Dilaporkan Sekda Samosir Nonaktif ke Kejati Sumut, Ini Kata Rapidin Simbolon

Sebarkan:

 



Rapidin Simbolon, dokumen nota dinas Jabiat Sagala dan tim pengacaranya saat menyerahkan laporan pengaduan lewat PTSP Kejati Sumut. (MOL/Ist)



MEDAN | Mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon, Rabu (31/8/2022) akhirnya angkat bicara seputar adanya laporan pengaduan kasus dugaan korupsi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Samosir nonaktif Jabiat Sagala melalui tim pengacaranya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut terhadap dirinya (terlapor-red).


"Yang pertama, Saya meragukan kemampuan analisis hukum dari tim pengacara maupun pelapor Sekda Samosir nonaktif Jabiat Sagala," katanya.


Mengenai kasus ini, lanjutnya, dia juga sudah di-BAP oleh penyidik di Kejati Sumut serta sudah memberikan kesaksian secara virtual melalui sambungan zoom dalam sidang perkara korupsi penggunaan dana percepatan penanggulan Covid dengan terdakwa Jabiat Sagala di Pengadilan Tipikor Medan beberapa waktu lalu.


"Apa permasalahan dia (Jabiat Sagala melaporkan Saya ke Kejati? Salah itu," timpalnya ketika ditanya soal salah satu alasan Jabiat Sagala melalui tim pengacaranya melaporkannya adalah kekeliruan dirinya sebagai bupati ketika itu mengambil kebijakan status siaga darurat. Karena belum saatnya menyusul belum ada warga Kabupaten Samosir yang terpapar positif Covid-19. 


Kedua, imbuh Rapidin, kebijakan itu merupakan perintah dari Gubernur tertanggal 16 Maret 2020 yang sudah menetapkan Status Siaga Darurat. 


Jadi kapasitas Jabiat Sagala selain selaku Sekda ketika itu, juga sebagai Ketua Gugus Tugas sejak tanggal 15 Maret hingga 31 Maret 2020 melalui SK Bupati Samosir Nomor 89 Tahun 2020.


"Kemudian datang lagi perintah pak Presiden melalui Keppres No 99 Tahun 2020, sesuai dengan Permendagri Nomor 7 Tahun 2020 tanggal 13 Maret 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Selanjutnya ada perubahan, bukan sekda lagi yang menjadi Ketua Gugus Tugas, melainkan bupati," terangnya.


Sepengetahuan bupati Samosir 2016 hingga 2020 itu, indikasi tindak pidana korupsi yang menjerat pelapor adalah periode 15 Maret hingga 31 Maret 2020, Jabiat Sagala selaku Ketua Gugus Tugas di Kabupaten Samosir.


"Selain itu sekda juga sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) waktu itu menyurati Saya (nota dinas) meminta persetujuan mencairkan dana dari Biaya Tak Terduga Penanggulangan Bencana Non Alam (BTT PBNA) dalam Percepatan Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat dan ada rincian kegiatannya. 


Saya juga kan harus hati-hati. Saya buat disposisi prinsipnya setuju agar ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (ada dokumen fotonya)," urai Rapidin Simbolon yang juga Ketua DPD PDIP Sumut itu.




Dokumen nota dinas pelapor Jabiat Sagala kepada mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon. (MOL/Ist)



Itu makanya di awal, tegas Rapidin Simbolon kembali, bahwa dia meragukan kemampuan analisis hukum dari tim pengacara maupun Sekda Samosir nonaktif Jabiat Sagala melaporkannya Kejati Sumut.


"Sebab secara teknis dia (Jabiat Sagala) di periode dimaksud yang bertanggungjawab bila ada masalah. Masa' pula ditimpakan ke Saya?" pungkasnya.


Secara terpisah Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan saat dikonfirmasi, Rabu menjelang siang tadi membenarkan adanya laporan dimaksud.


"Benar. Petugas di Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSP) Kejati Sumut ada menerima laporan dimaksud," kata Yos.


Dilaporkan


Sementara santer diberitakan sebelumnya, Jabiat Sagala melalui tim pengacaranya melaporkan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon ke Kejati Sumut Selasa (30/8/2022) siang. 


Rapidin Simbolon dilaporkan dalam indikasi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat Tahun 2020 dengan pagu sebesar Rp1.880.621.425.


Jabiat Sagala melalui Tim kuasa hukumnya, Parulian Siregar SH MH dan Hutur Irvan V Pandiangan SH MH dalam Kantor Hukum Vantas & Rekan seusai melaporkan ke PTSP di Kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution Medan.


Menurut tim pengacara Jabiat Sagala, dasar laporan mereka adalah ketidakadilan kliennya harus 'ditumbalkan' oleh Rapidin Simbolon hingga divonid 1 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, 18 Agustus 2022 lalu dan saat ini masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi (PT) Medan.


"Klien kami sangat keberatan kenapa hanya dia (Jabiat Sagala) saja yang menjadi tersangka dan diadili menjadi terdakwa, padahal kebijakan status Siaga Darurat Covid-19 itu adalah kewenangan mutlak bupati," tegas Parulian.


Dijelaskan Parulian, dalam dakwaan jelas menyebutkan perkara ini merupakan kebijakan yang salah, karena status siaga darurat itu memang belum saatnya dilakukan sebab belum ada warga Kabupaten Samosir yang terpapar positif Covid-19. 


"Ini kan jelas kewenangan Bupati Samosir Rapidin Simbolon pada saat itu sebagai kepala daerah dan klien kami patuh menjalan instruksi bupati, nah jadi kenapa bupati malah tidak menjadi tersangka dan berujung ke klien kami, kan sama saja namanya ini ditumbalkan," tegas Parulian.


Ia membeberkan, dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang dialihkan menjadi dana penanganan COVID-19 itu sangat mutlak ada pada kewenangan bupati.


"Jadi unfair kan, sangat tidak fair kan kenapa hanya Sekda, jadi ini yang menjadi dasar kita laporkan karena klien kita tidak mendapatkan keadilan di sini," beber Parulian. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini