TOOKK!! Sidang Prapid Kompol Dedy ‘Panas’, Termohon Dituding gak Hormati Kesucian Pengadilan

Sebarkan:
Sidang lanjutan perkara prapid dengan termohon penyidik Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut Kompol Dedy Kurniawan dipimpin hakim tunggal Cipto Hosari Nabanan di PN Medan berlangsung 'panas'. (MOL/ROBERTS)




MEDAN | Sidang lanjutan perkara praperadilan (prapid) dengan termohon penyidik Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut Kompol Dedy Kurniawan dan kawan-kawan (dkk), Kamis (17/4/2025) di Cakra 5 PN Medan berlangsung ‘panas’.

Usai menyerahkan bukti-bukti surat dari pemohon, Rahmadi melalui tim kuasa hukumnya dimotori Suhardi Umar Tarigan maupun termohon diwakili Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumut, hakim tunggal Cipto Hosari Nababan pun mempersilakan termohon menghadirkan saksi maupun ahli. 

Namun tim Bidkum memohon agar pemeriksaan ahli diundur, Senin (21/4/2025) karena belum bisa menghadirkan ahli pada hari itu. Suhardi Umar Tarigan didampingi rekannya pun spontan keberatan.

“Yang Mulia, kami menolak (pemeriksaan ahli termohon dimundurkan ke Senin). Karena di awal persidangan sudah kita agendakan jadwal persidangan dan ditandatangani. Kami selaku pemohon dan termohon. 

Kami keberatan dengan alasan mepet waktunya. Kami menghormati kesepakatan itu dengan menghadirkan ahli hukum pidana (Prof Dr Jamin Ginting) dari Jakarta.

Ketika dikonfrontir, tim kuasa hukum termohon prapid tetap bermohon agar ahli mereka bisa dihadirkan Senin pekan depan, sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAPidana). “Secara yuridis persidangan prapid selama 7 hari dan masih memungkinkan ahli dihadirkan Senin depan,” tegas ketua tim kuasa hukum termohon.

Sebaliknya, tim kuasa hukum pemohon bermohon agar hakim tunggal tegas dengan apa yang telah diagendakan para pihak pada awal persidangan. “Yang Mulia juga bisa menggunakan kewenangan absolut jalannya persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Kehakiman. Mohon dijaga kesucian peradilan ini Yang Mulia,” timpal anggota tim kuasa hukum pemohon.

TOOKK!!

Arus lalu lintas perdebatan di antara para pihak pun tanpa melalui hakim tunggal akibat tidak konsistennya termohon dengan jadwal sidang yang telah disepakati.

“TOOKK!!” Cipto Hosari langsung mengetuk palu persidangan dengan keras, menghentikan perdebatan para pihak. “Saya tidak ada kepentingan dalam perkara ini. Saya tidak kenal saudara pemohon. Saya juga gak kenal kenal dengan termohon.

Keberatan tim kuasa hukum pemohon prapid pun diminta untuk dicatat panitera pengganti. “Salah saya kalau tidak akomodir para pihak. Sebelum putusan, Saya ingin mendengarkan saksi-saksi para pihak. Catat itu. Termohon sudah kita beri kesempatan tapi menghadirkan saksinya. Cuma ahli,” tegas Cipto Hosari sembari melirik panitera pengganti.

Usai persidangan, Suhardi Umar Tarigan mengatakan, pihaknya siap ‘fight’ dan semula berharap termohon Kompol Dedy Kurniawan bisa dihadirkan di persidangan. “Dia (Kompol Dedy Kurniawan) yang tahu kronologinya. Tim dia yang melakukan penangkapan terhadap klien kami,” tegasnya. Sementara tim kuasa hukum termohon tidak tersedia berkomentar dan meninggalkan gedung PN Medan.

Tidak Sah

Sementara sehari sebelumnya, Prof Dr Jamin Ginting, guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan dihadirkan kuasa hukum pemohon berpendapat, proses penetapan pemohon (Rahmadi, warga Kota Tanjungbalai-red) sebagai tersangka, tidak sah.

“Dalam KUHPidana disebutkan, syarat untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka, minimal dengan dua alat bukti. Hal itu juga dipertegas lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014. 

Dia (seseorang) harus pernah diperiksa sebagai calon tersangka dan harus lebih dulu dilakukan gelar perkara. Bila tak terpenuhi maka penetapan tersangkanya tidak sah,” urainya.

Dalam perkara tersebut, Presiden RI cq Kapolri cq Kapolda Sumut cq Diresnarkoba Polda Sumut cq penyidik Kompol Dedy Kurniawan dijadikan sebagai termohon prapid. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini