Kedua ahli yang dihadirkan tim jaksa Pidmil pada Kejati Sumut dalam sidang lanjutan perkara korupsi eradikasi di PT PSU senilai Rp52 miliar.
(MOL/ROBERTS)
MEDAN | Giliran dua ahli disiplin ilmu berbeda dihadirkan tim jaksa koneksitas pada Pidana Militer (Pidmil) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Pidsus Kejati Sumut) dan Oditurat Militer Tinggi Medan, Senin (22/4/2023) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.
Yakni terkait perkara korupsi senilai Rp52 miliar dengan terdakwa 2 warga sipil dan seorang purnawirawan Perwira Menengah (Pamen) TNI pada kegiatan eradikasi (pemusnahan tanaman sawit yang terkena penyakit) di lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) di Kebun Tanjung Kasau, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara.
Kedua ahli yang dihadirkan Hendri Edison Sipahutar didampingi Andalan Zalukhu masing-masing Dr Mhd Karya selaku ahli akuntan publik serta Mahardika selaku sebagai ahli hama dan tanaman.
Menjawab pertanyaan tim penasihat hukum terdakwa Ir Gazali Arief MBA ketika itu selaku Direktur Utama (Dirut) PT PSU, ahli Dr Mhd Karya menerangkan, dia bersama tim lainnya ada melakukan tinjauan lokasi eradikasi di Kebun Tanjung Kasau.
“Total loss Yang Mulia. Dianggap sebagai kerugian keuangan negara. Terhadap tanah yang dijual (ke rekanan pembangunan jalan tol). Kita sudah konfirmasi berapa (total volume tanah kerukan) yang dijual (melalui para vendor).
Tapi tidak ada dokumennya di PT PSU,” urai ahli di hadapan majelis hakim koneksitas diketuai M Yusafrihardi Girsang didampingi anggota majelis Kolonel (Kum) Niarti dan Gustap Paiyan Marpaung.
Kendati demikian, sambung ahli, tim melakukan pengukuran secara manual terhadap tumpukan tanah kerukan eradikasi untuk mengetahui volumenya dengan menggunakan meteran.
Sementara usai persidangan, JPU Hendri Sipahutar mempertegas bahwa PT PSU tidak memiliki dokumen topografi pengerukan tanah di lahan sawit yang terkena eradikasi. “Nanti bisa dicek di Google apa itu topografi,” katanya singkat.
Eradikasi
Di bagian lain ahli hama dan tanaman Mahardika juga menerangkan, dirinya ada meninjau lokasi kegiatan eradikasi di Kebun Tanjung Kasau. Tanaman sawit lebih dari 1 meter bisa perkirakan usia tanam kurang lebih satu tahun. Saat dicek kembali pada 21 Agustus 2023 baru lalu, kondisi tanaman sudah tumbuh seperti usia tanaman 3 tahun.
Namun dalam kesempatan tersebut hakim ketua M Yusafrihardi sempat menyela pendapat ahli yang menyebutkan saat ini tanaman sawit di usia 26 bulan, sudah bisa panen. “Kacau ini,” kata hakim ketua sembari tersenyum kecil.
Hasil tinjauan ke lokasi kebun tersebut selanjutnya dilaporkan ke atasannya. “Memang ada eradikasi di lahan tersebut. Hasil kerukan tanah hampir rata dengan jalan. Sedangkan untuk replanting tanaman yang terserang penyakit diperkirakan menelan biaya kurang lebih Rp40 juta per Ha.
“Dampak dari tanaman yang terkena penyakit perpendek usia, nilai investasi kurang dari keuntungan yang diprediksikan sebelumnya,” urai saksi menjawab pertanyaan tim PH terdakwa Gazali. Hakim ketua pun melanjutkan persidangan, Jumat (26/4/2024) untuk agenda pemeriksaan ketiga terdakwa.
Dalam perkara aquo, selain Gazali Arief, dua lainnya (berkas terpisah) turut dijadikan terdakwa yaitu Sahat Tua Bate’e, selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I / Bukit Barisan (BB) dan unsur swasta, Febrian Morisdiak Bate’e.
Dijual via Vendor
Sementara dalam dakwaan diuraikan, pada Juli 2019 hingga Oktober 2020, tanah kerukan kegiatan eradikasi tersebut dijual kepada rekanan untuk pembangunan jalan tol melalui (via) vendor atau agen.
Bermula dari perkenalan Dirut PT PSU Gazali Arief dengan terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e, selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I / Bukit Barisan (BB), di mana terdakwa berada di lokasi tidak jauh dari HGU PT PSU di Kebun Tanjung Kasau yang memiliki quarry (lahan galian pertambangan).
Dari pertemuan tersebut, Gazali Arief kemudian membuat kesepakatan dengan terdakwa Sahat Tua Bate’e berupa perjanjian kerjasama atau MoU untuk mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet atau eradikasi di lokasi PT PSU Unit Kebun Tanjung Kasau. Lalu pada tanggal 11 Juli 2019 keduanya menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK) No: 920 / Dir - RU / SKP / PT - PSU / 2019.
Terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet di lokasi Unit Kebun Tanjung Kasau, Kecamatan Laut Tador dengan luas ± 60 Ha. Namun kegiatan penjualan tanah kerukan tanpa sepengetahuan Komisaris Utama (Komut) PT PSU ketika itu, Ir Asrul Masir Harahap MPd alias tidak sesuai prosedur.
Dalam pengerukan tanah tersebut terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e mengajak terdakwa Febrian Morisdiak Bate’e, selaku Direktur PT Kartika Berkah Bersama (KBB) menyediakan peralatan alat berat yang merupakan milik Febrian berupa excavator sebanyak dua unit dan ikut menjual tanah yang dikeruk tersebut.
Keduanya sepakat melakukan kegiatan eradikasi dengan cara tanah yang ada di lahan Kebun Tanjung Kasau yang dikeruk tersebut kemudian dijual untuk dijadikan tanah timbun dalam rangka pembangunan jalan Tol Indrapura Kisaran, Tebing-Indrapura, Indrapura - Kuala Tanjung. Kerugian keuangan atau perekonomian negara berdasarkan audit akuntan publik mencapai Rp52.151.617.822.
Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (ROBERTS)

