Dokumen foto Kantor PT JBI di lahan yang disengketakan di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan, Kota Medan dan Dr M Iqbal Asnawi (insert). (MOL/ROBS/Ist)
MEDAN | Perkara digugatnya PT Jaya Beton Indonesia (JBI) mendapat perhatian pengamat hukum dari Universitas Samudra Dr M Iqbal Asnawi SH MH. Perkara dimaksud sekaligus merupakan ujian besar bagi para hakim di PN Medan dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.
“Dinamika yang terjadi pada peradilan kita, seperti kasus suap yang menjerat tiga hakim PN Surabaya, telah mencoreng kehormatan profesi hakim.
Dengan bergulirnya perkara digugatnua PT JBI, para hakim di PN Medan dihadapkan pada ujian penting untuk menunjukkan netralitas, independensi, dan mengambil keputusan yang benar-benar adil,” katanya di Medan, Senin (11/11/2024).
Ia menilai, dalam situasi peradilan yang baru-baru ini tercoreng oleh kasus suap di PN Surabaya, penting bagi hakim PN Medan untuk menunjukkan netralitas, profesionalitas dan independensi mereka dalam memutus perkara.
Ia menyoroti bahwa perkara dimaksud bukan hanya soal sengketa lahan senilai Rp642 miliar, tetapi juga menyangkut prinsip-prinsip penting dalam hukum perdata, seperti kehati-hatian dalam transaksi hukum.
“Perkara ini sangat menarik bagi kalangan akademisi dan praktisi. Perikatan yang terjadi harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam KUH Perdata, khususnya prinsip kehati-hatian (prudence principle) yang esensial dalam perbuatan hukum seperti jual beli lahan,” jelasnya.
Dr Iqbal menekankan bahwa hakim yang menangani perkara ini harus bisa memberikan rasa nyaman dan keadilan kepada pihak yang berperkara, serta memperkuat citra peradilan Indonesia yang sedang dipertaruhkan.
"Harapannya, hakim bisa memutuskan dengan seadil-adilnya dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan kita," tutupnya.
Sementara itu, kuasa hukum ahli waris pemilik lahan, Lindawati dan Afrizal Amris (penggugat), Bambang H Samosir, juga meminta kepada majelis hakim agar berlaku adil dan mempertimbangkan semua aspek hukum secara objektif.
Dalam sidang sebelumnya, saksi ahli Hukum Perdata dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU) Prof DrTan Kamello SH MS FCBArb menyebut bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT JBI patut diduga mengalami cacat hukum karena kurangnya itikad baik dalam proses perolehannya.
Salah satu hakim anggota, Frans Manurung juga memerintahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan untuk menghadirkan warkah atau dokumen kepemilikan lahan pada sidang berikutnya guna memperjelas asal usul tanah yang disengketakan.
Sidang akan dilanjutkan pada 26 November 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli hukum agraria Prof M Yamin dari FH USU. (ROBS)