Perkara Supplier Kedelai Murni Perdata, PH Mohon Hakim Bebaskan Halim dan Istrinya

Sebarkan:

 



Dokumentasi sidang lanjutan di Cakra 5 PN Medan. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, perkara Halim alias A Kim yang berprofesi sebagai supplier kedelai untuk pengrajin tahu tempe dan istrinya, Erlin Wijaya alias Aling (berkas terpisah-red), murni peristiwa hukum perdata. 


Bukan perkara Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana didakwakan maupun tuntutan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan.


Hal itu ditegaskan tim penasihat hukum (PH) kedua terdakwa, Petrus Paskah Tarigan usai sidang lanjutan di Cakra 5 PN Medan, Kamis (15/12/2022).


"Konstruksi hukum yang dibangun rekan dari JPU telah terbantahkan, sebagaimana kami tuangkan dalam nota pembelaan atau pledoi sehari sebelumnya.


Sebagai benteng terakhir penegakan hukum, kami selaku PH memohon agar Yang Mulia majelis hakim nantinya menjatuhkan vonis bebas minimal melepaskan Halim alias A Kim dan istrinya, Erlin Wijaya alias Aling dari segala dakwaan maupun tuntutan JPU. Mengembalikan nama baik, harkat dan martabat klien kami," tegas Petrus.


Dua saksi di persidangan beberapa pekan lalu yakni Juliana selaku Assistant Hukum pada PT Bank Central Asia Tbk Kantor Wilayah V dan Erwin Ghana alias Ahui dari PT Bank Permata Tbk menerangkan, tidak ada larangan  suami istri membuka tabungan di bank.


Pola transaksi yang dilakukan oleh terdakwa suami istri tersebut juga menurut kedua saksi tsb adalah transaksi wajar dan tidak mencurigakan.


"Artinya transaksi klien kami sebagai pebisnis yang memiliki usaha supplier kedelai menurut pihak bank merupakan transaksi yang wajar. 


Oleh karena itu, apa yang didakwakan dan dituntut oleh penuntut umum terhadap transaksi keuangan terdakwa Halim dan Erlin Wijaya tidak tepat dan keliru," urainya.


Demikian halnya dengan pemberian nomor pin internet banking oleh  Erlin Wijaya alias Aling kepada suaminya, Halim alias A Kim, menurut kedua saksi, bukanlah perbuatan pidana.


Unprofesional


Demikian halnya dengan pendapat ahli hukum pidana Dr B Simarmata ketika hakim anggota Khamozaro Waruwu soal konstruksi hukum yang sedang disidangkan bahwa perkara penggelapan Halim alias A Kim berdiri sendiri yang kemudian digugat perbuatan melawan hukum dan sekarang didakwa TPPU. 


Sepengetahuannya, pengusutan kasus Halim sejak awal tidak profesional atau unprofesional. "Menurut hemat Saya, sejak awal sudah ada yang salah. Pemidanaannya khusus. Tidak serta merta seseorang yang sudah dipidana atas putusan pengadilan otomatis bisa dipidana TPPU. Kalau bukan hasil kejahatan tidak ada pencucian uang," tegasnya. 


Harus dilihat dulu mens rea (niat jahatnya). Kalau ada pelaku beritikad baik namun karena keadaan tidak  bisa melunasinya merupakan wanprestasi. Bukan tindak pidana.


Utang


Di hadapan majelis hakim diketuai Ulina Marbun, ketika Halim alias A Kim diperiksa sebagai terdakwa menegaskan, sampai sekarang dia merasa tidak melakukan penipuan maupun penggelapan terhadap Daniel Rachmat.


"Walau saya sudah selesai jalani hukuman penjara selama 3 tahun dari pidana penggelapan, tapi sampai sekarang saya merasa tidak melakukan penggelapan Yang Mulia. Sepengetahuan saya, saya masih berutang sekitar Rp1,5 miliar Yang Mulia. Saya sudah bilang ke dia (Daniel Rachmat) Saya mau melunasinya dengan cara mencicil. 


Surat rumah saya juga sudah saya serahkan ke dia. Kurang lebih senilai Rp1 miliar. Sisanya akan saya cicil. Tapi macam mana mau mencicilnya? Saya keburu dilaporkan lagi ke Polda Sumut dan terus dipenjara lagi," urai pria berperawakan ceking itu. 


Ketika ditanya majelis penyebabnya, terdakwa menimpali, ada banyak konsumen yang menunggak pembayaran karena kenaikan harga kedelai terus menerus. 


Kenaikan tersebut tidak sesuai lagi dengan harga jual dari pengrajin tempe dan tahu sehingga keuntungan semakin tipis dan tidak bisa menutupi biaya produksi.


Ditambah lagi faktor serangan virus flu babi di tahun 2019 menyebabkan tingginya kasus kematian hewan ternak babi. Hal ini menyebabkan ampas tahu yang merupakan makanan babi ketika itu tidak laku dan menyebabkan kerugian pelanggan sehingga tidak bisa menutupi biaya produksi.


Hubungan Dagang


Petrus Paskah Tarigan pun menguraikan konstruksi hukum dari hulu ke hilir yang bukan hanya menimpa Halim alias A Kim. Tapi juga istrinya sebagaimana fakta persidangan, tidak tahu apa-apa. Erlin Wijaya alias Aling murni hanya membantu suaminya menjalankan usaha legal bisnis jual beli kedelai untuk pengrajin tahu tempe. Misalnya melakukan pembayaran orderan pengambilan kedele atas permintaan suaminya.


Perkara aquo berawal dari hubungan dagang jual beli kacang-kacangan (hubungan perjanjian jual beli-red) yang terjadi terus menerus antara pelapor dan terlapor, Halim alias A Kim kemudian berujung pada peristiwa perdata. 


Namun setahu bagaimana menjadi  peristiwa tindak pidana penggelapan yang telah diputus di PN Lubuk Pakam. Di tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) Medan merubah putusan PN menjadi tindak pidana penipuan. Di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) merubah putusan PT Medan kembali menjadi tindak pidana penggelapan.


Mirisnya lagi, Halim alias A Kim kini dijerat tindak pidana TPPU bersama istrinya. Padahal suami istri tersebut menjalankan usaha bisnis kedelai tanpa neko-neko. Karena usaha tersebut untuk menghidupi keluarga terdakwa.


Total nilai hubungan bisnis selama kerja sama mencapai 45 miliar, jadi sisa 1,5 miliar merupakan sisa hutang yang belum dibayar. Dengan itikad dan niat baik, Halim juga pernah mencicil dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terdakwa sudah diserahkan ke Daniel Rachmat (sebelum membuat laporan pengaduan penggelapan-red).


Bahkan Daniel Rachmat juga telah mengajukan gugatan perdata dengan nomor perkara : 779/Pdt.G/2022/PN Mdn tertanggal 27 September 2022  di PN Medan. Kembali menurut Petrus Paskah Tarigan, hal itu sekaligus menguatkan fakta hukum bahwa perkaranya murni ranah perdata dan tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta di persidangan.


5 Tahun


Sementara sebelumnya, Halim dituntut agar dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan) selama 6 bulan.


JPU menilai terdakwa telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan melanggar Pasal 3 ko Pasal 10 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.


Sedangkan Istrinya, Erlin Wijaya dituntut 5 tahun penjara juga dengan denda, subsidair dan pasal serupa. (ROBS)






Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini