Tanggal 10 Muharram 1439 H selalu diperingati oleh kaum
Syi'ah untuk mengenang terbunuhnya Husain (cucu Nabi Muhammad, anak Ali bin Abi
Tholib dalam pertempuran di Karbala. Hari Asy Syura itu akan jatuh pada 30
September 2017 besok.
Biasanya, Hari Asy Syura diperingati kaum Syi'ah dengan
prosesi melukai diri sendiri menggunakan berbagai alat atau senjata tajam
dengan tujuan merasakan sakitnya penderitaan Husain saat terbunuh.
Namun tidak bisa dipungkiri, Kelompok Syi'ah bertentangan
dengan mayoritas umat Islam di Indonesia yang berpaham Sunni (Aulia Sunnah Wal
Jamaah/Aswaja) dan ditolak keberadaannya termasuk kegiatannya.
Ketua MUI Deliserdang, Arifin Marpaung yang dimintai
komentarnya mengatakan, Kaum Syi'ah sebenarnya sudah lama terlarang. Bukan di
Deliserdang saja, tapi seluruh Indonesia sejak 1997. Untuk Sumatera Utara hal
itu diperkuat Keputusan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara.
Pun begitu, dia berharap agar pemerintah dan pihak
terkait membimbing dan mengarahkan Kaum Syi'ah. Jika hendak melaksanakan peringatan Hari Asy Syura, agar terlebih
dahulu berkonsultasi dengan pemerintah dan pihak terkait.
“Karena belum ada Undang-undang yang melarang peringatan
Hari Asy Syura. Hanya saja memang, Kaum Syi'ah perlu diwaspadai. Karena aliran
politiknya menganggap kelompoknya saja yang benar dan sulit bertoleransi dengan
agama lain,” ujarnya.
Dia juga menambahkan, sudah ada Fatwa dari MUI Pusat agar
betul-betul waspada terhadap gerakan-gerakan Kaum Syi'ah. Pemerintah dan MUI
sudah ada kerjasama mewaspadai kaum ini. Sebab doktrin mereka bisa memunculkan
benih-benih terorisme.
“Kaum Syi'ah hanya mengakui Kepala Negara adalah Imamat
bukan Presiden seperti di Iran. Kalau pun Presiden haruslah dari Kaum Syi'ah.
Kaum Syi'ah sangat tertutup,” pungkasnya sembari menambahkan, dirinya tidak
mengetahui pasti ada tidaknya keberadaan Kaum Syi'ah di Deliserdang.
Sementara tokoh mahasiswa Deliserdang, Eka yang juga
sebagai Ketua HMI Deliserdang mengatakan, soal memeluk agama itu bersifat hak
pribadi dan tak perlu kita campuri karena sudah dijamin oleh undang-undang.
“Sebab itu, bagi kita tidak ada persoalan jika ada
pemeluk islam syiah, termasuk di Deli Serdang karena itu tidak melanggar
syariat islam, apalagi konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Malah
aneh rasanya, di negara yang mengagungkan demokrasi ini justru kerap tersulut
isu aliran ini, paham anu atau apapun itu yang bisa merusak tataran kehidupan
bangsa,” sebutnya.
Dia menambahkan, Indonesia dibangun atas dasar
kemajemukan. Persatuan bukan berarti kita sama, kemajemukan juga tidak berarti
kita berbeda. Islam itu rahmatan lil alamin. Rasulullah juga tidak pernah
mempersoalkan perbedaan. Sebab itu, jika kita mengaku umat rasul, jangan pernah
alergi dengan perbedaan.
“Apalagi hanya perbedaan mazhab, aliran atau apapun itu
dengan saudara seiman dan seislam kita,” katanya sembari mengaku tidak
mengetahui ada tidaknya aliran ini di daerah Deliserdang.
Ketua DPW FPI Deliserdang, Al-Ustad H Azanul Shauty SHI
punya sikap lain. Baginya, Kaum Syi'ah bukanlah Islam. Bahkan katanya, golongan
ini justru memusuhi Islam dan berbeda pandangan dengan Islam. “Karena itu
keberadaannya harus ditolak. Apalagi mereka telah mengkafir-kafirkan Islam itu
sendiri. Dengan tegas kita menolak keberadaannya,” katanya.(red)