Kerugian Negara Rp36,9 M, Staf Bank Plat Merah Jalan Pemuda dan Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama Diadili

Sebarkan:



Kedua terdakwa saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/Ist)



MEDAN | Salah seorang staf bank plat merah di Jalan Pemuda, Kota Medan Fernando HP Munthe SE dan debitur Tan Andoyono (berkas terpisah), selaku Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU), Senin sore (18/11/2024) diadili di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan. 

Keduanya didakwa melakukan tindak pidana korupsi beraroma kredit macet mengakibat kerugian keuangan negara mencapai Rp36.932.813.935.

Tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dimotori Dr Hendri Edison Sipahutar dalam dakwannya menguraikan, sejak tahun 2014 hingga 2017 PT PJLU mendapatkan fasilitas kredit Fix Loan dari PT Bank Artha Graha Internasional Tbk Cabang Medan total sebesar Rp80 miliar.

Yakni untuk pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) yang terletak di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat-Aek Kanopan), Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Sumut.

Di tahun 2015 kemudian terjadi perubahan pengikatan kredit menyusul adanya perubahan kepengurusan di PT PJLU. Posisi Santo Ridwan sebagai Direktur digantikan terdakwa Tan Andyono.

Pada Tahun 2018, Tan Andyono bertemu dengan terdakwa Fernando HP Munthe selaku Pegawai Sementara (Pgs) Senior Relationship Manager (SRM) pada bank plat merah di Jalan Pemuda Medan. Menanyakan apakah bisa mendapatkan fasilitas kredit sementara pinjaman PT PJLU di Bank Artha Graha masih belum lunas. 
 
Fernando HP Munthe pun menawarkan agar fasilitas kredit yang diperolehnya dari bank swasta tersebut dialihkan (take over). Usulan tersebut disetujui Tan Andyono berikut mengajukan penambahan kredit untuk modal membangun PMKS dengan bunga pinjaman yang lebih rendah dari PT Bank Artha Graha Internasional (Tbk) Cabang Medan. 

Untuk menindaklanjuti proses pengalihan (take over) fasilitas kredit, justru terdakwa Fernando HP Munthe menyusun dan membuat Surat Permohonan Pinjaman sebesar Rp75 miliar kemudian diserahkan kepada Tan Andyono selaku Diretur PT PJLU untuk ditandatangani dan Arie Wirathama Tandias selaku Komisaris PT PJLU. Dengan rincian Kredit Investasi Rp55 miliar dan Kredit Modal Kerja Rp15 miliar.

Saat tahapan pre-screening dan collect data tersebut ditemukan adanya dokumen yang belum dilengkapi / dipenuhi sebagai syarat untuk memenuhi ketentuan proses kredit yaitu dokumen Izin Usaha, Amdal PT PJLU, dokumen jual-beli dengan supplier dan buyer, dokumen rekening koran, Purchase Order dan lainnya.

Pada tanggal 22 Maret 2018 terdakwa Fernando HP Munthe bersama Wayan Arifian selaku Regional Manager (RM)/ Analis Kredit, Marisi Paulina Manik selaku Credit Risk Manager (CRM), Junaido Kholis selaku Pemimpin Kelompok Manajer Bisnis (KMB).

Ir Kusnandar Helmi selaku Pemimpin Resiko Wilayah dan Latip Suharjani selaku Pemimpin SKM Medan melakukan Kunjungan Setempat atau On The Spot (OTS) ke lokasi usaha dan lokasi jaminan atas kredit yang diajukan oleh Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU yaitu PMKS di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat-Aek Kanopan), Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labura.

Namun pihak yang dijumpai di lokasi usaha sekaligus jaminan kredit tersebut bukanlah Tan Andyono dan Arie Wirathama Tandias selaku Komisaris PT PJLU. Melainkan Nazwar Mill selaku Manager PT PJLU, Guntur selaku Askep, Mujur selaku Quality Control dan Robert / Akang selaku Kepala Sortasi PT PJLU.

Nilai persediaan dan nilai piutang yang disampaikan oleh Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU nilainya di atas Rp5 miliar. Maka hal itu wajib dilakukan oleh Penilai Independen. Bukan oleh petugas Internal Bank.

“Pernyataan yang menyampaikan bahwa kapasitas pabrik saat ini telah diupgrade menjadi 45 ton/jam dari sebelumnya masih berkapasitas 30 ton/ jam, tidak didukung oleh bukti, melainkan hanya berdasarkan keterangan dari pihak PT PJLU. Tidak dilakukan konfirmasi dan verifikasi langsung terhadap pemasok Tandan Buah Sawit (TBS).

Terdakwa Fernando HP Munthe selaku Pgs 
SRM di BUMN SKM Medan tersebut hanya mempercayai pengakuan-pengakuan semata, tanpa didukung bukti-bukti yang sah,” urai Hendri.

Telah dilakukan verifikasi terhadap jaminan tambahan milik Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU berupa 4 unit ruko dan 1 bangunan gudang di Kompleks Brayan Trade Centre, Jalan Kapten Sumarsono (simpang Jalan Veteran), Pulo Brayan, Kota Medan. Namun kondisi ruko masih dalam keadaan kosong dan gudang masih belum selesai bangunannya.

Posisinya berada di daerah yang cukup strategis sebagai tempat usaha dan berada di lingkungan padat penduduk. Akses menuju lokasi jaminan cukup baik dan berada di jalur lalu lintas yang cukup padat. 

Tan Andyono tidak hadir saat terdakwa Fernando HP Munthe melakukan kunjungan ke lokasi jaminan tambahan. Verifikasi dilakukan hanya lewat sambungan telepon dengan Tan Andyono.

Fernando HP Munthe memang ada melakukan verifikasi kepada pembeli, pemasok, pesaing maupun pihak ketiga lainnya, namun lewat call memo kepada pembeli PT PJLU yakni PT Multimas Nabati Asahan pada tanggal 16 April 2018, PT Smart tanggal 16 April 2018 dan PT Permata Hijau pada tanggal 16 April 2018. Intinya ketiga perusahaan dimaksud membenarkan membeli CPO dan Palm Kernel (PK) dari PT PJLU dengan pola pembayaran 7 hingga 10 hari setelah barang diterima. 

Verifikasi dengan melakukan call memo juga dilakukan terhadap supplier atau pemasok TBS dari PT PJLU.
Dalam penyusunan Analisa Kredit, sambungnya, terdakwa Fernando HP Munthe seharusnya menetapkan nilai agunan berdasarkan hasil penilaian/ taksasi yang dilakukan oleh Penilai Independen terhadap jaminan kredit khusus untuk kredit yang diajukan pada bank plat merah itu. 

Penilai Independen

Namun faktanya dalam menetapkan nilai agunan atas jaminan kredit yang diajukan oleh Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU, terdakwa Fernando HP Munthe tidak menetapkan nilai agunan berdasarkan hasil penilaian/ taksasi yang dilakukan oleh Penilai Independen terhadap jaminan kredit khusus, sebagaimana Surat Permohonan Pinjaman Kredit Nomor : 748/PJLU/III/2018 tanggal 21 Maret 2018. 

Melainkan hanya menggunakan Laporan Penilaian Aset Nomor : 062/SP-AV/FAST-MDN/III/2017 tanggal 13 Maret 2017 dari KJPP Fast yang diserahkan oleh Tan Andyono.

Sedangkan Laporan Penilaian Aset Nomor : 062 / SP-AV / FAST-MDN / III/2017 tanggal 13 Maret 2017 dari KJPP Fast tersebut, bukan ditujukan untuk penjaminan kredit yang diajukan oleh Tan Andyono. Namun untuk penjaminan fasilitas kredit PT PJLU pada PT Bank Artha Graha Internasional Tbk Cabang Medan Tahun 2017. 

Data pemilaian aset dimaksud, sambung Hendri, dilakukan dengan cara dan keadaan secara tanpa hak dan tanpa mendapat ijin dari PT Bank Artha Graha Internasional dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) FAST.

Bukan hanya proses pengajuan kreditnya bermasalah. Terdakwa Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU tidak mampu melunasi kewajibannya alias berujung pada kredit macet sebesar Rp36.932.813.935.

Tan Andyono maupun Fernando HP Munthe dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Menjawab pertanyaan majelis hakim diketuai Sulhanuddin, kedua terdakwa melalui tim penasihat hukumnya mengatakan, akan mengajukan nota keberatam atas dakwaan JPU (eksepsi). Persidangan pun dilanjutkan 2 pekan mendatang. (ROBERTS)














Kerugian Negara Rp36,9 M, Staf Bank Plat Merah Jalan Pemuda dan Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama Diadili

MEDAN | Salah seorang staf bank plat merah di Jalan Pemuda, Kota Medan Fernando HP Munthe SE dan debitur Tan Andoyono (berkas terpisah), selaku Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU), Senin (18/11/2024) diadili di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan. 

Keduanya didakwa melakukan tindak pidana korupsi beraroma kredit macet mengakibat kerugian keuangan negara mencapai Rp36.932.813.935.

Tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dimotori Dr Hendri Edison Sipahutar dalam dakwannya menguraikan, pada tahun 2014 PT Bank Artha Graha Internasional (Tbk) Cabang Pemuda-Medan memberikan fasilitas kredit Fixed Loan Rp40 miliar kepada PT PJLU untuk modal kerja Investasi untuk pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) yang terletak di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat-Aek Kanopan), Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumut.

Pemberian fasilitan kredit dituangkan dalam Akte Perjanjian Kredit Nomor: 106 tanggal 13 Juni 2014 yang ditandatangani oleh Arifin Djaja selaku Pemimpin Cabang PT Bank Artha Graha Internasional Tbk dengan Santo Ridwan selaku Direktur PT PJLU.

Di tahun 2015 kemudian terjadi perubahan pengikatan kredit menyusul adanya perubahan kepungurasn di PT PJLU. Posisi Santo Ridwan digantikan terdakwa Tan Andyono. Selanjutnya dilakukan Perjanjian Perpanjangan Kredit Nomor : MDN/PPK-RL/87/VIII/2016 tanggal 02 Agustus 2016 yang ditandatangani oleh Hendianto selaku Pemimpin PT Bank Artha Graha Internasional Tbk Cabang Medan dengan terdakwa selaku Direktur PT PJLU yang memperpanjang jangka waktu perjanjian kredit Revolving Loan (RL) sebesar Rp10 miliar.

Di tahun 2016 Hendianto selaku pemimpin bank menyetuhui penambahan fasilitas kredit berupa Revolving Loan sebesar Rp10 miliar kepada Tan Andyono yang dituangkan ke dalam Perubahan Perjanjian Kredir Nomor : 12 Tanggal 02 Agustus untuk Modal Kerja PMKS. Di tahun 2017 terdakwa memperpanjang jangka waktu perjanjian kredit Pinjaman Rekening Koran (PRK) sebesar Rp5 miliar, Rp15 miliar, Rp21 miliar dan Rp14 mliar yang disetujui Tonny Indra Wijaya, selaku Pemimpin PT Bank Artha Graha Internasional Tbk Cabang Medan.

Dengan demikian total fasilitas kredit yang diberikan oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk Cabang Medan kepada PT PJLU sejak tahun 2014 hingga 2017 sebesar Rp80 miliar.

Pada Tahun 2018, Tan Andyono bertemu dengan terdakwa Fernando HP Munthe selaku Pegawai Sementara (Pgs) Senior Relationship Manager (SRM) pada bank plat merag di Jalan Pemuda Medan menanyakan apakah bisa mendapatkan fasilitas kredit sementara pinjaman PT PJLU di Bank Artha Graha masih belum lunas. 
 
Fernando HP Munthe pun menawarkan agar fasilitas kredit yang diperolehnya dari bank swasta tersebut dapat dialihkan (take over) Fernando HP Munthe. Usulan tersebut disetujui Tan Andyono berikut mengajukan penambahan kredit untuk modal membangun PMKS dengan bunga pinjaman yang lebih rendah dari PT Bank Artha Graha Internasional (Tbk) Cabang Medan. 

Untuk menindaklanjuti proses pengalihan (take over) fasilitas kredit tersebut justru terdakwa Fernando HP Munthe menyusun dan membuat Surat Permohonan Pinjaman sebesar Rp75 miliar kemudian diserahkan kepada Tan Andyono selaku Diretur PT PJLU untuk ditandatangani dan Arie Wirathama Tandias selaku Komisaris PT PJLU . Dengan rincian Kredit Investasi Rp55 miliar dan Kredit Modal Kerja Rp15 miliar.

Saat tahapan pre-screening dan collect data tersebut ditemukan adanya dokumen yang belum dilengkapi/dipenuhi sebagai syarat untuk memenuhi ketentuan proses kredit yaitu : dokumen Izin Usaha, AMDAL PT. PJLU, dokumen jual-beli dengan supplier dan buyer, dokumen rekening koran, Purchase Order, dan lain-lain.

Pada tanggal 22 Maret 2018 terdakwa Fernando HP Munthe bersama Wayan Arifian selaku Regional Manager (RM)/ Analis Kredit, Marisi Paulina Manik selaku Credit Risk Manager (CRM), Junaido Kholis selaku Pemimpin Kelompok Manajer Bisnis (KMB), Ir Kusnandar Helmi selaku Pemimpin Resiko Wilayah, dan Latip Suharjani selaku Pemimpin SKM Medan melakukan Kunjungan Setempat atau On The Spot (OTS) ke lokasi usaha dan lokasi jaminan atas kredit yang diajukan oleh Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU yaitu PMKS di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Prapat-Aek Kanopan), Desa Kampung Pajak, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labura.

Namun pihak yang dijumpai di lokasi usaha sekaligus jaminan kredit tersebut bukanlah Tan Andyono dan Arie Wirathama Tandias selaku Komisaris PT PJLU. Melainkan Nazwar Mill selaku Manager PT PJLU, Guntur selaku Askep, Mujur selaku Quality Control dan Robert / Akang selaku Kepala Sortasi PT PJLU.

Nilai persediaan dan nilai piutang yang disampaikan oleh Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU nilainya di atas Rp5 miliar. Maka hal itu wajib dilakukan oleh Penilai Independen. Bukan oleh Petugas Internal Bank.


“Pernyataan yang menyampaikan bahwa kapasitas pabrik saat ini telah diupgrade menjadi 45 ton/jam dari sebelumnya masih berkapasitas 30 ton/ jam, tidak didukung oleh bukti, melainkan hanya berdasarkan keterangan dari pihak PT PJLU. Tidak dilakukan konfirmasi dan verifikasi langsung terhadap pemasok Tandan Buah Sawit (TBS).
Bahwa Terdakwa Fernando HP. Munthe, SE. selaku Pgs. Senior Relationship Manager (SRM) PT. BNI (Persero), Tbk. SKM Medan hanya mempercayai pengakuan-pengakuan semata tanpa didukung bukti-bukti yang sah,” urai Hendri.

Telah dilakukan verifikasi terhadap jaminan tambahan milik Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU berupa 4 unit ruko dan 1 bangunan gudang di Kompleks Brayan Trade Centre, Jalan Kapten Sumarsono (simpang Jalan Veteran), Pulo Brayan, Kota Medan. Namun kondisi ruko masih dalam keadaan kosong dan gudang masih belum selesai bangunannya.
Posisinya berada di daerah yang cukup strategis sebagai tempat usaha dan berada di lingkungan padat penduduk. Akses menuju lokasi jaminan cukup baik dan berada di jalur lalu lintas yang cukup padat. Tan Andyono tidak hadir saat terdakwa Fernando HP Munthe melakukan kunjungan ke lokasi jaminan tambahan. Verifikasi dilakukan hanya lewat sambungan telepon dengan Tan Andyono selaku Direktur PT. PJLU hanya.  

Fernando HP Munthe juga ada Melakukan verifikasi kepada pembeli, pemasok, pesaing maupun pihak ketiga lainnya, namun lewat Call Memo kepada pembeli PT PJLU kepada PT Multimas Nabati Asahan pada tanggal 16 April 2018, PT Smart tanggal 16 April 2018 dan PT Permata Hijau pada tanggal 16 April 2018. Intinya kedua perusahaan dimaksud membenarkan membeli CPO dan Palm Kernel (PK) dari PT PJLU dengan pola pembayaran 7 hingga 10 hari setelah barang diterima. Verifikasi dengan melakukan call memo juga dilakukan terhadap supplier atau pemasok TBS dari PT PJLU.
Dalam penyusunan Analisa Kredit, sambungnya, terdakwa Fernando HP Munthe seharusnya menetapkan nilai agunan berdasarkan hasil penilaian/ taksasi yang dilakukan oleh Penilai Independen terhadap jaminan kredit khusus untuk kredit yang diajukan pada bank plat merah tersebut. 

Namun faktanya dalam menetapkan nilai agunan atas jaminan kredit yang diajukan oleh Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU, terdakwa Fernando HP Munthe tidak menetapkan nilai agunan berdasarkan hasil penilaian/ taksasi yang dilakukan oleh Penilai Independen terhadap jaminan kredit khusus, sebagaimana Surat Permohonan Pinjaman Kredit Nomor : 748/PJLU/III/2018 tanggal 21 Maret 2018. Melainkan hanya menggunakan Laporan Penilaian Aset Nomor : 062/SP-AV/FAST-MDN/III/2017 tanggal 13 Maret 2017 dari KJPP Fast yang diserahkan oleh Tan Andyono.

Sedangkan Laporan Penilaian Aset Nomor : 062/SP-AV/FAST-MDN/III/2017 tanggal 13 Maret 2017 dari KJPP Fast tersebut bukan ditujukan untuk penjaminan kredit yang diajukan oleh Tan Andyono namun untuk penjaminan fasilitas kredit PT PJLU pada PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk Cabang Medan Tahun 2017. 

Selain itu penggunaan Laporan Penilaian Aset Nomor : 062/SP-AV/FAST-MDN/III/2017 tanggal 13 Maret 2017 yang dibuat oleh KJPP Fast oleh terdakwa dilakukan dengan cara dan keadaan secara tanpa hak dan tanpa mendapat ijin dari PT Bank Artha Graha Internasional dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) FAST untuk mempergunakan Laporan Penilaian Aset Nomor : 062/SP-AV/FAST-MDN/III/2017 tanggal 13 Maret 2017 yang sebelumnya dipergunakan untuk kepentingan Perjanjian Kredit antara PT Bank Artha Graha Internasional (Tbk) Cabang Medan dengan Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU. (ROBERTS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini