Hakim Heran, Kok Bisa Saksi Notaris Terbitkan Personal Garansi Tanpa Konfirmasi dengan Mujianto?

Sebarkan:

 



Notaris berparas jelita Elviera dan lainnya saat didengarkan keterangan sebagai saksi. (MOL/ROBS)



MEDAN | Majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan dalam sidang lanjutan perkara korupsi beraroma kredit macet Rp39,5 atas nama Mujianto, Rabu (28/9/2022) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan beberapa saat tampak keheranan atas keterangan notaris berwajah jelita, Elviera sebagai saksi.


Sebab menurut Elviera (terdakwa berkas penuntutan terpisah-red), sejumlah akte yang diterbitkannya tanpa konfirmasi dengan para pihak termasuk kepada terdakwa, selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR).


Di antaranya, penerbitan Personal Garansi( PG) dari Mujianto kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi( KAYA) Canakya Suman (juga berkas terpisah).


"Kok bisa saudara buat konsepnya (PG) dari terdakwa Mujianto ke Canakya Suman tanpa dikonfirmasi ke para pihak sebelum aktanya diteken?" cecar hakim anggota Eliwarti.


Saksi pun menimpali bajwa dia percaya begitu saja dengan konsep akta PG yang dibuat pihak bank yang menjadi mitra kerjanya. "Sebagai mitra kerja Saya waktu itu percaya saja dengan konsep yang disodorkan bank Yang Mulia," timpalnya.


Saat dicecar kembali apakah hal itu merupakan kelaziman bagi saksi yang berprofesi sebagai notaris,  Elviera pun tertunduk dan menyatakan tidak lazim


Fakta menarik lainnya terungkap di persidangan. Hakim Ketua Immanuel juga mempertanyakan keberadaan PG yang dibuat Elviera dari Murni dan Julius yang juga istri dan ayah Canakya Suman kepada Canakya Suman.


Tetapi isi PG tersebut sama sekali tidak ada menjelaskan objek jaminan, tanah atau barang sebagai jaminan. "Bagaimana kita minta pertanggungjawaban penjamin seandainya debitur gagal bayar," ujar Immanuel didampingi hakim anggota Rurita Ningrum.


Begitu juga dengan Covernote (Surat Keterangan dokumen dalam proses-red), saksi yang memberikan tenggang waktu  6 bulan bagi debitur (Canakya Suman) untuk melakukan Balik Nama dari PT ACR ke PT KAYA yang tidak direalisasikan Canakya, walau ada perpanjangan waktu. 


Setahu bagaimana, Covernote tersebut dijadikan pedoman awal pencairan kredit kepada Canakya untuk membangun perumahan Takapuna Residence. 


"Kenapa saksi selaku notaris tidak mempertanyakan sudah 6 bulan berlalu balik nama Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) juga tidak dilaksanakan debitur," tegasnya.


Sementara menurut saksi lainnya, Jhoni Yusran selaku pihak bank secara lisan sudah mengutus stafnya menemui notaris Elviera untuk mempertanyakan hal itu. 'Seingat Saya  secara lisan sudah mempertanyakannya pak hakim," ujar Jhoni Yusran


Tapi keterangan Jhonni itu dibantah Notaris Elviera. "Itu tidak benar Yang Mulia," timpal Elviera. Hakim ketua pun melanjutkan persidangan pekan depan untuk mendengar keterangan saksi ahli yang diajukan JPU.


PPJB


Dalam dakwaan JPU dari Kejati Sumut dimotori Isnayanda menguraikan, Mujianto selaku Direktur PT ACR telah melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas SHGB dengan total luas 103.448 M2 yang berlokasi di Jalan Kapten Sumarsono, Komplek Graha Metropolitian, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.


Dari lahan itu, tertanggal 27 Januari 2011 terdakwa mengalihkan 13.860 M2 di antaranya kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman dengan harga Rp45 miliar dengan PPJB di bawah tangan atas SHGB No 1422 untuk pembangunan sebanyak 151 rumah di Takapuna Residence. 


Karena SHGB-nya masih dijadikan agunan di Bank Sumut Cabang Tembung, maka menjadi kewajiban Direktur PT KAYA untuk melunasinya. Sedangkan uang muka yang diberikan Canakya Suman baru Rp6,7 miliar. Sehingga SHGB No 1422 dipecah menjadi SHGB 402. 


Terdakwa Mujianto pun memperpanjang pinjaman ke Bank Sumut Cabang Tembung sebesar Rp23,9 miliar karena Canakya Suman tidak mampu melunasi kewajibannya. 


Hingga akhirnya, Canakya Suman mengambil 'jalan pintas'. Melalui kerabatnya bernama Dayan Sutomo, di tahun 2013 dia diperkenalkan dengan Ferry Sonefille, ketika itu sebagai Pimpinan Cabang di salah satu bank plat merah di Medan.


SHGB dari PT ACR tersebut kemudian dijadikan Canakya Suman sebagai agunan untuk pinjaman Rp39,5 miliar disebut-sebut tidak sesuai lazimnya di dunia perbankan. Begitupun, Canakya berujung dengan kredit macet. Sekitar Rp14 miliar lebih belum mampu dibayarkannya ke bank. (ROBS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini