Djarot Saiful Hidayat |
MEDAN | Lahir di Kota Mekkah dari Rahim seorang ibu yang bernama Siti Aminah Rasulullah Muhammad SAW merupakan anugerah terbaik buat alam semesta.
Dimana kelahirannya begitu dinantikan selama beribu-ribu tahun sebagai hujjah kebenaran dan keadilan, serta sebagai simbol perjuangan kemerdekaan kaum mustadafin di muka bumi.
Dunia di masa sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW dipenuhi oleh penindasan dan perbudakan, bahkan manusia layaknya binatang yang bisa diperjualbelikan.
Pada masa tersebut bisa kita bayangkan tidak ada proteksi apapun bagi mustadafin selama menjalani hidup di dunia.
"Human Trafficking menjadi sebuah prilaku yang lazim dan penindasan terhadap kaum Mustadafin yang sering kita sebut kaum Marhaen berlangsung selama ratusan tahun," Ujar H. Djarot Saiful Hidayat dalam keterangan persnya dalam rangka menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (29/10/2020).
Selain itu, posisi perempuan yang menjadi masyarakat kelas dua menjadikan posisi perempuan tidak memiliki nilai tawar dari sudut manapun. Bahkan melahirkan anak perempuan menjadi aib dan tidak jarang masyarakat Qurais membunuh bayi perempuan yang lahir.
"Inilah masa peradaban kelam yang sering kita sebut sebagai peradaban jahiliyah dan harus menjadi pelajaran bersama bahwa nilai kemanusiaan pernah berada di titik nadir, hingga Allah kemudian mengutus Nabi Muhammad SAW ke dunia untuk melakukan revolusi Qubra yaitu revolusi kemanusiaan," kata politisi PDI Perjuangan ini.
Lahir dari keluarga terpandang secara klan tidak lantas membuat Rasulullah jumawa dengan posisi terhormat sebagai anggota Bani Hasyim, meski keluarga besar Bani Hasyim menjadi penguasa atas bangunan suci peninggalan Nabi Ibrahim yaitu Ka’bah. Bahkan posisi itu malah menumbuhkan nilai empati Rasulullah terhadap kaum Mustadafin atau Marhaen.
"Rasulullah itu berasal dari kalangan terhormat, akan tetapi beliau memposisikan diri sebagai pembela kaum Marhaen. Itulah sebabnya sepanjang perjuangannya beliau selalu mendorong kaum Marhaen atau kaum Mustadafin mengambil kembali kemerdekaannya," imbuhnya.
Mempelajari kisah perjuangan Nabi, lanjut Djarot, kita akan melihat begitu banyak kaum Marhaen yang berdiri di Slsamping dan di belakang Nabi untuk berjuang bersama demi kemerdekaan yang hakiki kemerdekaan akan nilai-nilai humanisme, dan tentu melawan barisan bangsawan yang sepanjang sejarah mengangkangi nilai-nilai kemanusiaan dan humanisme.
"Hal yang harus kita jadikan referensi dari perjuangan Nabi adalah pondasi perjuangan yang berasal dari mental dan keyakinan akan nilai kebenaran serta perhargaan atau rasa empati akan nilai humanisme, sehingga Nabi Muhammad mampu mengkonsolidasikan kekuatan Mustadafin untuk membentuk sebuah barisan perlawanan terhadap sistem yang menindas, barisan kokoh tersebut berada dalam satu visi dimana yang kuat tidak boleh menindas yang lemah, lelaki tidak boleh menindas perempuan semua dilakukan demi Ridho Allah Tuhan yang Maha Kuasa," ucapnya.
Menurut Djarot, itulah sisi humanisme yang harus dijadikan pelajaran dimana basis kekuatan yang menjadi tumpuan Nabi adalah basis akhlak dan kemanusiaan, dan sebelum fase perlawanan fisik nabi terlebih dahulu melakukan perbaikan Akhlak dan mental barisan Mustadafid sehingga kita melihat sebuah perjuangan matang dan terideologi dengan baik.
Ketika menjadi penguasa di Kota Yastrib sekalipun Nabi menjalankan pemerintahan dengan tetap meninggikan nilai-nilai kemanusiaan.
"Mari belajar dari perjuangan Nabi yang meninggikan nilai-nilai kemanusiaan bukan sebaliknya mengangkangi nilai-nilai kemanusiaan, maka tidak salah jika Nabi memiliki tipe kepemimpinan yang lengkap yaitu, Shidiq, Amanah, Tablik dan Fatanah. Siapapun yang mengaku menjadi pengikut dan mencintai Nabi, maka wajib memiliki sifat humanisme sebagai ajaran tertinggi Nabi Muhammad SAW," tutur Djarot.
"Selamat memperingati Maulid Nabi dan mari belajar kembali menggali nilai-nilai agung ajaran Nabi," tutupnya. (Sdy)