Ngaku Turut Dikriminalisasi, Warga Tanjungbalai Jalan Kaki ke Jakarta Temui Presiden Prabowo

Sebarkan:
Mahmudin, akrab disapa Kacak Alonso, rela berjalan kaki dari Kota Tanjungbalai rencananya ke ibukota, Jakarta. (MOL/Dok.iNews)



TANJUNGBALAI | Sebegitu sulitnyakah mendapatkan segenggam keadilan di negeri ini? Sehingga anak bangsa bernama Mahmudin, yang akrab disapa Kacak Alonso, rela berjalan kaki dari Kota Tanjungbalai ke ibukota, Jakarta.

Tekad Kacak Alonso yang mengaku turut menjadi korban kriminalisasi oknum perwira di Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut, Kompol Dedi Kurniawan (DK) cuma satu. Bisa bertemu dengan Presiden RI Prabowo dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

Hari demi hari sepanjang 1.730 kilometer lebih harus ditapaki pria kelahiran 1992 itu. Topi lusuh berselendangkan kain Merah Putih selalu setia menemaninya.

Di pundaknya tergantung ransel sederhana dan berkibar spanduk bertuliskan 'Korban Kriminalisasi Oknum Kompol DK.' 

"Saya ingin melaksanakan amanat reformasi 1998. Saya ingin bertemu pak Presiden Prabowo dan Kapolri," ujar Kacak, Sabtu, (2/8/2025) saat memulai aksinya. Anak dan istrinya pun turut mengantarkannya hingga ke batas kota. 

Di dadanya tergenggam buku Paradoks Indonesia karya Presiden Prabowo Subianto yang menurutnya, memberi kekuatan moril dalam menghadapi kesewenang-wenangan.

Ia mengaku menjadi terlapor atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), lantaran menyebarkan video penangkapan seorang warga bernama Rahmadi melalui WhatsApp.

"Video itu bukan Saya yang buat. Dan saya tidak pernah unggah ke Facebook. Tapi saya yang dilaporkan," kata Kacak dalam siaran langsung melalui TikTok miliknya di tengah perjalanan, yang kini telah membawanya sampai ke Labuhanbatu Utara (Labura).

"Saya pernah diundang ke Polda Sumut dan disuruh membuat video klarifikasi. Mereka yang minta saya membuat video, tapi malah saya yang dikriminalisasi," lirihnya.

Menurut buruh harian lepas tersebut, proses yang dialaminya jauh dari prinsip keadilan. Ia menceritakan pernah dipanggil ke Polda Sumut. Di sana, ia merasa ditekan.

"Saya ditanya, mau jadi saksi atau tersangka. Lalu disuruh buat video klarifikasi. Saya turuti. Tapi setelah itu saya tetap dilaporkan," kata Kacak.


Anak dan istri Kacak ikut mengantarkannya hingga ke perbatasan Kota Tanjungbalai. (MOL/Dok.iNews)  



Narasi perlawanan Kacak tak lepas dari alegori yang ia ambil dari epos Mahabharata. 

"Kami rakyat kecil adalah Pandawa. Tapi hari ini, Kurawa sedang berkuasa," ucapnya pelan. 

Ia mengutip halaman 92 dari buku Paradoks Indonesia karya Presiden Prabowo Subianto. 'Dalam setiap perjuangan, pasti ada Pandawa dan Kurawa.'

Kacak, warga Jalan Burhanudiin, Kecamatan Teluk Nibung, Kota Tanjungbalai itu bertekad tidak akan berhenti hingga tiba di Jakarta. Ia juga berharap nantinya bisa bertemu langsung dengan Komisi III DPR RI, DPD RI dan diberi ruang untuk bicara di depan publik. 

"Saya akan tempuh semua ini dengan kaki saya sendiri. Karena suara rakyat kecil seringkali tak terdengar kalau hanya lewat surat," katanya.

Langkah-langkah kecilnya terus menggemakan satu pesan, bahwa di negeri ini, hukum tak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

ITE

Sebagaimana diketahui, Kompol DK, melalui kuasa hukumnya Hans Silalahi, telah melaporkan Kacak ke Polda Sumut pada 31 Juli 2025. 

Laporan itu terdaftar dalam LP Nomor: LP/B/1233/VII/2025/SPKT/POLDA SUMUT. Hans menuding video yang disebarkan Kacak menyesatkan dan mencemarkan nama baik kliennya.

Video tersebut, menurut laporan adalah rekaman kamera pengawas toko pakaian saat Kompol DK menangkap Rahmadi, warga Tanjungbalai, dalam perkara narkotika yang sedang bergulir di PN Tanjungbalai. 

Polisi menyebut Rahmadi melawan saat ditangkap sehingga harus dilumpuhkan. Rekaman peristiwa itu kemudian menyebar ke grup WhatsApp beranggotakan ratusan orang.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Rahmadi melalui tim penasihat hukumnya dimotori Suhandri Umar Tarigan, membantah semua tuduhan tersebut. Ia mengklaim penangkapan itu direkayasa dan sabu seberat 10 gram yang dijadikan barang bukti bukan miliknya.

Melainkan kuat dugaan sengaja diletakkan oknum polisi di dalam mobilnya. Karena saat penangkapan, mata dan tangan Rahmadi dalam kondisi terikat dan ditutup lakban.

Sebaliknya, Kompol DK dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, proses hukum terhadap Rahmadi, sudah sesuai prosedur. 

Barang bukti yang diserahkan ke pengadilan, lanjutnya, sah dan dapat dipertanggung jawabkan. (ROBS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini