Intruksi Presiden Untuk Penyelesaian Kasus Sengketa Tanah Di Sumut Untungkan Oknum

Sebarkan:

Lahan Eks Perkebunan PTPN2 di Kuasai Mafia Tanah 
DELISERDANG | Kasus Sengketa Tanah yang melibatkan perusahaan BUMN ataupun Swasta dengan Masyarakat di sejumlah wilayah di Sumatera Utara hingga kini tak ada juga penyelesaian. Meski Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sudah menginstruksikan untuk diselesaikan dengan cepat agar tidak menimbulkan gejolak dan gesekan yang berlarut larut. Tapi faktanya hanya menguntungkan segelintir oknum.

Persoalan sengketa tanah antara masyarakat dengan perusahaan ini sudah terjadi selama puluhan tahun. Dan pada prakteknya sebagian besar lahan yang menjadi objek sengketa dikuasai oknum oknum pengusaha, instansi tertentu bahkan orang yang diduga bagian dari mafia tanah.

Hal ini disampaikan penggiat Anti Korupsi Sumatera Utara Indra Syahdan SH pada metro-Online.co Minggu 6/6/2023. Masyarakat hingga kini hanya menjadi bemper dalam sengketa tanah yang terjadi. Baik itu lahan eks BUMN maupun Lahan HGU Perusahaan swasta.

" Pada kenyataannya terjadi penguasaan lahan lahan yang bersengketa dengan masyarakat itu mayoritas dikuasai pengusaha dan oknum oknum yang kita duga bagian dari mafia tanah yang dituding masyarakat selama ini, Intruksi Presiden tentang tanah untuk rakyat itu tidak jalan sebagaimana harapannya, " sebut Syahdan SH.

Disebutkannya sebagai contoh tak terealisasinya ketentuan hukum dalam putusan pembahasan sebagaiman mestinya itu adalah hasil risalah Panitia B Plus yang menangani sengketa tanah dan pengelolaan tanah Eks HGU PTPN2 seluas 5.873,06 Hektar tertuang dalam putusan Gubernur Sumatera Utara nomor 188.44/431/KPTS/2021 tentang penetapan daftar nominatif kepada penerima hak yang dikeluarkan dari HGU atas usulan Instansi Pemerintah maupun kelompok masyarakat. 

" Dari penerbitan daftar nominatif saja sudah diduga ada pelanggaran dan peran oknum tertentu disana. Pasalnya objek yang menguasai lahan mayoritas itu pengusaha. Masyarakat yang awalnya bermohon menggarap tanah untuk tempat tinggal dan lahan pertanian untuk mendongkrak ekonomi atau ketahanan pangan ternyata tidak terjadi. Melainkan yang terjadi itu lahan dikuasai oleh pengusaha developer property dan usaha pribadi lainnya," jelas Syahdan.

Syahdan merasa miris dengan kinerja Pemprov Sumut dalam penyelesaian permasalahan tanah di Sumatera Utara ini yang condong berpihak pada pengusaha dari pada masyarakat. Masyarakat diabaikan karena dianggap tidak mampu membayar Nominatif atau Surat Perintah Setor ( SPS) yang dibuat oleh tim KJPP dan Apresial berdasarkan NJOP yang dibuat. Hingga permohonan masyarakat untuk mendapatkan pembebasan lahan atau dapat memiliki sertifikat hak milik atas lahan yang mereka kelola atau tempati hingga kini banyak yang masih terganjal.

" Terlalu ngeri kalau kita jabarkan. Kita takut untuk menuding kalau mafia tanah itu sudah merambah kedalam instansi terkait. Namun pada kenyataannya yang terjadi saat ini seperti itu. Siapa yang diuntungkan dalam hal ini adalah oknum instansi terkait. Kita simpulkan kalau hingga saat ini permasalahan sengketa lahan di Sumut hanya jalan ditempat. Bahkan Gubernur Sumut  Edy Rahmayadi sendiri sepertinya enggan terlibat dalam hal ini,"  ucapnya.

Sementara itu, dari sejumlah permasalahan sengketa tanah yang saat ini terjadi ada di Kabupaten Deliserdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Binjai dan Kabupaten Langkat dan daerah lainnya.( Wan)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini