DELISERDANG - Seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah pada 5 Mei 2020 lalu, Presiden RI telah mengeluarkan Perpres No. 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Perpres tersebut, diputuskan iuran BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan pada 1 Juli 2020 bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I dan II.
Sementara, iuran 2020 bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III mengalami kenaikan mulai tahun 2021.
Kebijakan ini tentunya mendapat penolakan dari sejumlah masyarakat yang merupakan golongan masyarakat ekonomi menengah kebawah, terlebih lagi masyarakat tidak berpenghasilan tetap.
Masyarakat selama ini sudah kesulitan membayar cicilan bulanan untuk dapat memiliki asuransi kesehatan BPJS untuk keluarganya. Meskipun mereka belum tentu ada yang sakit selama setahun.
Wan Iqbal Nasution, seorang warga Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang menyebutkan dirinya setiap bulan membayar iuran BPJS Kesehatan mandiri dengan kelas II sebesar Rp.51.000 perkepala dan hampir setahun ini belum pernah menggunakannya.
"Saya urus BPJS Kesehatan buat jaga saja. Kalau sakit, biaya rumah sakit mahal dan kalau tidak punya BPJS Kesehatan pasti nanti repot, makanya saya urus BPJS mandiri kelas II. Tapi kalau naiknya nanti sampai 110 ribu, itu sangat mencekik leher. Ini saja tiap bulan kita sudah disanggup-sanggupi karena istri dan punya anak dua juga. Kalau naik sampai 100 persen lebih itu sangat memberatkan," ungkapnya.
Menanggapi itu, Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Misnan Aljawi juga menyampaikan keberatannya atas Perpres Pemerintah tentang kenaikan BPJS Kesehatan.
Menurut Misnan, Pemerintah jangan lagi membebani masyarakat, mestinya cari solusi lain. Menaikan Iuran BPJS kesehatan itu bukan solusi membantu masyarakat pada masa-masa seperti sekarang ini.
"Logika manusiawi dan berpikir saja, ini masa pandemi dimana ekonomi masyarakat terguncang hebat. Apalagi yang dikatakan kenaikan iuran untuk peserta mandiri non penerima upah, justru yang paling terguncang ekonomi masyarakatnya saat ini ya masyarakat yang memiliki penghasilan tidak tetap. Masa Pandemi Covid-19 sekarang mereka yang sangat merasakan dampaknya. Bagaimana beban iuran kesehatan mereka ditambah naik dua kali lipat. Itukan tidak masuk logika, ni seperti meminta masyarakat menengah kebawah tidak boleh sakit," ungkapnya.
Misnan yang juga Anggota DPRD Deliserdang tentunya merasakan beban ekonomi masyarakat saat ini.
"BPJS itu mestinya membenahi kinerjanya dahulu, sudah sering saya sampaikan. Karena sudah terlalu banyak keluhan masyarakat," katanya.
Komentar terkait hal ini juga disampaikan oleh Ketua PAN Deliserdang Imran Obos.
Menurutnya, saat ini pemerintah belum bisa menaikkan iuran BPJS kesehatan, karena hal itu tentunya sangat memberatkan masyarakat.
"Kami berharap pemerintah mengkaji kembali rencana penerapan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang rencananya pada 1 Juli mendatang. Masyarakat akan semakin banyak tidak sanggup membayar iuran dan otomatis berhenti menjadi pesera. Bila nantinya mereka sakit akan menjadi masalah di kemudian hari dengan pihak rumah sakit. Kan tidak mungkin masyarakat sakit ditolak karena tidak punya BPJS Kesehatan? Itu bagaimana pula mengatasi nanti, makanya kami berharap pemerintah mengkaji kembali rencana ini," ucapnya.
Kenaikan iuran BPJS kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan dalih karena terus mengalami devisit yang membebani seperti yang disebutkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa tercatat pada tahun 2014 BPJS mengalami devisit sebanyak 1,9 Triliun, tahun 2015 mengalami devisit sebanyak 9,4 Triliun, tahun 2016 devisit sebanyak 6,4 Triliun, tahun 2017 devisit sebanyak 13,8 triliun, tahun 2018 devisit sebanyak 19,4 Triliun dan tahun 2019 devisit sebanyak 13 triliun.
Maka sesuai Perpres nomor 75 tahun 2019, Pemerintah menetapkan kenaikan iuran BPJS kesehatan untuk kelas 1 awalnya 80 ribu menjadi 160 ribu rupiah, kelas II awalnya 51 ribu naik menjadi 110 ribu rupiah dan kelas III awalnya 25.500 ribu naik menjadi 42 ribu rupiah.
Ketua HMI Cabang Deliserdang Eka Azwin Lubis juga turut memerotes hal tersebut. "Ini bukan langkah bijak yang dilakukan pemerintah. Sebab di tengah pandemi Covid-19, kondisi ekonomi masyarakat mengalami keterpurukan. Tidak sedikit masyarakat yang mengalami PHK akibat pandemi ini," katanya.
Namun, lanjutnya, di saat seperti ini mengapa iuran BPJS Kesehatan justru mengalami kenaikan? "Harusnya pemerintah hadir untuk memberikan solusi dalam rangka meringankan beban ekonomi rakyat, bukan justru menaikan kewajiban warga negara dalam memperoleh hak atas kesehatan," pungkasnya.(Wan)
Dalam Perpres tersebut, diputuskan iuran BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan pada 1 Juli 2020 bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I dan II.
