Pengusaha Tangkahan Pasir Harus Miliki Izin dari Pusat

Sebarkan:
Benny Sahala Tambunan, SH. 

LABUHANBATU | Terkait maraknya pengusaha tangkahan pasir di Labuhanbatu, sepanjang aliran Sungai Bilah sampai Kecamatan Pangkatan tidak memiliki izin galian C mendapat tanggapan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari berbagai praktisi hukum.

Seperti dari Sekretaris Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pilar Advokasi Rakyat Sumut, Benny Sahala Tambunan, S.H saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (12/08/2020). 

Benny menyebutkan bahwa pengusaha tangkahan pasir tersebut telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 pasal 2 ayat (2) poin d Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa jenis batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit. 

Leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir.

Pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

“Jadi, pengusaha tangkahan pasir itu sudah diatur didalam PP No 23 Tahun 2010 Pasal 2 ayat (2) poin d Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, disitu dijelaskan bahwa jenis batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan”, ujarnya. 

Pengacara tersebut menambahkan, bahwa pengusaha pertambangan sesuai dengan pasal 2 ayat (2) poin d PP No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara harus miliki Izin Usaha Pertambangan (IUP Operasi Produksi) sebagaimana diatur pada UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara pasal 35.

“Sudah itu, si pelaku usaha harus miliki izin usahanya, yang disebut dengan IUP Operasi Produksi yang telah diatur pada UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara pasal 35, yang isinya bahwa Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat, ” tambahnya.

Tambunan mengecam bahwa bagi pengusaha tangkahan pasir yang ilegal telah melanggar UU Minerba di atas, maka akan dikenai ancaman pidana sebagaimana pasal 158 UU Minerba.

“Bagi pengusaha yang tak miliki izin, akan diancam pidana sebagaimana telah ditetapkan pada pasal 158 UU Minerba yang berbunyi, Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar," kecamnya. (alfin/ka)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini