Seperti yang dilakukan Aling. Tidak tanggung-tanggung. Warga turunan ini merubah hutan sekitar 70 sampai 100 hektar menjadi lahan perkebunan sawit di Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat. Kemungkinan, perambahan hutan manggrove akan semakin meluas, sebab, alat berat terus diturunkan ke lokasi guna meluluh lantakan hutan bakau ini.
Sebelumnya, kasus perambahan hutan ini sempat terhendus aparat kepolisian Polres Langkat. Bahkan aparat berbaju coklat ini sempat mengamankan alat berat (eskapator-red) sebagai barang bukti.
"Barang itu barang dia (Aling-red). Tapi, kenapa petugas memberhentikan kasus. Padahal ini sudah jelas-jelas melanggar hukum," tutur Abu, pemerhati mangrove asal Desa Pekan Sawah, Kabupaten Langkat ini, Minggu (11/10/15).
Sayang, kasus ini seolah tidak direnges dan ditingak lanjuti (ngendap-red) di Unit Reserse Kriminal yang kala itu dijabat AKP Rosyid Hartanto. Kasus ini diduga sengaja di peti-eskan oleh petugas untuk meraup keuntungan. Jangankan ditahan, alat berat milik pelaku Aling, juga dilepas dengan alasan tak jelas.
Masyarakat yang marah dan kembali mengingatkan aparat Polres Langkat, dengan kembali membuat laporan. Karena mereka yang menetap dipesisir pantai takut akan bencana alam akan menimpa mereka akibat abrasi. Selain itu, mereka yang umumnya berprofesi sebagai nelayan merasa sulit mencari makan.
"Kalau seperti ini terus, kami bisa mati kelaparan karena susah mencari ikan. Karena kebanyakan ikan dan biota alam berkembang biak di hutan mangrove (bakau-red)," ungkap para nelayan yang kembali mendatangi Polres Langkat pekan lalu, berharap petugas tegas dalam memberantas mafia mangrove.
Dalam laporan mereka kali ini. Perwakilan para nelayan yang berjumlah 7 orang tidak hanya melaporkan Aling, selaku mafia pemilik showroom di Stabat ini. Dalam laporan itu, nama ibu Ida beserta Acin warga Alur Berayun, Gang Sepakat, Kabupaten Langkat, juga dicantumkan. "Kita akan terus menyuarakan hingga para mafia dihukum seberat-beratnya," tegas para warga nelayan ini. (hen)
Sayang, kasus ini seolah tidak direnges dan ditingak lanjuti (ngendap-red) di Unit Reserse Kriminal yang kala itu dijabat AKP Rosyid Hartanto. Kasus ini diduga sengaja di peti-eskan oleh petugas untuk meraup keuntungan. Jangankan ditahan, alat berat milik pelaku Aling, juga dilepas dengan alasan tak jelas.
Masyarakat yang marah dan kembali mengingatkan aparat Polres Langkat, dengan kembali membuat laporan. Karena mereka yang menetap dipesisir pantai takut akan bencana alam akan menimpa mereka akibat abrasi. Selain itu, mereka yang umumnya berprofesi sebagai nelayan merasa sulit mencari makan.
"Kalau seperti ini terus, kami bisa mati kelaparan karena susah mencari ikan. Karena kebanyakan ikan dan biota alam berkembang biak di hutan mangrove (bakau-red)," ungkap para nelayan yang kembali mendatangi Polres Langkat pekan lalu, berharap petugas tegas dalam memberantas mafia mangrove.
Dalam laporan mereka kali ini. Perwakilan para nelayan yang berjumlah 7 orang tidak hanya melaporkan Aling, selaku mafia pemilik showroom di Stabat ini. Dalam laporan itu, nama ibu Ida beserta Acin warga Alur Berayun, Gang Sepakat, Kabupaten Langkat, juga dicantumkan. "Kita akan terus menyuarakan hingga para mafia dihukum seberat-beratnya," tegas para warga nelayan ini. (hen)