Begini Aturan Baru Pengeras Suara Masjid di Indonesia

Sebarkan:

 

Ilustrasi pengeras suara masjid

PADANGSIDIMPUAN | Aturan pengeras suara di masjid dan musala yang sudah berumur 44 tahun diperbaharui. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan surat edaran (SE) pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala yang terbaru di Jakarta,  (21/2). Aturan ini diantaranya untuk meningkatkan ketentraman.

Seperti diketahui, aturan pengeras suara di masjid dam musala selama ini diatur dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam Kemenag yang terbit 1978 silam. 

Kemudian selanjutnya pada 2018 lalu Kemenag menerbitkan surat edaran pelaksanaan instruksi Dirjen Bimas Islam Kemenag tersebut. Tahun ini aturannya benar-benar diganti dengan peraturan yang lebih tinggi, edaran menteri.

Peraturan resmi dari Kemenag tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara.

Dikutip dari berbagai sumber, Menurut Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang beragam dari segi agama, keyakinan, latar belakang, budaya, dan sebagainya.

Terkait surat edaran tersebut metro-online.co  langsung menjumpai plt Kasi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kantor Kementerian Agama Kota Padangsidimpuan Muhammad Nuh Hasibuan mengatakan,

agar masyarakat jangan salah mengartikan maksud dan tujuan surat edaran tersebut. Dikatakannya surat edaran tersebut bukanlah bentuk larangan tetapi merupakan suatu pedoman bagi ummat Islam dalam menggunakan pengeras suara masjid.

Kemudian kata Nuh, surat edaran tersebut akan di sosialisasikan serta disampaikan kesetiap kelurahan di Kota Padangsidimpuan untuk dimusyawarahkan dan apabila ada masjid yang melanggar aturan dari pedoman tersebut tidak ada sanksi maupun hukumannya, jelas Nuh kepada metro-online.co diruang kerjanya, Rabu (23/2/2022).

Berdasarkan ketentuannya, berikut ini sejumlah pengaturan yang ditetapkan dalam SE Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala:

1. Umum

a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.

b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:

1. Mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian Al Qur’an, salawat atas nabi dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;

2. menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan

3. menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.

2. Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara

a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;

b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;

c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan

d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

3. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara

a. Waktu Salat:

1. Subuh:

a. sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al Qur'an atau salawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b. pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.

2. Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:

a. sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al Qur'an atau salawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan

b. sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.

3. Jum'at:

a. sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau salawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b. penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam

Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.

d. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:

1. Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;

2. Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.

3. pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;

4. takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan

5. Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.

Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:

a. bagus atau tidak sumbang; dan

b. pelafazan secara baik dan benar.

5. Pembinaan dan Pengawasan

a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.

b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.

Demikian aturan tentang pengeras suara masjid atau toa masjid yang dikeluarkan Kementerian Agama. (Syahrul/ST).












Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini