Korupsi Rp2,8 M DAPM Padang Bolak Julu, Pengawas tak Pernah Ditunjukkan Pembukuan Simpan Pinjam

Sebarkan:

 


Para terdakwa dihadirkan secara video teleconference (vicon) di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



MEDAN | Sidang lanjutan perkara korupsi senilai Rp2,8  miliar dengan 3 terdakwa pengurus Unit Pengelola Kegiatan (UPK) serta seorang lainnya dari unsur pengawas Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Kamis petang (13/1/2022) berjalan tidak biasa di Pengadilan Tipikor Medan.


Dua saksi yakni Ahmad Faisal Harahap selaku Sekretaris Badan Pengawas Unit Pengelola Keuangan (BPUPK) dan Nurlon Siregar (Bendahara) yang dihadirkan tim JPU dari Kejari Paluta di Cakra 9 tampak bingung menjawab sejumlah pertanyaan majelis hakim diketuai Bambang Joko Winarno.


"Loh, saudara ini ditunjuk sebagai pengawas pengelola keuangan UPK koq gak tahu apa tupoksinya? Tanya lah pak jaksa," kata Bambang dikarenakan saksi hanya terdiam dengan bahasa tubuh rada gelisah.


Feri Sitanggang didampingi pun Johannes Pasaribu melanjutkan pemeriksaan. Terungkap di persidangan bahwa saksi Ahmad Faisal Harahap sama sekali tidak pernah diperlihatkan pembukuan simpan pinjam oleh ketiga terdakwa pengurus UPK DAPM Kecamatan Padang Bolak Julu.


Baik itu terdakwa Tanti Tarida Harahap (Ketua), Masreni Siregar (Bendahara) maupun Saipul Bahri Siregar (Sekretaris).


Saksi mengaku hanya terlibat dalam verifikasi berkas para ibu rumah tangga yang masuk dalam kelompok simpan pinjam dengan mendatangi rumah calon peminjam ke UPK DAPM.



Kedua saksi dari unsur pengawas UPK DPAM saat didengarkan keterangannya. (MOL/ROBS)



Hal senada juga diungkapkan saksi yang duduk di sebelah kanannya, Nurlon Siregar. Dirinya juga tidak pernah melakukan pengecekan terhadap pembukuan simpan pinjam khusus buat para ibu rumah tangga tersebut karena tidak pernah diperlihatkan pengurus UPK.


"Itu kalau pak jaksanya nanya, bisa saudara jawab. Apa muka Saya terlihat menyeramkan? Menurut saudara apakah UPK itu sejak 2019 masih berjalan?" kata Bambang.


Kedua saksi pun menggelengkan kepala. "Nggak ada lagi uangnya Pak," sambung Nurlin Siregar. Di penghujung pemeriksaan mereka, hakim ketua menimpali seharusnya mereka sudah menanyakan camat setempat tentang apa saja tupoksinya sebagai pengawas UPK DAPM.


Padahal saksi Ahmad Faisal Harahap sejak 2016 lalu sudah menjadi BPUPK DAPM dan pengurus di Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.


Lunas


Dalam kesempatan tersebut tim penuntut umum juga menghadirkan 5 saksi lainnya selaku ketua kelompok yang pernah melakukan simpan pinjam ke UPK DPAM.


Latifah Hasibuan selaku Ketua Kelompok Simpan Pinjam Bersama mengatakan, pernah mengajukan pinjaman ke UPK DAPM Kecamatan Padang Bolak Julu, Kabupaten Paluta. Saksi mengagunkan surat tanahnya. 


Ada dilakukan verifikasi. Cicilannya juga sudah dilunasi. Namun ketika akan melakukan peminjaman lagi, pengurus PUK mengatakan sudah tidak ada uangnya. 


Hal serupa juga diungkapkan Lestiwati Harahap selaku Ketua Kelompok Serasi yang pernah meminjam Rp52 juta dan sudah dilunasi, namun tidak bisa lagi meminjam karena tidak ada lagi dananya di PUK yang diketuai terdakwa Tanri Tarida Harahap.


PNPM Mandiri


Sementara usai persidangan JPU Feri Sitanggang mengatakan,  sebelumnya (tahun 2007-red) Pemerintah Indonesia meluncurkan PNPM Mandiri di antaranya untuk pedesaan yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.


Sumber dananya dari Pusat (APBN) berkisar 90 persen dan 10 persen lainnya dari Daerah (APBD). Selain dalam bentuk pembangunan sarana fisik, PNPM Mandiri juga menggelontorkan dana melibatkan unsur masyarakat, 


"Di antaranya dalam bentuk simpan pinjam bagi ibu rumah tangga. PNPM Mandiri kemudian berganti nama menjadi UPK DAPM yang tersebar di kecamatan. 


Ketiga terdakwa pengurus UPK juga ada diberikan ruangan sementara di Kantor Camat Padang Bolak Julu. Hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumut kerugian keuangan negara sebesar Rp2,8 miliar dalam kegiatan 3 tahun sejak 2016 lalu," pungkasnya. 


Ketiga pengurus UPK dan Mijan Siregar selaku Ketua Pengurus Badan Pengawas DAPM (berkas penuntutan terpisah) dijerat pidana secara bersama-sama memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi atau menyalahgunakan kewenangan ada padanya yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. (ROBERTS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini