6 Saksi Perkara 'Pungli' Mantan Kepala Puskesmas Secanggang Sempat 'Semaput', Hakim: Apa yang Ditakutkan?

Sebarkan:



JPU Aron Siahaan (kiri) menghadirkan 6 saksi bidan desa dan mantri yang mendapatkan pemotongan dana, Senin (19/4/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBS)



MEDAN | Hakim ketua Jarihat Simarmata didampingi kedua anggota majelis hakim lainnya, Senin (19/4/2021) di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan yang semula tampak keheranan akhirnya memberikan semangat kepada ke-6 saksi fakta yang dihadirkan tim JPU dari Kejari Langkat.


Pasalnya, di awal persidangan kelima bidan desa dan seorang mantri di Puskesmas Desa Teluk, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat itu tampak 'semaput' menjawab pertanyaan majelis hakim.


Para saksi yang dihadirkan penuntut umum Aron Siahaan yakni Isra Wiyana, Neni Suryani, Nina Yudistira, Devi Retno Sari, Widayat dan Sufrida.


"Apa? Coba dibuka maskernya. Nggak usah takut. Tempo hari ada diperiksa di kejaksaan? Ada saudara-saudara dipaksa memberikan keterangan? Kami (majelis hakim) mau mendengarkan keterangan saudara-saudara di persidangan. 


Yang lain juga sudah kami dengarkan keterangannya. Termasuk saksi Bendahara Puskesmasnya. Jadi nggak usah takut," cecar Jarihat Simarmata kepada saksi Devi Ratnasari.


Perlahan namun pasti, saksi Devi dan rekannya membenarkan ada pengutipan dana sebesar 40 persen dari Rp100 ribu setiap kegiatan mereka pada kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas di tahun 2017 hingga 2019 lalu.


Hanya saja di tahun 2017, menurut para saksi, 'pungli' sebesar 40 persen tersebut dipotong langsung oleh Bendahara Siti Syarifah. Dana transportasi mereka terima per 1 semester dan langsung dipotong bendahara.


"Nah begitu. Saudara-saudara nggak perlu takut. Kalau takut-takut ngasih keterangan bisa sampai malam sidang kita ini. Jadi mengenai pemotongan itu ada sebelumnya dirapatkan?" timpal hakim anggota Bambang Joko Winarno dan secara bergantian para saksi mengatakan, tidak ada.


Sedangkan mengenai pemotongan di tahun 2018 dan 2019, setelah transfer dana diterima (juga per 1 semester-red), mereka kemudian menyerahkan 40 persen dari uang transportasi tersebut kepada salah seorang staf bernama Muhammad Ridwan.


Keenam saksi membenarkan bahwa pemotongan dana sebesar 40 persen tersebut atas perintah terdakwa dr Hj Evi Diana (45), mantan Kepala Puskesmas berparas ayu yang duduk di sebelah kanan tim penasihat hukumnya (PH) dimotori Tita.


"Informasinya pemotongan uang transportasi itu untuk menutupi upah petugas kebersihan di puskesmas Yang Mulia," timpal saksi mantri desa Widayat. 


Walau hanya dengan menganggukkan kepala, para saksi mengaku keberatan atas 'pungli' uang transportasi yang diperintahkan terdakwa dr Hj Evi Diana kepada saksi Siti Syarifah maupun Muhammad Ridwan.


Usai mendengarkan keterangan para saksi, hakim ketua melanjutkan persidangan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.


Rp229 Juta Lebih


Sementara mengutip dakwaan, pungli uang transportasi tahun 2017 hingga 2019 total Rp229.510.000.  Kutipan di tahun 2017 sebesar Rp77.080.000, 2018 (Rp34.160.000+Rp41.160.000) dan 2019 (Rp77.110.000).


Terdakwa dr Hj Evi Diana dijerat dengan dakwaan primair, pidana Pasal 12 huruf f UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Subsidair, Pasal 11 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (ROBERTS)





Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini