Ahli Penyakit Menular Kemenkes RI: Vaksin untuk Masyarakat Gratis, Saksi dr Kristinus Sempat Ditegur Hakim

Sebarkan:

 


Dokter Kristinus, ahli penyakit menular dan terdakwa Silviwaty (monitor bawah kiri ke kanan) dihadirkan secara vicon. (MOL/ROBS)



MEDAN | Ahli penyakit menular dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI M Surya alias Asyik menegaskan, program nasional vaksinasi Covid-19 terhadap warga yang tersebar hingga ke desa maupun kelurahan di Tanah Air tidak dikutip bayaran (gratis).


Vaksin tersebut disalurkan Pemerintah Pusat berdasarkan jumlah sasaran ke masing-masing provinsi selanjutnya ke kabupaten / kota terus ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) maupun pelayanan kesehatan yang diunjuk oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat.


Hal itu diungkapkannya ketika dihadirkan tim JPU dari Kejati Sumut dimotori Hendri Sipahutar lewat video teleconference (vicon), Jumat (22/10/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan sebagai ahli dengan terdakwa Selvi alias Selviwaty.


Selvi didakwa memberikan uang suap terhadap dua terdakwa lainnya (berkas penuntutan terpisah) yang sama-sama dokter pada Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Provsu) yang melakukan   vaksinasi massal berbayar.


Bila ada pihak lain yang melakukan vaksinasi massal tanpa ijin dari Dinkes setempat dan dikutip bayaran, menurut ahli, menyalahi prosedur sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 10 Tahun 2021 sebagai Petunjuk Teknis (Juknis) tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).


Ketika dicecar hakim ketua Saut Maruli Tua Pasaribu, ahli menimpali, pihak perusahaan diperbolehkan mengajukan vaksinasi massal dan berbayar bila ada izin dari Kemenkes RI. 


"Seperti yang pernah dilakukan Pertamina. Per dosis Rp800 ribu untuk 2 orang. Kalau permintaan vaksinasi oleh kelompok masyarakat kemudian dikutip bayaran kepada warga, belum ada aturannya Yang Mulia," tegas Asyik.


Ditegur


Sidang pun dilanjutkan dengan pemeriksaan dr Kristinus Saragih, namun bukan sebagai terdakwa. Melainkan sebagai saksi atas terdakwa Selvi yang sama-sama dihadirkan di persidangan secara vicon.


Tim JPU dan majelis hakim saat memeriksa ahli dan saksi di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



Di awal persidangan, dokter pada Dinkes Provsu itu sempat ditegur hakim ketua agar memberikan keterangan apa adanya karena saksi juga sudah berada di dalam rumah tahanan (rutan) agar duduk perkaranya terang benderang.


"Jujur ajalah bapak. Persidangan lalu menurut pejabat di Dinkes Provsu Suhadi, vaksinnya bapak minta dari salah seorang pegawai Nia,' cecar Saut Maruli Yang juga Wakil Ketua (Waka) PN Kelas I A Khusus Medan.


Dokter Kristinus pun menerangkan semula tidak kenal dengan wanita mengaku bernama Silvi (terdakwa-red) yang meneleponnya. Awalnya dia menolak tawaran vaksinasi berbayar tersebut


"Awalnya Saya tolak. Saya kira vaksinasi 12 orang yang terakhir kali. Tapi kemudian berlanjut sampai 8 kali. Di Jati Residence, Jalan Palangkaraya, Citraland, kawasan Cemara Asri. Total 300 orang. Vaksin tahap I dan II," urai Kristinus.


Saksi juga mengaku menerima bayaran vaksinasi Rp250 ribu per orang dari terdakwa Silvi. Total yang diterimanya sebesar Rp90 juta dan Rp2 juta di antaranya diberikan kepada terdakwa Silvi. 


Vaksin yang dilakukan terdakwa bersama tim vaksinator yang dibawanya merupakan sisa dari kegiatan vaksinasi di antaranya di Imigrasi Kanwil Kemenkumham Sumut. Vaksin tersebut disimpan di dalam kulkas rumahnya. Hakim ketua pun melanjutkan persidangan pekan depan.


2 Bulan


Dalam dakwaan diuraikan, terdakwa Selvi merupakan inisiator kegiatan vaksinasi Covid-19 jenis Sinovac massal berbayar tersebut. Akhirnya disepakati harga sekali vaksin Rp250.000 per orang dengan komitmen terdakwa Selvi mendapatkan 'komisi' antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta.


Sedangkan vaksin Covid-19 yang digunakan terdakwa dr Kristinus Saragih dan dr Indra Wirawan adalah sisa vaksin yang seharusnya dikembalikan ke Dinkes Provinsi Sumut. 


Vaksin massal tersebut berlangsung selama 2 bulan, mulai April 2021 baru lalu. Di antaranya vaksin untuk 50 orang (Rp12.500.000), 18 orang (Rp4.500.000), 103 orang (Rp25.750.000, 90 orang (Rp22.500.000, 40 orang (Rp10 juta) dan 60 orang (Rp15 juta).


Selviwaty dijerat dengan dakwaan kesatu,  Pasal 5 Ayat 1 huruf A UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau kedua, Pasal 5 ayat (1) huruf B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.


Atau ketiga, Pasal 13  UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini