PT Toba Pulp Lestari Melakukan Kemitraan dengan Masyarakat Adat di Wilayah Operasional Perusahaan

Sebarkan:


TAPUT | PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) menghormati keberadaan masyarakat adat di seluruh area dimana PT TPL beroperasi. PT TPL juga berkomitmen mengedepankan dialog terbuka untuk solusi damai dengan masyarakat dalam menghadapi setiap tantangan isu sosial tanpa aksi yang dapat merugikan para pihak.

Jandres Silalahi, selaku Direktur PT TPL mengatakan bahwa TPL menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan izin yang diperoleh dari pemerintah, yang meliputi izin operasional, izin investasi, dan izin kehutanan. Dalam pelaksanaan izinnya, TPL konsisten memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat dalam area operasional perusahaan.

"Perusahaan selalu berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dari tokoh masyarakat, pemuda, dan pemuka agama,maupun aparatur Pemerintah terkait penyelesaian isu sosial. Toba Pulp Lestari telah berhasil menyelesaikan sejumlah isu sosial yang terkait dengan lahan dengan berpedoman pada Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 9 tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial," kata Jandres, Senin (19/7/2020).

Hal ini sesuai dengan arahan pemerintah agar perusahaan menjalankan program hutan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat Setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan kehutanan.

Lebih lanjut kata Jandres, PT TPL telah berhasil melakukan penyelesaian klaim melalui program kerjasama kemitraan. Dari 10 klaim lahan yang telah didaftarkan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Toba Pulp Lestari bersama-sama dengan Pemerintah dan tokoh masyarakat setempat telah berhasil menyelesaikan 9 (sembilan) dari klaim tersebut melalui program kemitraan baik dengan tanaman kehidupan, tumpang sari (intercrop), dan kemenyan atau haminjon dalam bahasa Batak yang merupakan salah satu tanaman endemik Sumatera Utara.

Jenis tanaman kehidupan yang dilakukan melalui program ini terdapat kopi, aren, jeruk lemon, kayu manis, jeruk nipis, asam gelugur, jengkol, petai dan durian. Sedang tanaman tumpang sari atau intercrop yang telah dilakukan diantaranya jagung, jahe dan cabai.

Melalui program kemitraan ini, dilakukan penyusunan rencana program yang disepakati bersama oleh masyarakat dan pihak perusahaan, diketahui aparatur pemerintah terkait dari Kepala Desa setempat, Camat, Ka Dinas Kehutanan Provinsi, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, disaksikan oleh Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sumatera dan Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan, yang dituangkan dalam bentuk rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek menyertakan tanaman kehidupan dan tumpang sari, termasuk pengkayaan dan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) kemenyan dan pinus.

Dukungan oleh perusahaan dilakukan melalui pemberian administrasi pelaksanaan kegiatan kerjasama kemitraan kehutanan, persiapan lahan untuk usaha kemitraan di blok tanaman kehidupan berupa tanaman pertanian dan _Multi-Purpose Trees Species_ (MPTS) , penyediaan herbisida dalam persiapan lahan, bibit, dan pupuk dasar untuk pelaksanaan tanaman MPTS, memberikan dana tenaga kerja dalam pelaksanaan persiapan lahan, penanaman dan pupuk dasar pada tanaman MPTS, menyediakan herbisida, insektisida, bibit dan pupuk untuk pelaksanaan tanaman pertanian, memfasilitasi bimbingan teknis, penanaman, pemeliharaan, perawatan dan pemanenan, turut serta melakukan pengamanan pada areal kemitraan dan sekitar areal kemitraan, melaksanakan pengawasan, monitoring, dan evaluasi di dalam kegiatan kerjasama kemitraan kehutanan, memberikan akses pada masyarakat di lokasi blok tanaman kehidupan dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK, menjaga fungsi hutan secara lestari.

Masyarakat sebagai penerima manfaat, akan menerima segala manfaat yang ditimbulkan dari kerjasama ini baik secara langsung dan tidak langsung melalui skema bagi hasil.

Hingga sekarang, pendekatan kemitraan melalui Program Perhutanan Sosial yang dilakukan TPL sejak 2018 telah dilakukan dengan 1 Gabungan Kelompok Tani  atau Gapoktan dan 8 Kelompok Tani Hutan masyarakat adat yang tersebar di 3 kabupaten dari 12 kabupaten/kota dimana TPL beroperasi.

Berikut adalah nama Gapoktan dan KTH tersebut berdasar lokasi. Di Kabupaten Simalungun terdapat KTH Nagahulambu dan KTH Op. Gordangon Sinaga. Di Kabupaten Toba dan Tapanuli Utara terdapat  Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Hutanapa - yang terdiri dari 5 KTH; KTH Adian Batu, KTH Adian Padang, KTH Aek Napa, KTH Lobu Nauli, dan KTH Sigala-gala-, lalu, KTH Berjuang Lumban Toruan, KTH Tungkonisolu, KTH Dos Roha Nagasaribu Onan Harbangan. Di Kabupaten Humbang Hasundutan dengan KTH Gabe Desa Aek Lung, KTH Marsada Pagarmanan Bintang Maria Simataniari dan KTH Bersama Sionom Hudon.

Per Juni 2021, tercatat kemitraan ini telah mengerjakan bersama penanaman terbanyak pada 17776 bibit kopi, 11200 bibit kemenyan, 3394 bibit kayu manis, 1917 bibit alpukat, 1884 bibit aren, dan lainnya untuk jeruk nipis, jeruk lemon,  jengkol dan petai. Total luasan lahan yang dikerjakan dalam kemitraan ini kini mencapai 64,3Ha, diikuti oleh 483 anggota Gapoktan dan KTH masyarakat adat yang tergabung dalam dalam program kemitraan ini, dimana seluruh aktivitas ini berada dalam pengawasan dan pelaporan berkala kepada KLHK.

"Pendekatan kemitraan ini merupakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan peraturan kehutanan dan memberi manfaat yang berkelanjutan untuk masyarakat, pemerintah setempat maupun Negara," tutup Jandres Silalahi. (Alfredo/Edo)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini