Korupsi Dana BOS Secara Berkelanjutan, Mantan Kepala SMK Pencawan Diganjar 6,5 Tahun, Bendahara 72 Bulan

Sebarkan:


Majelis hakim diketuai M Nazir dan terdakwa Restu Pencawan yang hanya tertunduk selama persidangan. (MOL/ROBERTS
)



MEDAN | Mantan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pencawan 1 Medan Restu Utama Pencawan, Senin (8/1/2024) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan akhirnya divonis 6,5 tahun penjara. 

Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, majelis hakim diketuai M Nazir didampingi anggota majelis Yusafrihardi Girsang dan Rurita Ningrum dalam amar putusannya menyatakan, sependapat dengan JPU.

“Terdakwa diyakini telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair penuntut umum,” urai M Nazir.

Yakni menyuruh atau turut serta melakukan secara berkelanjutan tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan atau perekonomian negara total sebesar Rp1.846.037.100 terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun Anggaran (TA) 2018 dan 2019 dan dana Komite Sekolah.

Selain itu, mantan orang pertama di SMK Pencawan 1 Medan tersebut dipidana denda Rp300 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.

Restu Pencawan juga dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp1.846.037.100. Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang JPU.

“Bila nantinya juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana pidana 2 tahun penjara,” imbuh M Nazir.

Anggota majelis hakim Rurita Ningrum dalam amar putusan menguraikan, pembangunan Ruang Praktik Siswa (RPS) TA 2019, sama sekali tidak diketahui wakil kepala sekolah dan para guru dari mana sumber dananya.

Majelis hakim menyatakan sependapat dengan ahli mengenai nilai kerugian keuangan negara mengenai adanya penyalahgunaan dana BOS TA 2018 untuk pengadaan buku Rp275 juta, di TA 2019 Rp331.863.000 dan pembangunan RPS sebesar Rp323.400.000 serta lainnya dengan total Rp1.846.037.100.

“Ada dibuat Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) namun tanpa diketahui para guru. Terdakwa sebagai kepala sekolah serta Ismail Tarigan sebagai Bendahara Dana BOS mencairkan dananya.

Tidak diketahui untuk apa saja karena tidak diketahui guru-guru. Dana tersebut dikuasai sepenuhnya oleh terdakwa Restu Pencawan. Terdakwa juga tidak mampu menunjukkan dokumen belanja barang atas dana BOS dan Komite Sekolah,” urai Rurita.




JPU pada Kejari Medan Fauzan Irgi Hasibuan (kiri). (MOL/ROBERTS)



72 Bulan

Sebelumnya, eks Bendahara Dana BOS Ismail Tarigan (berkas terpisah) divonis majelis hakim yang sama selama 72 bulan (6 tahun) penjara, juga diyakini terbukti bersalah sebagaimana dakwaan primair JPU.

Ismail Tarigan juga didenda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan, tanpa pidana tambahan membayar UP. Sebab fakta terungkap di persidangan, terdakwa tidak menikmati kerugian keuangan negara.

Dengan demikian, vonis majelis hakim untuk terdakwa Restu Pencawan lebih ringan setahun dari tuntutan JPU. Untuk terdakwa Ismail Tarigan lebih ringan 1,5 tahun. Sebab lada persidangan beberapa pekan lalu keduanya dituntut masing-masing 7,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan. 

Menjawab pertanyaan hakim ketua, baik JPU Fauzan Irgi Hasibuan, kedua terdakwa maupun tim penasihat hukumnya mengatakan, pikir-pikir. Apakah menerima atau melakukan upaya hukum banding atas putusan yang baru dibacakan majelis hakim. (ROBERTS)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini