor Kejari Medan tanggal 21 April pukul 10.30 WIB. Surat itu ditandatangani oleh Syamsuri selaku Kepala Kejaksaan Negeri Medan dengan tembusan Kajati, Wakajati, Aspidsus, Aswas Kejati Sumut.

Seperti diketahui, Darul Azli ditemukan tewas gantung diri di rumahnya Kompleks Perumahan Unimed, Jalan Pelajar Ujung, Medan, Rabu (20/4/2016). Terpidana pembobolan dana kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) yang merugikan negara sebesar Rp117,5 miliar itu nekat mengakhiri hidupnya setelah menerima surat perintah eksekusi yang dikirimkan Kejaksaan Negeri Medan.

Terpidana korupsi BNI Cabang Jalan Pemuda, Medan ini diduga stress mendapat surat panggilan dari jaksa. Korban diperkirakan bunuh diri sekira pukul 02.00 WIB. Selama ini, korban tinggal di perumahan itu bersama pembantunya. Sedangkan keluarga korban berada di Padang, Sumatera Barat.

Darul Azli merupakan satu dari empat terpidana pembobolan dana kredit fiktif BNI Cabang Medan yang merugikan negara Rp 117,5 miliar. Ketika kasus itu terjadi, Darul Azli menjabat sebagai Pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Cabang Jalan Pemuda.

Selain Darul, tiga terpidana lain masing-masing Radiyasto yang merupakan Pimpinan Sentra Kredit Menengah (SKM) BNI Cabang Jalan Pemuda, Titin Indriani merupakan Relationship BNI SKM Medan dan Mohammad Samsul Hadi selaku Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik.

Di Pengadilan Tipikor Medan, Darul Azli, dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 1 bulan kurungan. Di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan menambah hukuman Darul Azli menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Kasasi Darul Azli dikabarkan ditolak Mahkamah Agung.

Darul, Radiyasto dan Titin dinyatakan bersalah karena menguntungkan orang lain melalui analisa kredit sebesar Rp133 miliar untuk pembelian kebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit atas nama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL). Mereka telah "memanipulasi" data-data yang menjadi pertimbangan mereka.

Dalam pengajuan kredit tersebut Boy Hermansyah selaku Direktur Utama PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL) memberikan jaminan SHGU Nomor 102. Ketiga terpidana mengabulkan pinjaman sebesar Rp117,5 miliar dari usulan Rp129 miliar. Ternyata jaminan itu masih diagunkan di Bank Mandiri. Bahkan analisa kredit tidak dijalankan sesuai prosedur sehingga menguntungkan Boy Hermansyah. Akan tetapi Boy Hermansyah yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, tak kunjung disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan.(hdr)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini