Pertama Kali Perkara Tipikor Tanpa Pidana Denda, Mantan Kades juga Anggota DPRD Samosir Divonis 1 Tahun

Sebarkan:

 


Majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata (atas) menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara tanpa denda kepada terdakwa Bolusson. (MOL/ROBS)



MEDAN | Untuk pertama kali dalam 3 tahun terakhir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, terdakwanya divonis majelis hakim tanpa pidana denda. 


Terdakwa korupsi Bolusson Parungkilon Pasaribu selaku mantan Kepala Desa (Kades) Partungko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Kamis (13/1/2022) di Cakra 2 memang divonis pidana 1 tahun penjara oleh majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata.


Alias lebih ringan 6 bulan dari tuntutan yang diajukan tim JPU dari Kejati Sumut pada persidangan sebelumnya. 


Mantan anggota DPRD Kabupaten 2014-2019 itu juga dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp650 juta. Sama dengan tuntutan JPU.


Dengan ketentuan, setelah sebulan perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila juga tidak mencukupi menutupi kerugian keuangan negara, maka diganti dengan pidana 6 bulan penjara.


Jarihat Simarmata, dalam amar putusannya juga menyatakan sependapat dengan tim penuntut umum. Dari fakta-fakta hukum terungkap di persidangan, terdakwa diyakini tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan primair JPU.


Yakni pidana Pasal 2 ayat (1)  UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHPidana.


Sebaliknya terdakwa diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsidair, Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHPidana.


Yaitu melakukan atau turut serta  dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.


Hanya saja terdakwa tidak dihukum dengan pidana denda. Sedangkan tim penuntut umum sebelumnya memohon agar terdakwa dijatuhi pidana 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta serta membayar UP sebesar Rp650 juta subsidair 9 bulan penjara.


Baik tim JPU maupun penasihat hukum terdakwa sama-sama memiliki selama 7 hari untuk pikir-pikir, apakah menerima atau melakukan upaya hukum banding atas putusan yang baru dibacakan majelis hakim.


APL Hutan Tele


Tim JPU di antaranya Kifli Ramadhan dalam dakwaan menguraikan, berawal dari usulan Mangindar Simbolon selaku mantan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Tobasa pada tahun 1999 lalu kepada Bupati Sahala Tampubolon ketika itu.


Sahala Tampubolon (berkas penuntutan terpisah) kemudian menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 309 Tahun 2002 tanggal 4 September 2002 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (TPPKHT) di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian


Lahan di sekitar Hutan Tele yang merupakan masuk dalam Hutan Negara kemudian diusahakan para warga di Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian kemudian disebutkan masuk dalam Areal Penggunaan Lain (APL), menyusul keluarnya Surat Keputusan (SK) Bupati Tobasa Sahala Tampubolon. 


Yaitu SK Tahun 2013 tentang pemberian izin penggunaan tanah dan permukiman kepada masyarakat untuk  pertanian yang menurut JPU kontroversi karena lahan tersebut masuk dalam Tanah Hutan Lindung dan nonHutan Lindung.


Selanjutnya, Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon (juga berkas penuntutan terpisah) menjadi pengarah dan mantan Kades Bolusson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Bolusson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.


Terdakwa Boluson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap warga yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada TPPKHT. Akibatnya, kerugian keuangan negara disebut-sebut mencapai Rp32,7 miliar. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini