Vonis 4 Tahun Perkara Supplier Kedelai Dinilai Berlebihan dan Merasa Dizalimi, PH Halim Nyatakan Banding

Sebarkan:

 



Majelis hakim diketuai Ulina Marbun saat membacakan amar putusan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Vonis 4 tahun penjara dan pidana denda Rp50 juta subsidair  (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan) selama 1 bulan terhadap Halim alias A Kim, salah seorang supplier kedelai untuk pengrajin tahu tempe di Medan dinilai berlebihan dan bahkan merasa dizalimi.


"Sebagai tim penasihat hukum (PH) terdakwa, kami menghormati sekaligus kecewa dengan putusan Yang Mulia majelis hakim.


Pertimbangan hukum kami berdasarkan fakta-fakta terungkap di persidangan sebagaimana keterangan saksi-saksi dan ahli, kita merasa putusannya sangat berlebihan.


Makanya kita sampaikan kepada majelis hakim pikir-pikir dan untuk selanjutnya kita banding," kata ketua tim PH terdakwa, Petrus Paskah Tarigan seusai persidangan di Cakra 3 PN Medan, Selasa (20/12/2022).


Petrus juga sangat menyayangkan konstruksi hukum yang dibangun. Seolah inkrachtnya pidana awal perkara penipuan atau penggelapan kemudian dilanjutkan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan maksud menyamarkan harta atau kekayaannya.


"Fakta terungkap di persidangan adalah sii suami (terdakwa Halim alias A Kim) mentransfer uangnya ke istrinya (Erlin Wijaya alias Aling berkas terpisah) dan balik ke suami. Menurut kami hal itu merupakan ranah perbankan atau perdata. Bukan TPPU," tegasnya.


Secara terpisah ketua tim JPU dari Kejari Belawan Franciskawati Nainggolan didampingi Bastian Sihombing dan Daniel Surya Partogi mengatakan pikir-pikir atas putusan yang baru dibacakan.


3 Tahun


Di arena sidang yang sama, majelis hakim diketuai Ulina Marbun didampingi anggota majelis Khamozaro Waruwu dan Tiares Sirait jiga menghukum Erlin Wijaya alias Aling pidana 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan.


Majelis sependapat dengan tim JPU dimotori Franciskawati Nainggolan. Kedua terdakwa diyakini telah terbukti melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan, melanggar Pasal 3 jo Pasal 10 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pertama.


Sejumlah transferan yang masuk dan keluar dari beberapa rekening Halim alias A Kim Agus 2019, bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya patut diduga dari hasil tindak pidana awal.


Hanya saja vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU. Halim alias A Kim dan istrinya Erlin Wijaya sebelumnya dituntut agar dipidana masing-masing 5 tahun penjara.


Hubungan Dagang


Diberitakan sebelumnya, konstruksi hukum dari hulu ke hilir menurut ketua tim PH kedua terdakwa, Petrus Paskah Tarigan, bukan hanya menimpa Halim alias A Kim. Tapi juga istrinya sebagaimana fakta persidangan, tidak tahu apa-apa. 


Erlin Wijaya alias Aling murni hanya membantu suaminya menjalankan usaha legal bisnis jual beli kedelai untuk pengrajin tahu tempe. Misalnya melakukan pembayaran orderan pengambilan kedele atas permintaan suaminya.


Perkara aquo berawal dari hubungan dagang jual beli kacang-kacangan (hubungan perjanjian jual beli-red) yang terjadi terus menerus antara pelapor dan terlapor, Halim alias A Kim kemudian berujung pada peristiwa perdata. 


Namun setahu bagaimana menjadi  peristiwa tindak pidana penggelapan yang telah diputus di PN Lubuk Pakam 3 tahun. Di tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) Medan merubah putusan PN menjadi tindak pidana penipuan 1 tahun 6 bulan. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) merubah putusan PT Medan kembali menjadi tindak pidana penggelapan 3 tahun.


Mirisnya lagi, Halim alias A Kim kini dijerat tindak pidana TPPU bersama istrinya. Padahal suami istri tersebut menjalankan usaha bisnis kedelai tanpa neko-neko. Karena usaha tersebut untuk menghidupi keluarga terdakwa.


Total nilai hubungan bisnis selama kerja sama mencapai 45 miliar, jadi sisa 1,5 miliar merupakan sisa hutang yang belum dibayar. Dengan itikad dan niat baik, Halim juga pernah mencicil dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terdakwa sudah diserahkan ke Daniel Rachmat (sebelum membuat laporan pengaduan penggelapan-red).


Bahkan Daniel Rachmat juga telah mengajukan gugatan perdata dengan nomor perkara : 779/Pdt.G/2022/PN Mdn tertanggal 27 September 2022  di PN Medan. Kembali menurut Petrus Paskah Tarigan, hal itu sekaligus menguatkan fakta hukum bahwa perkaranya murni ranah perdata dan tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta di persidangan. 


Utang


Di hadapan majelis hakim diketuai Ulina Marbun, ketika Halim alias A Kim diperiksa sebagai terdakwa menegaskan, sampai sekarang dia merasa tidak melakukan penipuan maupun penggelapan terhadap Daniel Rachmat.


"Walau saya sudah selesai jalani hukuman penjara selama 3 tahun dari pidana penggelapan, tapi sampai sekarang saya merasa tidak melakukan penggelapan Yang Mulia. Sepengetahuan saya, saya masih berutang sekitar Rp1,5 miliar Yang Mulia. Saya sudah bilang ke dia (Daniel Rachmat) Saya mau melunasinya dengan cara mencicil. 


Surat rumah saya juga sudah saya serahkan ke dia. Kurang lebih senilai Rp1 miliar. Sisanya akan saya cicil. Tapi macam mana mau mencicilnya? Saya keburu dilaporkan lagi ke Polda Sumut dan terus dipenjara lagi," urai pria berperawakan ceking itu. 


Ketika ditanya majelis penyebabnya, terdakwa menimpali, ada banyak konsumen yang menunggak pembayaran karena kenaikan harga kedelai terus menerus. 


Kenaikan tersebut tidak sesuai lagi dengan harga jual dari pengrajin tempe dan tahu sehingga keuntungan semakin tipis dan tidak bisa menutupi biaya produksi.


Ditambah lagi faktor serangan virus flu babi di tahun 2019 menyebabkan tingginya kasus kematian hewan ternak babi. Hal ini menyebabkan ampas tahu yang merupakan makanan babi ketika itu tidak laku dan menyebabkan kerugian pelanggan sehingga tidak bisa menutupi biaya produksi. (ROBERTS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini