Kisah Unik Makam Batu Naiulak Roha Boru Manurung di Tepi Danau Toba

Sebarkan:

Makam Batu Naiulak Roha Boru Manurung, di Desa Sionggang Selatan, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. (Foto : AP)

TOBA
| Kawasan Danau Toba memang dikenal dengan keindahan panorama alamnya. Selain itu, beragam kearifan lokal dan histori-histori kultural tersaji di sini. Oleh karena itulah, banyak para wisatawan lokal maupun mancanegara datang untuk mengecap pesona Danau Toba.

Diketahui, Danau Toba adalah suatu keajaiban alam yang sangat menakjubkan dan diperkirakan terbentuk dari letusan gunung api atau disebut gunung Toba, yang terjadi sekitar 74.000 tahun lalu.

Danau Toba ini mempunyai ukuran panjang 100 kilo meter dan lebar 30 kilo meter dan merupakan salah satu danau terbesar di dunia.

Nah, salah satu kisah yang menarik di tepian danau Toba yang dapat dijadikan sebagai tempat wisata, sebuah makam atau kuburan terbuat dari batu besar. Namanya batu Naiulak Roha Boru Manurung, yang letaknya sekira 150 meter dari tepian Danau Toba, Pangalaoan Ail, Desa Sionggang Selatan, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara.

Menurut salah satu turunan marga Manurung di desa tersebut, Luhut Manurung, mengisahkan makam Nai Ulak Roha Boru Manurung ini yang konon pada jaman dahulu (tidak tahu tahun berapa) adalah seorang anak perempuan yang datang ke Huta (kampung) mereka bernama Naiulak Roha Boru Manurung yang dibesarkan oleh Oppung (nenek moyang) dari Luhut Manurung, kala itu dijadikan anak angkat bukan anak kandung turunan marga Manurung di desa tersebut.

"Iya, Namboru (Bibi) kami ini dulunya hidup sebatang kara sepeninggal Oppung kami. Tidak mempunyai saudara laki-laki atau perempuan. Dan, Namboru ini juga pernah berumah tangga dengan seorang pria yang hingga saat ini kami belum mengetahui entah marga apa," sebut Luhut Manurung, saat dikonfirmasi perihal makam batu itu, Kamis (28/7/2022).

Lanjut Luhut mengisahkan, bahwa arungan rumah tangga Naiulak Roha Boru Manurung, kandas di tengah lautan oleh sebab tidak jua mempunyai keturunan dan berakhir ditinggal pergi si suami yang hingga saat ini tidak tahu kemana rimbanya. Di zaman itu, suku Batak kurang menghargai seseorang itu apabila tidak mempunyai keturunan apalagi tidak mempunyai suami.

Hiduplah Naiulak Roha Boru Manurung sebatang kara. Dan pada saat ditinggal pergi suami, ia sering meratapi nasibnya di atas batu raksasa yang tidak jauh dari rumahnya sembari memandang luas indahnya Danau Toba.

Semilir angin sepoi-sepoi di senja hari, ayunkan beberapa helai rambut panjang Naiulak Roha Boru Manurung, disertai kicauan burung kutilang, seakan mengerti seberapa besar gundah gulana hatinya. Dengan posisi duduk memeluk lutut mengarah ke ufuk barat, ia sesekali mendongakkan kepalanya ke langit yang ditutupi awan tebal.

Hingga suatu ketika, Naiulak Roha Boru Manurung berniat untuk membuat batu raksasa tempat ia meratapi nasibnya tersebut menjadi makamnya apabila ia telah menemui ajalnya kelak sebagai pertanda dirinya ada. Akan tetapi, mungkinkah batu raksasa tersebut dapat dipahat oleh seorang wanita ujur? 


Di suatu waktu, timbullah akal atau ide Naiulak Roha Boru Manurung. Ia memanggil beberapa Paramannya (keponakan, anak dari Marga Manurung di kampung tersebut) untuk datang ke rumahnya dan dijamu makan bersama tentunya dengan lauk yang enak. Setelah selesai makan, Naiulak Roha Boru Manurung mengatakan sesuatu kepada mereka (ponakan).

"Ada yang mau saya sampaikan sama kalian," kata Naiulak Roha Boru Manurung.

"Apa itu Namboru?" Tanya Paramannya.

Sembari memperlihatkan suatu benda yang telah dibalut dengan kain merah, dan meletakkannya di Salean atau rak yang dipasang di atas perapian, Naiulak Roha Boru Manurung mengatakan akan memberikan benda tersebut jika permintaannya dituruti.

"Yang dibalut kain merah di Salean tersebut adalah emas. Semua itu akan menjadi milik kalian! Dengan satu syarat," kata Naiulak Roha Boru Manurung dengan nada tegas.

"Syaratnya apa Namboru?" Tanya salah satu Ponakannya dengan penasaran.

"Aku kan sudah tua, mungkin ajal ku sudah dekat. Batu besar yang di bawah sana, kalian korek atau pahatlah sebagai makam saya nantinya. Itulah syaratnya. Tetapi, harus selesai dulu dikerjakan baru kalian dapat mengambil balutan atau bungkusan yang di Salean itu. Itulah upah kalian," ucapnya meyakinkan ponakannya.

Mendengar itu, Ponakannya setuju dan mulai mengorek batu besar itu.

Seiring waktu berjalan, batu besar itu sudah selesai dikerjakan. Akan tetapi penutup makam tersebut belum selesai, Naiulak Roha Boru Manurung sudah meninggal duluan. Kemudian Naiulak Roha Boru Manurung tetap dimakamkan di dalam batu besar tersebut. 

Usai Naiulak Roha Boru Manurung dimakamkan, para ponakannya yang mengerjakan batu tersebut mendatangi rumah Naiulak Roha Boru Manurung untuk mengambil balutan kain merah yang berisikan emas sesuai dengan janjinya.

Setelah dibuka, balutan kain merah tersebut ternyata berisikan hanya batu yang tidak berarti. Para ponakannya ini sangat merasa kecewa atas perbuatan Namborunya. Namun, apalah hendak dikata, Naiulak Roha Boru Manurung sudah meninggal. Mereka hanya bisa berpasrah diri.

Makam Naiulak Roha Boru Manurung ini, dilengkapi dengan penutup juga terbuat dari batu berbentuk rumah adat Batak Toba.

Begitulah kisah makam Batu Naiulak Roha Boru Manurung, versi Luhut Manurung.

Letak batu unik ini sangat strategis, selain menambah histori keindahan Danau Toba, batu ini juga dekat dengan air terjun Situmurun. Sebagai akses menuju kesana, dapat melalui jalur darat dan jalur Danau, membutuhkan waktu sekitar satu jam dari kota Parapat, Kabupaten Simalungun, satu setengah jam dari Kota Balige.

Penulis : Olo Messi Sirait

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini