 |
| Sekretaris DPC GMNI Kota Tebingtinggi, Rizka. (Mol/Rs/Ist) |
Kasus yang dilaporkan oleh keluarga korban sejak akhir tahun 2024 ke Polres Tebingtinggi ini hingga kini tak kunjung menemukan kepastian hukum, meski telah ramai diperbincangkan di media sosial.
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tebingtinggi menyayangkan mandeknya kasus ini.
Mereka menilai aparat penegak hukum (APH) tidak peka dan tidak profesional dalam menangani kasus yang sangat sensitif ini.
Menurut informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber, keluarga pelaku sempat menawarkan uang sebesar Rp 2 juta untuk menempuh jalan damai.
GMNI menilai penawaran uang damai ini sangat miris, mengingat kasus yang terjadi adalah tindakan tidak manusiawi berupa kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas, yang jelas telah merusak masa depan korban.
Sekretaris GMNI Kota Tebingtinggi, Rizka, menyatakan keprihatinannya.
"Saya sebagai mahasiswi, khususnya sesama perempuan, menilai bahwa seharusnya ada keadilan, perlindungan khusus, dan rasa aman bagi kami perempuan. Terlebih bagi korban yang merupakan penyandang disabilitas, yang semestinya mendapatkan perlindungan ekstra, bukan malah dibiarkan begitu saja hingga hanya bisa mengharapkan keadilan sambil hidup dalam trauma dan ketakutan," ujarnya, Minggu (17/8/2025).
Rizka menegaskan, kepolisian memiliki amanah dan tugas untuk mengayomi masyarakat tanpa pandang bulu.
"Aparat penegak hukum harus segera menuntaskan kasus ini dan menangkap pelaku demi keadilan bagi korban," katanya.
DPC GMNI Tebingtinggi menilai kasus ini menjadi catatan merah bagi jajaran Sat Reskrim Polres Tebingtinggi.
"Kasus ini juga harus menjadi perhatian dan evaluasi serius bagi Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto," ujar Rizka. (Sdy/Sdy)
