Direktur LBH Medan Desak Bawas MA, KPK dan KY Usut Isu Aroma 'Markus' di Balik Vonis Bebas 2 Terdakwa Korupsi di Belawan

Sebarkan:

 



Direktur LBH Medan Ismail Lubis dan dokumentasi foto pembacaan vonis bebas kedua terdakwa yang dihadirkan secara virtual. (MOL/ROBS)



MEDAN | Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Ismail Lubis akhirnya angkat bicara seputar maraknya pemberitaan isu panas seputar dugaan adanya sentuhan 'makelar kasus' (markus) di balik vonis bebas kedua terdakwa korupsi di Unit Pelayanan Teknis Pelayanan Sosial (UPT Yansos) Eks Kusta Sicanang dan Belidahan, Belawan.


"Wah, lagi-lagi ya Bang perkara korupsi divonis bebas di Pengadilan Tipikor pada PN Medan? Sepertinya PN Medan sudah terbiasa dengan putusan membebaskan perkara-perkara korupsi di Sumut.


Hal ini tentu membuat kita bertanya-tanya, apa kira-kira penyebabnya? Apakah memang karena kelemahan pada saat penyidikan atau memang isu tentang sentuhan 'markus?" katanya lewat pesan teks WhatsApp (WA), Jumat siang (14/10/2022).


Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu, perlu  adanya penyelidikan dari pihak KPK untuk melihat apakah isu dimaksud benar adanya.


"Agar juga tidak menjadi isu panas dimaksud menjadi bola liar, kita minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasusnya," timpalnya.


Demikian juga gerbong Badan Pengawas (Bawas) pada Mahkamah Agung (MA) RI idealnya bergerak memeriksa majelis hakim yang menyidangkan perkaranya.


"Kemudian kita meminta agar Komisi Yudisial (KY) harus lebih aktif dalam melakukan pengawasan di PN Medan, utamanya perkara-perkara korupsi. Sepertinya rekan-rekan di KY pun terkesan kurang semangat bekerja ya?" katanya.


Kasasi


Di bagian lain, Ismail Lubis mendukung JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan melakukan upaya hukum kasasi. "Kita juga berharap MA nantinya lebih objektif dan bijak dalam memutus perkara korupsi dimaksud.


"Jika memang nantinya MA memutuskan lain, maka harusnya MA melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja hakim-hakim PN Medan, terutama yang menangani perkara-perkara korupsi. 


Karena sekarang ini sebenarnya korupsi masih semakin massif di Indonesia diiringi dengan lemahnya penegakan hukumnya," pungkasnya.


Titip


Secara terpisah Yusafrihardi Girsang, hakim ketua yang menyidangkan perkaranya saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (13/10/2022) membenarkan ada berhubungan dan menitip sesuatu kepada oknum tertentu mengaku bisa mengamankan berita vonis bebasnya.


"Ada Saya titip. Katanya kawan-kawan media mendesak. Kalau nggak salah waktu itu agenda sidang masih pemeriksaan saksi-saksi," katanya.

 


Bebas


Diberitakan sebelumnya, oknum yang acap mangkal di PN Medan mengaku ada mendapatkan succes fee di balik divonis bebasnya Kepala (Ka) UPT Yansos Eks Kusta pada Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) di Sicanang dan Belidahan Dra Christina Br Purba dan Direktur CV Gideon Sakti (GS) Andreas Sihite (berkas terpisah-red) lewat persidangan secara virtual, Senin (10/10/2022) baru lalu.


Majelis hakim diketuai Yusafrihardi Girsang dalam amar putusannya menyatakan, tidak sependapat dengan JPU. Dari fakta terungkap di persidangan, kedua terdakwa diyakini tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.


Yakni terkait pekerjaan Pengadaan Bahan Makanan dan Minuman untuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) / Warga Binaan Sosial (WBS) pada Dinas Sosial Dinsos Provinsi Sumatera Urara (Dinsos Provsu) di Belidahan-Sicanang Belawan pada Tahun Anggaran (TA) 2018 dan 2019. 


Lewat monitor sidang, baik Christina Br Purba dan Andreas Sihite tampak menangis bercampur haru. Demikian halnya sejumlah pengunjung sidang mengaku kerabat para terdakwa. Mereka yang didominasi kaum Hawa tampak menangis sambil berpelukan sembari mengucapkan terimakasih kepada Sang Pencipta di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.


Mengutip pendapat ahli pidana yang dihadirkan, JPU harus lebih dulu membuktikan unsur perbuatan melawan hukum dan peran masing-masing terdakwa yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara. 


Demikian halnya keterangan para saksi Warga Binaan Sosial (WBS) penerima bantuan makanan dan minuman menyebutkan bahwa mereka menerima beras setiap bulannya tidak ada dibeda-bedakan untuk dewasa (suami istri) dan 2 anak.


Baik yang dewasa maupun anak-anak setiap bulannya menerima 30 Kg beras. Demikian juga dengan bahan pokok lainnya seperti minyak goreng, telur dan lainnya.


"Kami menghormati putusan Yang Mulia majelis hakim sekaligus kecewa karena tidak mempertimbangkan keterangan saksi-saksi fakta dan pendapat para ahl dari kami. Iya, kasasi kita. Pemberian makan dan minum bagi Warga Binaan Sosial (WBS) Eks Kusta di mana pembagian ini sudah diatur untuk masing-masing warga binaan dan keluarganya.


Namun fakta di persidangan dikurangi takaran atau porsinya dan tidak sesuai dengan kontrak yang dibuktikan keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum," kata Kasi Intel Kejari Belawan Oppon Siregar didampingi Ketua tim JPU Aisyah. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini