Eksepsi Ditolak, Sidang Skandal Bank Sumut Rugikan Negara Rp202 M Lanjut

Sebarkan:


MEDAN | Sidang perkara korupsi terkait skandal pembelian surat berharga Medium Term Notes (MTN) milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance oleh PT Bank Sumut tahun 2017-2018 lalu mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp202 miliar dipastikan lanjut.

Majelis hakim (dengan formasi 5 hakim, red) diketuai Sri Wahyuni pada persidangan video conference di ruang sidang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis petang (23/7/2020) dalam putusan selanya menyatakan, menolak nota pembelaan (eksepsi) tim penasihat hukum (ph) kedua terdakwa.

Yakni terdakwa Maulana Akhyar Lubis (52), selaku Pemimpin Divisi Treasury PT Bank Sumut dan Irvandi (53), selaku Direktur Capital Market pada MNC Sekuritas Andri (masing-masing berkas terpisah, red).

Eksepsi tim ph kedua terdakwa dinilai majelis hakim telah memasuki materi pokok perkara. Di bagian lain Sri Wahyuni memerintahkan tim JPU dari Kejati Sumut dimotori Hendrik Sipahutar dan Robertson agar menghadirkan saksi-saksi guna didengarkan keterangannya pada persidangan dua pekan mendatang.

Kesulitan Finansial

Sementara mengutip dakwaan JPU, bermula dari terjadinya kesulitan finansial di anak perusahaan Columbia Group tersebut di tahun 2017. Intinya, pemasukan perusahaan lebih kecil dibandingkan biaya operasional perusahaan. 

Untuk mensiasati situasi tidak menguntungkan tersebut, Leo Chandra sebagai Komisaris Utama kemudian 'banting setir' dengan menjual surat berharga dalam bentuk MTN perusahaan.  

Penjualan surat berharga PT SNP Finance tersebut dipercayakan kepada Donni Satria (masih menjalani masa hukuman, red)  selaku Direktur Utama (Dirut)  PT SNP Finance. 

Skandal Seolah Menjanjikan

Untuk penjualan MTN, Donni kemudian melakukan  kerjasama dengan pihak MNC Sekuritas. Sedangkan di tahapan negosiasi, Donni Satria berurusan dengan Dadang Suryanto, selaku Direktur  Investment Banking MNC Sekuritas dengan anggotanya Bambang Rudy Sutiawan (Head of  Investment Banking PT MNC Sekuritas) dan terdakwa Andri Irvandi (Direktur  Capital Market MNC Sekuritas). 

Terdakwa Andri juga dibantu anggotanya Arif Effendy (Pemimpin Divisi Fixed Income). Sampai akhirnya tersusunlah dokumen-dokumen yang diperlukan untuk penerbitan MTN tersebut. 

Namun penuntut umum 'mencium' aroma tidak sedap di balik skandal penjualan TMN tersebut. 

Dokumen-dokumen yang akan ditawarkan terdakwa Andri Irvandi ke PT Bank Sumut, dalam hal ini Maulana Akhyar Lubis selaku pemimpin di Divisi Treasure (terdakwa pada berkas terpisah, red) dipoles sedemikian rupa seolah memiliki prospek menjanjikan untuk ditanamkan investasi. Di pihak lain, terdakwa Maulana Akhyar Lubis tidak mengkroscek kebenaran dari dokumen-dokumen surat berharga tersebut.



TPPU Rp2 M Lebih

Dalam perkara aquo, tim JPU dari Kejati Sumut juga menjerat kedua terdakwa dengan UU Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terdakwa Andri Irvandi disebutkan ada menerima uang tidak sedikit dari dari PT SNP.

"Kurang lebih Rp2 miliar," kata Hendri Sipahutar ketika ditanya sesuai sidang pembacaan dakwaan beberapa waktu lalu.

Terdakwa Maulana Akhyar Lubis disebut-sebut ada mendapatkan transfer uang patut diduga dari hasil kejahatan yakni sebesar Rp514 juta. 

Beberapa petinggi di bank plat merah tersebut juga disebutkan ada menerima sejumlah uang. Di antaranya, Rizal Fahlevi selaku Komisaris Utama PT Bank Sumut disebut-sebut ada menerima 'fee' sebesar Rp100 juta.

Mingling

Tindakan terdakwa Akhyar dikenal dengan istilah tipologi Asia Pacific Group (APG) on Money Laundering atau mingling bertujuan agar transaksi dilakukan seolah-olah bersumber dari hasil kegiatan usaha yang sah.

Kedua terdakwa dijerat pidana Pasal  3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU  Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan UU  Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP  jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan pidana Pasal  5 ayat (1)    UU  Nomor 8 Tahun 2010   tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (RbS)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini