Kejati Sumut Kembali Hentikan Penuntutan 4 Perkara Humanis Pendekatan Keadilan Restoratif

Sebarkan:

 


Dokumen foto. (MOL/Ist)



MEDAN | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Senin (21/8/2023) kembali melakukan penghentian penuntutan terhadap 4 perkara humanis yang berasal dari 3 Kejaksaan Negeri (Kejari) dan 1 Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) dengan pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).


Yakni dari Kejari Simalungun, Binjai, Mandailing Natal (Madina) dan Cabjari Deliserdang di Pancurbatu. 


Penghentian penuntutan perkara dimaksud Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajati Sumut Joko Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar, Kasi TP Oharda Zainal serta Kasi lainnya melakukan ekspos perkara kepada JAM Pidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut. 


JAM Pidum saat itu didampingi   Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya. Ekspose perkara juga  diikuti secara daring oleh Kajari Simalungun, Binjai, Kajari Madina dan Kacabjari Deliserdang di Pancurbatu serta JPU yang menangani perkaranya. 


Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, menyampaikan bahwa hingga Agustus 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 87 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif. 


Termasuk 4 perkara yang disetujui Jampidum dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah dari Kejaksaan Negeri Simalungun atas nama tersangka Desi Arni Sidabutar melanggar Primair Pasal 310 ayat (3)  UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Subs Pasal 310 ayat (2) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


Dari Kejari Binjai atas nama tersangka Jumari melanggar  Pasal 372 Atau Kedua Pasal 378 KUHPidana. 


Dari Cabjari Deliserdang di Pancurbatu atas nama tersangka Rahmadsyah Putra Als Putra melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHPidana dan perkara dari Kejari Madina atas nama tersangka Barata Sultan Lubis alias Adek pasal 480 Ayat (1) KUHPidana.


Empat perkara ini disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, artinya di antara tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.


"Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," kata Yos A Tarigan.


Proses penghentian penuntutan 4 perkara ini sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penuntut umum. (ROBS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini