Baru Debitur Bank yang Ditahan, Kajari Medan: Gak Tertutup Kemungkinan Nambah Tersangkanya

Sebarkan:


Dokumen foto Kajari Medan Muttaqin Harahap (tengah) didampingi Kasi Pidsus Mochammad Ali Rizza (kanan) dan Kasubagbin Edi Tarigan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan Muttaqin Harahap menegaskan, gak tertutup kemungkinan bertambah tersangka lainnya terkait perkara dugaan korupsi berbau kredit macet di salah satu bank plat merah di Medan mencapai Rp4.486.838.49.

“Tidak menutup kemungkinan (bertambah tersangka lainnya), namun masih dalam proses pendalalam penyidik,” tegasnya lewat pesan teks, Jumat (21/6/2024).

Sehari sebelumnya, tim penyidik bidang Tindak pidana Khusus (Pidsus) Kejari Medan menetapkan pria IB, salah seorang debitur bank plat merah di Medan sebagai tersangka korupsi berbau kredit macet. Tim kemudian melakukan penahanan untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Medan sejak 20 Juni hingga 9 Juli 2024.

“Terkait pemberian fasilitas kredit kepada Bohari Group pada tahun 2017 sampai dengan 2019,” kata Kasi Intel Dapot Dariarma didampingi Kasi Pidasus Mochammad Ali Rizza.

Modus tersangka IB adalah dengan mengajukan fasilitas kredit di bank kebanggan Sumut tersebut berupa Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) dengan memalsukan dokumen kontrak kerja dan dokumen pembelian barang. 

Dalam rentang waktu tahun 2017 sampai dengan 2019, tersangka telah menerima 9 fasilitas kredit dengan menggunakan 3 nama perusahaan yaitu PT Bohari Mandiri Bersaudara (BMB), PT Bahari Samudra Sentosa dan CV Gambir Mas Pangkalan (GMP) dengan nilai fasilitas kredit sebesar Rp17.971.680.692.

Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, IB telah mengembalikan sebesar Rp7.704.842.201. Namun terdapat selisih nilai pokok kredit yang masih macet. 

Atas perbuatan tersangka IB, telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebesar Rp4.486.838.491. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini