MEDAN-Direktur
Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, Rurita
Ningrum, dalam siaran persnya kepada awak media menyampaikan keperihatinannya
atas terjaringnya Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua petugas UPT wilayah
Medan V, Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Pemko Medan baru-baru
ini.
“Harusnya Walikota Medan, Dzulmi Edlin secara tegas
menyampaikan kepada masyarakat bahwa beliau akan menindak tegas, bukan hanya
kepada dua orang petugas yang terjaring operasi tangkap tangan itu saja, namun
memberi peringatan dan mengevaluasi kinerja pimpinan OPD terkait. Hal ini
karena menyangkut potensi pendapatan asli daerah yang sejatinya untuk
pembangunan bagi masyarakat Kota Medan,” ujarnya.
Sebagaimana hasil pemerikasaan BPK atas PAD Kota Medan TA
2016 dan semester I 2017 mengungkapkan ada sebanyak 11 temuan pemeriksaan yaitu
:
1. SPI pengelolaan perpajakan tidak optimal
2. Rumah kost belum terdaftar sebagai objek pajak minimal
sebanyak 53buah dan kekurangan penerimaan minimal sebesar Rp.125.318.000,-
3. Terdapat kekurangan penerimaan pajak hotel minimal
sebesar Rp.3.901.053.797,04,-
4. Terdapat kekurangan penerimaan pajak restoran senilai
Rp.3.605.822.745,81,-
5. Terdapat kekurangan penerimaan pajak hiburan sebesar
Rp.2.858.098.800,65,- dan potensi penerimaan sebesar Rp.3.776.229.428,58,-
6. Terdapat kekurangan penerimaan pajak parkir minimal
sebesar Rp.4.524.199.713,50,- dan potensi penerimaan sebesar Rp.20.200.000,-
7. Terdapat kekurangan penerimaan daerah sebesar
Rp.9.244.991.412,69,- atas reklame terpasang dan sebanyak 781 unit reklame
dipasang secara illegal.
8. Pengelolaan atas retribusi IMB pada DPKPPR belum
optimal
9. Terdapat potensi penerimaan retribusi IMB minimal
sebesar Rp.620.180.276,-
10. Terdapat potensi penerimaan IMB minimal sebesar
Rp.32.141.156.300,-
11. Terdapat kekurangan penerimaan retribusi IMB sebesar
Rp.3.551.487.886,-
“Hasil temuan BPK terkait IMB diatas jelas menunjukkan
bagaimana kinerja DPKPPR sangat tidak professional dan amburadul, untuk IMB
saja DPKPPR belum memiliki database bangunan yang berlokasi diseluruh wilayah
Kota Medan, begitu pula dalam penetapan anggaran retribusi IMB belum
berdasarkan pada potensi riil yang ada, belum lagi IMB yang kadaluarsa, ini
benar-benar sangat tidak professional, tidak ada sistem dan prosedur baku yang
mengatur itu semua,” ujar Ruri.
Begitu pula terkait pajak Hotel, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Medan belum optimal melakukan verifikasi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) kepada Wajib Pajak, termasuk tidak menerbitkan surat paksa atau melakukan upaya penagihan lebih lanjut kepada Wajib Pajak. “Bagaimana mungkin pajak dapat dibayarkan secara sukarela oleh WP jika Badan pengelolanya saja tidak melakukan upaya-upaya demi memaksimalkan pendapatan dari pajak Hotel, Restoran dan Hiburan di Kota Medan,” tegas Ruri menyayangkan sikap BPPRD.
Sekali lagi, masih kata Ruri, untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah, tentu saja membutuhkan komitmen yang kuat dari kepala
daerah, untuk merekrut orang-orang yang mumpuni, melengkapi Perda dengan
Perwal, ada reward dan funishment, ada konsekuensi baik bagi yang membayar
pajak tepat waktu dan ada sanksi bagi yang terlambat membayar atau malah
memanipulasi jumlah, nilai pajak yang akan dibayarkan, apalagi sampai
bekerjasama dengan petugas-petugas UPT.
“Hal ini benar-benar memalukan Kota Medan, yang katanya
Pemerintahnya terus menerus di supervisi KPK untuk menjadi Kota yang transparan
dan akuntabel dalam penerapan e-budgetingnya. Jika Walikota tegas dan berani
mereformasi birokrasinya, maka kekurangan penerimaan daerah sejumlah Rp.34.703.581.086,69 (delapan temuan
pemeriksaan BPK) dan Rp.36.062.903.728,58 (empat temuan pemeriksaan BPK)
potensi kekurangan penerimaan PAD dapat masuk ke kas Daerah bukan ke kantong petugas,”
pungkasnya.(hendra)