Tuntutan Diduga Direkayasa PH Mujianto Ambil Tindakan Hukum Oknum JPU, Bagaimana dengan 4 Tersangka Lainnya?

Sebarkan:

 


Selain tim PH, Mujianto juga menyampaikan pledoi pribadi singkatnya. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Tuntutan tim JPU dari Kejati Sumut diiduga kuat direkayasa karena memasukkan keterangan saksi yang sama sekali tidak pernah dihadirkan di persidangan perkara kredit macet di salah satu bank plat merah di Medan.


"Kami selaku tim PH terdakwa Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) akan mengambil tindakan hukum atas surat tuntutan tim JPU diduga kuat direkayasa," tegas Surepno Sarpan dalam nota pembelaan (pledoi) kliennya, Senin (28/11/2022) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan.


Fakta terungkap di persidangan, saksi atas nama Zulfan Kurniawan sama sekali tidak pernah dihadirkan diblersidangan namun dimasukkan JPU dalam surat tuntutan.


JPU dinilai acap kali merekayasa menjadikan jual beli terhadap 93 dari 115 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) antara Mujianto dengan pembeli Canakya Suman selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA), berkas penuntutan terpisah seolah mengarahjan Cankya Suman untuk mengagunkannya ke bank yang berujung kredit macet.


"Terdakwa Mujjanto sama sekali tidak mengetahui mauoun memberikan persetujuan lisan, tulisan maupun kekuasaan kepada Canakya Suman untuk mengaunkan ke-93 SHBG dimaksud ke bank," tegasnya.


Sebagaimana unsur didakwakan maupun tuntutan JPU Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tajun 2000 perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak terpenuhi.


Demikian juga unsur secara melawan hukum, imbuhnya, JPU malah menggunakan fakta persidangan diduga palsu. Maka dengan demikian unsur dimaksud baik secara formil maupun materil, tidak terpenuhi.


Sedangkan unsur memperkaya diri sendiri orang lain atau korporasi berdasarkan fakta-fakta terungkap di persidangan, juga tidak terbukti. 


Karena terdakwa baik dari kata-kata, tulisan maupun kekuasaan tidak terlibat dalam proses pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) dan Konstruksi KYG untuk pembangunan perumahan Takapuna Residence di Sergal, Kabupaten Deliserdang pencairan pada 2014.


Dizalimi


"Justru sebaliknya posisi terdakwa adalah orang yang terzalimi atau korban dari kekuasan maupun kewenangan dari JPU," tegas Surepno Sarpan. 


Unsur dapat merugikan keuangan atau perekenomian negara, bajwa bwrdasar Sirar Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No 4 Tahun 2016 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan, janua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) aecara konstorisional berhak menilai kerugian keuangan atau perekonomian negara.


Sedangkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), inspektorat, satuan kerja perangkat daerah dan badan lainnya tetap berwenang memeriksa atau mengaudit keuangan negara. Namun tidak berwenang menyatakan ada atau  nilai kerugian keuangan atau perkenomian negara.


"Dalam keadaan tertentu, majelis hakim berdasarkan fakta terungkap di persidangan dapat menilai adanya kerugian keuangan negara," urainya.


Namun JPU menggunakan fakta persidangan kami duga palsu. Maka apa pun yang dikatakan JPU mengenai unsur kerugian keuangan Rp14.775.000.000 yang merupakan pokok sisa pinjaman yang belum dibayarkan Canakya Suman sebagai actual loss, menurutnya, juga diduga palsu.


"Artinya dalam perkara ini terdakwa Mujianto tidak terlibat dalam kerugian keuangan negara. Di bagian lain JPU justru tidak mengakui hasil audit yang dilakukan BPKP Perwakilan Sumut yakni sebesar Rp39,5 miliar sebagao total loss. JPU malah turut mengurangkan angsuran pengembalian kredit aebagai angka pengurang menentukan kerugian keuangan negara.


Dari fakta-fakta yang diuraikan di atas maka jelaslah bahwa terdakwa Mujianto bukalah orang yang melakukan tindak pidana korupsi aebagaimana dituduhkan JPU. Sehubungan dengan uraian di atas, juga tidak ada alasan yang cukup untuk diterapkan Pasal 18 UI Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Adapun agunan yang dapat dikuasai bank berupa 11 SHGB baru diikat Hak Tanggungan versi JPU seolah digunakan sebagai alat melakukan kejahatan sehingga dirampas untuk negara dan tidak dijadikan pengurang uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara.


Namun dalam surat tuntutan JPU meminta majelis hakim agar Mujianto dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp13.400.000.000 memjadikan 11 SHGB sebagai pengurang UP kerugian keuangan negara.



"Artinya surat tuntutan JPU antara satu dengan lainnya saling bertentangan satu dengan lainnya.," urai Surepno Sarpan.


Sedangkan unsur Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana yakni mereka yang melakukan, menyuruh, turut serta melakukan, menggerakkan orang lain suatu tindak pidana, berdasarkan fakta terungkap di persidangan, pihak bank selaku kreditur dan debitur Canakya Suman selaku Direktur PT KAYA meminta Mujianto agar menandatangani Perjanjian Jual Beli (PJB) terhadap 93 SHGB, Surat Kuasa Menjual, Surat Kiasa Hak Tanggungan karena kewajibannya selaku penjual, sebagaimana dituangkan dalam PPJB tanggal 28 November 2011.


Tanggung Jawab


Nyatanya telah dilunasi Canakya Suman selaku pembeli atas ke-93 SHGB yang akan dijadikan sebagai agunan oleh Canakya Suman, masih atas nama PT ACR. 


Artinya, terhitung 3 Maret setelah ditandatanganinya dokumen PJB dan Surat Kuasa Menjual ditandatangani, maka berakhirlah hubungan pertanggungjawaban hukum dengan Canakya Suman.


Bahkan ahli yang dihadirkan tim JPU dari Kejati Sumut di persidangan juga berpendapat bahwa perkara kredit macet Canakya Suman karena melanggar asas kehati-hatian, merupakan tanggung jawab antara debitur dan kreditur.


Demikian juga pendapat ahli dari BPKP Perwakilan Sumut bahwa perkara memberikan KMK KYG adalah pihak-pihak bank yang terkait persetujuan pencairan pinjaman yang telah ditetapkan sebagai tersangka  dan debitur PT KAYA.


Bebas


"Bila memang Mujianto dituntut dakwaan kedua Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagai pelaku pasif. Semestinya terdakwa lainnya yakni Canakya Suman dijerat Pasal 3 sebagai pelaku aktif.


Untuk itu, kami memohon agar majelis hakim Yang Mulia nantinya menjatuhkan vonis bebas terhadap Mujianto atau setidaknya vonis lepas. Bila Yang Mulia berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya," pungkasnya didampingi Rio Rangga Sidiq.


Karma


Dalam kesempatan tersebut, pria 67 tahun itu juga menyampaikan pledoi pribadinya. "Saya cuma tamatan SD dan penanganan hukumnya Saya serahkan ke tim PH.


Siapa pun yang berbuat jahat, maka dialah yang mendapat karma dari Tuhan. Itu saja Yang Mulia," kata Mujianto.


Hakim ketua Immanuel Tarigan didamlingi anggota majelis Eliwarti dan Rurita Ningrum pun meminta terdakwa dan tim PH-nha menyerahkan pledoi yang baru dibacakan. SIdang dilanjutkan, Rabu lusa (30/11/2022) untuk mendengarkan tanggapan JPU yang dihadiri Resky Pradana. (ROBS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini