LANGKAT | Proyek pembuatan tanggul di daerah perkebunan kelapa sawit tepatnya di Dusun I Desa Cempa, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat ditengarai sarat korupsi.
Pembuatan tanggul dengan lebar atas tanggul 1,5 meter, tinggi 1,5 meter dan panjang 500 meter dengan sumber dana desa (DD) T.A 2023 menelan biaya sebesar Rp 199 juta lebih.
"Proyek tanggul ini dikerjakan secara manual dengan jumlah pekerja 40 orang selama tiga hari, dan menggunakan satu unit escavator selama tujuh hari," kata TKP, Alfian bersama Kepala Desa Cempa, M. Saed, didampingi Ketua RT, Ilias.
Disinggung berapa biaya atau upah pekerja manual selama tiga hari. Berapa biaya escavator selama tujuh hari, oknum Kades, sepertinya enggan menjawab.
Bahkan tanggul ada yang tingginya 1,7 meter di beberapa titik. "Kami sudah maksimal melakukan pengawasan pekerjaan proyek itu," kata TPK (Tim Pelaksana proyek), Alfian, diamini sang Kades.
Ditanya lagi, apakah di dalam RAP (Rencana Anggaran Pengerjaan) proyek itu dilaksanakan dengan tenaga manual atau escavator ? Oknum Kades dan TPK sepertinya enggan menjawab.
Pantauan Metro Online, Selasa (16/05/2023), tanggul yang di bangun diduga tak sesuai RAP. Lebar tanggul hanya 1,30 meter di beberapa titik di sepanjang tanggul.
Selain itu, permukaan atas tanggul retak-retak di beberapa titik jalan tanggul, dan jika terjadi musim hujan material tanah permukaan tanggul dikuatirkan akan abrasi, bahkan tidak tertutup kemungkinan tanah permukaan tanggul akan ambruk, sesuai pantauan lapangan.
Menurut salah seorang warga Desa Cempa, yang namanya minta tidak ditulis, itu mengatakan, bangunan tanggul terkesan asal jadi sehingga patut diduga ada penyelewengan dana anggaran alias korupsi dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Dikatakan, selain rendahnya kualitas proyek/tanggul, juga anggaran dana yang dialokasikan untuk proyek itu cukup fantastis yakni sebesar Rp 199 juta lebih.
" Warga curiga, anggaran dana yang digunakan untuk membangun tanggul tersebut terlalu besar, sementara escavator diperkirakan hanya tujuh hari saja bekerja," ungkapnya.
Kalaupun ada tenaga manual 40 orang yang dipakai selama tiga hari x Rp 100 ribu/per orang/per hari x 3 hari, totalnya baru sekira Rp 12 juta. Escavator 7 hari kerja x Rp 5 juta/per hari baru Rp 35 juta, kalau ditotal baru Rp 47 juta. Kalau pun ditambah pajak PPN/PPH, Pembuatan RAP, jasa Konsultan, TPK dan lainnya paling habis sekira Rp 100 juta, lalu sisanya kemanan ?? ujar warga dengan nada tanya.
Kades Cempa, M. Saed didampingi TPK, Alfian dan salah seorang RT, Ilias mengatakan, proyek tanggul dibangun dengan volume, tinggi tanggul mencapai 1,5 meter, lebar atas 1,5 meter dan panjang 500 meter, ujarnya saat dikonfirmasi wartawan, termasuk Metro Online, Selasa (16/05/2023) di Kantor Desa Cempa.
Dalam pemberian keterangan, oknum Kades berlagak seperti ahli hukum. Pasalnya, saat ditanya berapa anggaran dana yang dikeluarkan untuk membayar upah pekerja manual selama tiga hari, dan uang untuk membayar satu unit escavator selama tujuh hari bekerja, ia berkata, kalian mau konfirmasi kan, kami tidak akan memberitahukan berapa anggaran untuk itu, kalian bukan penyidik, sehingga bertanya sedetail itu, kalian bukan penyidik, ucap oknum Kades itu lagi.
Nampaknya, oknum Kades itu baru akan memberi keterangan yang se benarnya kalau aparat hukum atau penyidik yang meminta keterangan darinya. Mudah-mudahan berita ini ditanggapi oleh aparat hukum dengan secepatnya turun meninjau proyek, ujar warga tadi menanggapi jawaban oknum Kades itu.(m/lkt1)