Sementara, iuran 2020 bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III mengalami kenaikan mulai tahun 2021.
Kebijakan ini tentunya mendapat penolakan dari sejumlah masyarakat yang merupakan golongan masyarakat ekonomi menengah kebawah, terlebih lagi masyarakat tidak berpenghasilan tetap.
Masyarakat selama ini sudah kesulitan membayar cicilan bulanan untuk dapat memiliki asuransi kesehatan BPJS untuk keluarganya. Meskipun mereka belum tentu ada yang sakit selama setahun.
Wan Iqbal Nasution, seorang warga Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang menyebutkan dirinya setiap bulan membayar iuran BPJS Kesehatan mandiri dengan kelas II sebesar Rp.51.000 perkepala dan hampir setahun ini belum pernah menggunakannya.
"Saya urus BPJS Kesehatan buat jaga saja. Kalau sakit, biaya rumah sakit mahal dan kalau tidak punya BPJS Kesehatan pasti nanti repot, makanya saya urus BPJS mandiri kelas II. Tapi kalau naiknya nanti sampai 110 ribu, itu sangat mencekik leher. Ini saja tiap bulan kita sudah disanggup-sanggupi karena istri dan punya anak dua juga. Kalau naik sampai 100 persen lebih itu sangat memberatkan," ungkapnya.
Menanggapi itu, Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Misnan Aljawi juga menyampaikan keberatannya atas Perpres Pemerintah tentang kenaikan BPJS Kesehatan.
Menurut Misnan, Pemerintah jangan lagi membebani masyarakat, mestinya cari solusi lain. Menaikan Iuran BPJS kesehatan itu bukan solusi membantu masyarakat pada masa-masa seperti sekarang ini.
"Logika manusiawi dan berpikir saja, ini masa pandemi dimana ekonomi masyarakat terguncang hebat. Apalagi yang dikatakan kenaikan iuran untuk peserta mandiri non penerima upah, justru yang paling terguncang ekonomi masyarakatnya saat ini ya masyarakat yang memiliki penghasilan tidak tetap. Masa Pandemi Covid-19 sekarang mereka yang sangat merasakan dampaknya. Bagaimana beban iuran kesehatan mereka ditambah naik dua kali lipat. Itukan tidak masuk logika, ni seperti meminta masyarakat menengah kebawah tidak boleh sakit," ungkapnya.
Misnan yang juga Anggota DPRD Deliserdang tentunya merasakan beban ekonomi masyarakat saat ini.
"BPJS itu mestinya membenahi kinerjanya dahulu, sudah sering saya sampaikan. Karena sudah terlalu banyak keluhan masyarakat," katanya.
Komentar terkait hal ini juga disampaikan oleh Ketua PAN Deliserdang Imran Obos.
Menurutnya, saat ini pemerintah belum bisa menaikkan iuran BPJS kesehatan, karena hal itu tentunya sangat memberatkan masyarakat.
"Kami berharap pemerintah mengkaji kembali rencana penerapan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang rencananya pada 1 Juli mendatang. Masyarakat akan semakin banyak tidak sanggup membayar iuran dan otomatis berhenti menjadi pesera. Bila nantinya mereka sakit akan menjadi masalah di kemudian hari dengan pihak rumah sakit. Kan tidak mungkin masyarakat sakit ditolak karena tidak punya BPJS Kesehatan? Itu bagaimana pula mengatasi nanti, makanya kami berharap pemerintah mengkaji kembali rencana ini," ucapnya.
Kenaikan iuran BPJS kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan dalih karena terus mengalami devisit yang membebani seperti yang disebutkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa tercatat pada tahun 2014 BPJS mengalami devisit sebanyak 1,9 Triliun, tahun 2015 mengalami devisit sebanyak 9,4 Triliun, tahun 2016 devisit sebanyak 6,4 Triliun, tahun 2017 devisit sebanyak 13,8 triliun, tahun 2018 devisit sebanyak 19,4 Triliun dan tahun 2019 devisit sebanyak 13 triliun.
Maka sesuai Perpres nomor 75 tahun 2019, Pemerintah menetapkan kenaikan iuran BPJS kesehatan untuk kelas 1 awalnya 80 ribu menjadi 160 ribu rupiah, kelas II awalnya 51 ribu naik menjadi 110 ribu rupiah dan kelas III awalnya 25.500 ribu naik menjadi 42 ribu rupiah.
Ketua HMI Cabang Deliserdang Eka Azwin Lubis juga turut memerotes hal tersebut. "Ini bukan langkah bijak yang dilakukan pemerintah. Sebab di tengah pandemi Covid-19, kondisi ekonomi masyarakat mengalami keterpurukan. Tidak sedikit masyarakat yang mengalami PHK akibat pandemi ini," katanya.
Namun, lanjutnya, di saat seperti ini mengapa iuran BPJS Kesehatan justru mengalami kenaikan? "Harusnya pemerintah hadir untuk memberikan solusi dalam rangka meringankan beban ekonomi rakyat, bukan justru menaikan kewajiban warga negara dalam memperoleh hak atas kesehatan," pungkasnya.(Wan)

