Tuntutan Tergesa-gesa dan Prematur, PH Mohon Hakim Bebaskan Pimpinan Treasury Bank Sumut

Sebarkan:



Eva Nora (kanan) selaku ketua tim PH terdakwa Maulana Akhyar Lubis saat menyampaikan pledoi dalam sidang secara vicon, Senin malam tadi. (MOL/ROBERTS)


MEDAN | Tuntutan tim JPU dari Kejati Sumut terhadap Maulana Akhyar Lubis selaku Pimpinan Divisi Treasury PT Bank Sumut terkait jual beli surat berharga berupa Medium Term Notes (MTN) milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) dinilai bukan saja mengada-ada. Tapi juga tergesa-gesa dan prematur. 


Hal itu diungkapkan Eva Nora saat menyampaikan nota pembelaan (pledoi) terhadap kliennya, Maulana Akhyar Lubis dalam sidang maraton secara video conference (vicon), Senin malam tadi (9/11/2020) di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.


Dalil tuntutan JPU yang disampaikan pekan lalu menurutnya telah terpatahkan oleh para ahli ketika didengarkan pendapatnya pada persidangan terdahulu. Di antaranya pendapat ahli hukum keuangan publik dan administrasi Dr Dian Puji H Simatupang.


Ahli saat itu berpendapat bahwa JPU keliru menerapkan dakwaan maupun tuntutan tindak pidana korupsi digadang-gadang mencapai Rp202 miliar maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penjualan MTN milik PT SNP kepada PT Bank Sumut melalui arranger (broker) MNC Sekuritas.


Pertama, konstruksi hukum dalam proses jual beli MTN milik PT SNP. Terdakwa Maulana Akhyar Lubis disebutkan tidak melaksanakan SK Direksi PT Bank Sumut Nomor 531 Tahun 2004. Yakni agar dilakukan penelitian secara komprehensif sebelum memutuskan pembelian MTN.


Padahal mengacu Pasal 138 ayat (1) huruf C UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), JPU semestinya melalui bidang Perdatun memohon kepada pengadilan memeriksa perkaranya.


Sehingga pengadilan kemudian membentuk tim melakukan pemeriksaan terhadap PT Bank Sumut. Dengan demikian dapat dilihat apakah merugikan keuangan negara atau merugikan sisi bisnis pada badan usaha yang dimiliki oleh negara. Bukan malah buru-buru menerapkan pasal tindak pidana.


Kedua, penuntut umum semestinya meminta ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai satu-satunya lembaga yang dipercayakan oleh negara melakukan audit investigasi kerugian keuangan negara. Bukan oleh auditor yang tidak terdaftar pada Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)


Ketiga, imbuh Eva Nora, mengutip pendapat ahli hukum pidana Atja Sandjaya yang juga mantan Hakim Agung. Bila investigasi perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan auditor tidak berwenang karena tidak terdaftar di IAPI (namun bernaung di Akuntan Publik Tarmizi, red), maka bukan merupakan alat bukti yang sah di persidangan.


Demikian halnya dengan tuntutan TPPU terhadap Maulana Akhyar katanya menerima aliran dana dari Andri Irvandi (berkas terpisah) selaku Pjs Capital Market MNC Sekuritas, telah terbantahkan. Uang sebesar Rp514 juta tersebut merupakan pembayaran tanah milik Maulana di Bogor. Andri Irvandi membeli lahan tersebut pada 2015 lalu dan baru bisa dibayar pada tahun 2017. Bukan patut diduga dari hasil kejahatan.


Ketika dikonfrontir hakim ketua Sri Wahyuni, JPU Robertson didampingi Hendri Sipahutar menyatakan replik disampaikan secara lisan yakni tetap pada tuntutan yang dibacakan pada sidang pekan lalu. 


Sedangkan tim PH terdakwa Maulana Akhyar Lubis juga menyampaikan duplik secara lisan yakni tetap pada materi pledoi yang baru dibacakan. Sri Wahyuni akhirnya menunda sidang. Rabu lusa (11/11/2020) dengan agenda pembacaan putusan.


Sebelumnya tim JPU menuntut terdakwa agar terdakwa Maulana Akhyar dipidana 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan) 6 bulan serta dibebankan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp514 juta subsidair 9 tahun kurungan.


Bebaskan Maulana


Sementara usai persidangan Eva Nora menguraikan, kalau pun misalnya benar pendapat JPU bahwa kliennya ada melakukan pelanggaran administrasi, tentunya yang diterapkan sanksi administrasi. Bukan malah dijerat dengan pasal tindak pidana.


"Mudah-mudahan majelis hakim nantinya sependapat dan menerima pledoi yang baru kami sampaikan sebagai PH dari Maulana Akhyar Lubis selaku Pimpinan Divisi Treasury PT Bank Sumut. Apakah putusan nantinya bebas murni atau vonis lepas (onslag)," ucapnya.


Sebab faktanya adalah PT SNP yang gagal membayar kewajibannya kepada PT Bank Sumut. Hal itu dinilai sebagai utang yang harus dibayarkan PT SNP. PT Bank Sumut juga sudah melakukan gugatan terhadap PT SNP dan masih berproses lewat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).  (ROBERTS)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini