BREAKING NEWS! Korupsi Berbau Kredit Macet Rp39,5 M dan TPPU, Konglomerat Mujianto Jalani Sidang Perdana

Sebarkan:




JPU saat membacakan dakwaan terdakwa Mujianto (kanan) yang dihadirkan secara vicon. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Oknum konglomerat sukses asal Kota Medan Mujianto secara video teleconference (vicon), Rabu (3/8/2022) menjalani sidang perdana di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan.


Terdakwa selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) dijerat tindak pidana korupsi berbau kredit macet di salah satu bank plat merah sebesar Rp39,5 miliar dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).


Tim JPU pada Kejati Sumut Resky Pradhana dalam dakwaan menguraikan, tertanggal 27 Januari 2011 Mujianto  bersama saksi Agus Salim selaku Direktur PT Mestika Mandala Perdana telah melakukan  Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).


Yakni atas Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1422 dengan total tanah seluas 103.448 M2 yang berlokasi di Jalan Sumarsono Komplek Graha Metropolitan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.


Kemudian dari lahan seluas 103.448 M2 dimaksud, terdakwa mengalihkan seluas 13.860 M2 kepada Canakya Suman (berkas penuntutan terpisah) selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA), berdasarkan PPJB di bawah tangan tertanggal 28 November 2011 senilai Rp45.045.000.000.


Menurut rencana di lahan seluas 13.860 M2 tersebut akan dibangun Canakya Suman Komplek Takapuna Residence sebanyak 151 unit rumah. Secara bertahap November hingga Desember 2011 Canakya telah memberikan uang muka atau down payment (DP) sebesar Rp6.756.750.000 kepada terdakwa.


Karena telah terjadi jual beli di bawah tangan, maka SHGB (induk) Nomor 1422 kemudian dipecah menjadi SHGB Nomor 402 atas nama PT ACR seluas 16.306 M2 yang kemudian dipecah persil lagi menjadi 151 SHGB juga atas nama PT ACR.


Namun setahu bagaimana rekan bisnisnya Canakya Suman tidak mampu melunasi pembelian lahan sekaligus tidak bisa melaksanakan pembangunan Komplek Takapuna Residence alias mangkrak, maka terdakwa Mujianto mengagunkan lahan seluas 16.306 M2 yang masuk pada SHGB (induk) ke PT Bank Sumut Cabang Tembung.


Terdakwa Mujianto pun mendapatkan kredit sebesar Rp35 miliar tertanggal 2 Maret 2012 yang jatuh tempo pada tanggal 3 Maret 2013. Namun pelunasannya dibebankan kepada Canakya Suman. 


Artinya, dari kacamata JPU, terdakwa Mujianto yang menikmati fasilitas kredit dari PT Bank Sumut atas penjualan lahan seluas 13.860 M2 kepada Canakya Suman tersebut.


Sementara di sisi lain, Canakya Suman lagi-lagi tidak mampu melunasi pembelian lahan padahal pinjaman terdakwa Mujianto ke PT Bank Sumut mendekati jatuh tempo. 


Terdakwa Mujianto kemudian memperpanjang / memperbaharui kredit rekening koran selama satu tahun lagi pada PT Bank Sumut sebesar Rp23.900.000.000  tertanggal 28 Maret 2013 yang jatuh tempo pada 3 Maret 2014, merupakan sisa tunggakan kredit di tahun 2012 lalu dan pelunasannya tetap dibebankan kepada Canakya Suman.


Lobi


Rekan bisnis terdakwa, Canakya ternyata tidak kehabisan akal. Dia pun melobi Dayan Sutomo ketika itu menjabat selaku Ketua Komite UMKM pada Kamar Dagang (Kadin) Provinsi Sumut. Benar saja, Canakya Suman bisa dipertemukan dengan Ferry Sonefille (masih berstatus tersangka), selaku Branch Manager alias Pimpinan Cabang di salah satu bank plat merah di Medan.


Canakya kemudian mengutarakan maksudnya agar bisa dibantu dalam pencairan permohonan kredit untuk pembiayaan pembangunan 151 unit rumah pada Komplek Takapuna Residence, namun tanpa melampirkan Rencana Anggaran Belanja (RAB) pekerjaan dan tanpa menyebutkan besaran nilai kredit yang dibutuhkannya.


Ferry Sonefille, ketiga staf lainnya (masih berstatus tersangka), Canakya Suman dan oknum notaris Elviera (masih menjalani persidangan juga di Pengadilan Tipikor Medan-red) memang ada membahas soal permohonan pengajuan kredit pembangunan Komplek Takapuna Residence.


Padahal yang diagunkan Canakya sebanyak 79 SHGB Asli merupakan bagian dari 93 SHGB, masih atas nama PT ACR dan menjadi agunan di PT Bank Sumut.

 

Rekomendasi


Walaupun dengan bermodalkan keterangan masih dalam proses alias covernote dari notaris Elviera, Ferry Sonefille tertanggal 28 Februari 2014 kemudian merekomendasi permohonan pinjaman Canakya Suman ke pimpinannya di Kantor Pusat. Belum 1 SHGB pun dibaliknamakan antara terdakwa Mujianto ke Canakya Suman sebagai debitur.


Selanjutnya Canakya bersama Ferry Sonefille tetap menandatangani Perjanjian Kredit Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014 yaitu pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Konstruksi Kredit Yasa Griya dengan dengan debitur Canakya Suman.


Klimaksnya, tertanggal 3 Maret 2014 bank di Kantor Pusat juga menyetujui permohonan pencairan kredit sebesar Rp39,5 miliar. Belakangan menurut dakwaan JPU, berakhir dengan kredit macet yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.


Berlapis


Mujianto dijerat dengan dakwaan berlapis. Kesatu primair, Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.


Subsidair, Pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 


Atau kedua primair pertama, Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHPidana dan kedua, Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.


Subsidair pertama, Pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHPidana dan kedua, Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. 


Majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan didampingi anggota Eliwarti dan Rurita Ningrum pun melanjutkan persidangan pekan depan dengan agenda penyampaian nota keberatan (eksepsi) dari terdakwa maupun tim penasihat hukumnya (PH). (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini