Giliran Ir Rico Mananti Sianipar, selaku KPA diperiksa sebagai saksi mahkota di Pengadian Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Giliran Ir Rico Menanti Sianipar, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dihadirkan tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera (Kejati Sumut ) dimotori Dr Hendri Sipahutar sebagai saksi mahkota (terdakwa berkas terpisah), Jumat (29/11/2024) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.
Yakni sidang lanjutan perkara korupsi senilai Rp4,9 miliar lebih, terkait pekerjaan Peningkatan Kapasitas Jalan Provinsi Ruas Parsoburan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) - Batas Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) Tahun Anggaran (TA) 2021.
Rico Menanti Sianipar bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provsu Ir Bambang Pardede MEng, selaku Pengguna Anggaran (PA).
Terdakwa anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2019 - 2024 Jubel Tambunan disebut sebagai pengendali proyek peningkatan kapasitas jalan provinsi.
Serta rekanan Akbar Jainuddin Tanjung ST, sebagai Direktur PT Eratama Putra Prakarsa (EPP), masing-masing berkas terpisah.
Menurut Rico Menanti Sianipar, PT EPP tidak layak diumumkan sebagai pemenang tender. Di tahap awal atau perencanaan, pelaksanaan pekerjaan hingga pencairan dana kepada rekanan PT EPP ditemukan sejumlah penyimpangan.
“Seharusnya, PT Eratama Putra Prakarsa (EPP) tidak layak sebagai pemenang tender Yang Mulia. Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (pokja ULP) juga ada mendapatkan sanggahan dan pengaduan dari rekanan lainnya,” kata saksi di hadapan majelis hakim diketuai Lucas Sahabat Duha.
Riak-riak tersebut juga telah dilaporkannya kepada terdakwa Bambang Pardede selaku PA juga Kadis BMBK. Peserta lelang lainnya menurut Bambang Pardede, layak dikalahkan karena gugur di tahapan verifikasi. PT Jonathan misalnya, dikalahkan Pokja ULP karena memiliki dua domisili kantor berbeda.
“Apa cukup karena itu alasan PT Jonathan dikalahkan? Bukan kan?” cecar hakim ketua. Saksi pun menimpali, telah melaporkan adanya keberatan sejumlah rekanan peserta lelang dan pengaduan ke Inspektorat Provinsi Sumut.
Namun dia diperintahkan terdakwa Bambang Pardede agar melanjutkan pekerjaan sesuai dengan skedul yang telah ditetapkan.
Di bagian lain saksi menerangkan, saat ke ruangan kerja Bambang Pardede, dia juga bertemu dengan terdakwa anggota dewan Jubel Tambunan dan terdakwa Akbar Jainuddin Tanjung. “Kata pak PA (Bambang Pardede), pak Jubel nantinya yang mengerjakan proyek itu dan Akbar Jainuddin merupakan orangnya pak Jubel Tambunan,” terangnya.
Karena PT EPP tidak memiliki fasilitas Asphalt Mixing Plant (AMP), saksi ada menyarankan agar PT EPP bekerjasama dengan perusahaan di sekitar lokasi proyek yang memiliki AMP misalnya di Parsoburan, Kabupaten Toba guna menghindarkan hal-hal tak diinginkan di kemudian hari.
Ingub
Di bagian lain Lucas Sahabat Duha menanyakan tentang adanya Instruksi Gubernur (Ingub) Sumut tertanggal 3 Mei 2021, setelah penandatanganan kontrak dengan PT EPP. Isinya menyatakan tender gagal dan memerintahkan terdakwa Bambang Pardede selaku kadis agar memutus kontrak dengan PT EPP.
“Hal itu sudah saya sampaikan ke pak Bambang dengan surat tertanggal 25 Mei 2021 untuk meminta petunjuk. Sebab mengacu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berwenang memutus kontrak adalah pak Bambang selaku PA.
Sementara lewat surat tertanggal 25 Mei 2021 PA telah menjawab Ingub itu. Lanjut aja sesuai skedul yang telah ditetapkan. Kalau nanti ada masalah korupsi, Saya tanggung jawab,” kata saksi menirukan ucapan Bambang Pardede.
Manual
Tak sampai di situ. Rico Menanti Sianipar menerangkan sempat mengusir orang yang bertanggung jawab di lapangan dari PT EPP bernama Ferdinan Parapat. Sebab dalam kontrak, pengaspalan menggunakan alat seperti molen dan readymix. Namun di lapangan dikerjakan secara manual.
Orang PT EPP yang bertanggung jawab di lapangan tidak sesuai dengan struktur sebagaimana dituangkan dalam kontrak. Matrial juga tidak sesuai kontrak. “Orang bernama Sutardi sulit diarahkan. Dua kali Saya usir dari lapangan Yang Mulia. Pak Jubel sempat menugaskan orang yang berkompeten bernama Suherman sebagai General Superintendent (GS) tapi gak bekerja full,” terangnya.
Denda
Saksi menambahkan, pernah mengusulkan kepada Bambang Pardede agar PT EPP dikenakan sanksi denda penuh atas keterlambatan menyelesaikan pekerjaan. Pekerjaan seharusnya berakhir 12 Oktober 2021 namun progresnya sekitar 80-an persen dan pembayaran telah dilakukan sebesar 100 persen, Desember 2021.
.
Namun terdakwa Bambang Pardede, Jubel Tambunan dan Akbar Jainuddin Tanjung meminta agar jangan dikenakan sanksi denda maksimal. Telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Audit pertama ditemukan penyimpangan sebesar Rp3,1 miliar. Namun audit kedua Mei 2022 menjadi Rp2,2 miliar.
Bantah
Saat dikonfrontir, terdakwa Jubel Tambunan membantah hadir saat penandatanganan kontrak di ruangan Bambang Pardede. Pernah ada di ruangan tersebut namun bukan untuk urusan proyek, melainkan silaturahmi.
Terdakwa Bambang Pardede juga membantah ada menyuruh saksi tandatangan kontrak meski ada pemeriksaan oleh Inspektorat. Demikian juga mengenai ada menyuruh tetap bayar pekerjaan 100 persen karena itu wewenang PPK. “Gak ada hubungannya dengan PA,” tegas Bambang Pardede.
Sebaliknya, Rico Menanti Sianipar mengatakan, tetap pada keterangannya. Sidang pun dilanjutkan pekan depan. (ROBERTS)