Kasus Perceraian di Kota Padangsidimpuan Meningkat, Salahsatu Penyebabnya Karena Judi Scatter

Sebarkan:
Ilustrasi


PADANGSIDIMPUAN | kasus perceraian di Kota Padangsidimpuan dalam dua tahun ini terus mengalami peningkatan. Banyaknya kasus perceraian yang diterima Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan disebabkan berbagai permasalahan keluarga dan salahsatu penyebabnya karena judi online game scatter. 

Perceraian adalah pilihan yang tak menyenangkan. Tapi kerap kali itu dianggap merupakan jalan keluar yang terbaik. Perasaan cinta yang masih tersisa diiringi benci akibat tidak bisa bersama lagi. Kebersamaan, janji, serta miimpi-mimpi harus pupus.

Berdasarkan informasi yang didapatkan metro-online.co langsung melalui data perceraian Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan tahun 2020 sampai 2022 mencatat data jumlah perceraian di Kota Padangsidimpuan mengalami peningkatan.

Dari data perceraian tersebut tercatat tahun 2020 jumlah perceraian 225 dengan permohonan suami 65 orang dan gugatan istri 190 orang, sementara tahun 2021 meningkat dengan jumlah perceraian 290 dengan permohonan suami 57 orang dan gugatan istri 236 orang.

Selanjutnya di tahun 2022 terhitung sejak Januari sampai Juli jumlah perceraian sudah mencapai 156 dengan permohonan suami 34 orang dan gugatan istri 122 orang.

Hakim pengadilan agama Kota Padangsidimpuan Hasybi hassadiqi Koto kepada metro-online.co mengatakan, jika dihitung dari tahun 2021 kasus perceraian di Kota Padangsidimpuan meningkat, sementara untuk tahun 2022 ini angka perceraian masih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Dikatakan Hasybi, kasus perceraian ini didominasi kebanyak dari kaum perempuan yang melakukan gugatan kepada suaminya, ketimbang permohonan suami yang ingin menceraikan istrinya.

"Kalau dihitung secara matematikanya angka peningkatan jumlah perceraian ini belum termasuk peningkatan yang signifikan, ini masih dikatakan rendah, apalagi bulan Juli ini ada penurunan jika dibandingkan bulan juli tahun yang lewat" jelas Hasybi diruang kerjanya, Rabu (31/8/2022).

"Inikan masih bulan Juli, jadi masih ada waktu lima bulan lagi sampai bulan Desember. Kita tidak tahu apakah ada peningkatan atau tidak," tambahnya.

Hasybi menceritakan, dari banyaknya jumlah kasus perceraian di Kota Padangsidimpuan paling besar disebabkan karena masalah ekonomi, kemudian perselingkuhan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), narkoba dan judi bahkan dampak dari pandemi Covid-19 juga berpengaruh meningkatnya angka perceraian, sebutnya.

"Dari jumlah perceraian yang sudah diputuskan, 80 persen penyebabnya karena faktor ekonomi dan 20 persennya lagi faktor lain, salahsatunya karena judi game online scatter. Ini juga menjadi penyebab hancurnya rumah tangga, mungkin si suami kecanduan bermain scatter sehingga menyebabkan tidak bekerja atau uangnya habis main judi dan ujung-ujung ke masalah ekonomi juga," ungkapnya.

Dikatakan Hasybi dari jumlah angka perceraian tersebut didominasi mereka yang pernikahannya masih baru dan berusia masih muda mulai dari usia 22 tahun dan ada juga yang sudah berusia 60 tahun mereka memilih untuk bercerai.

Tidak itu saja kata Hasybi, mereka yang ingin bercerai banyak juga yang kembali bersatu lagi setelah dilakukan mediasi, dari banyaknya mediasi yang berhasil dilakukan Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan salahsatu pengadilan agama se-Sumatera Utara yang cukup baik keberhasilannya dalam melakukan mediasi kepada pemohon maupun penggugat yang ingin bercerai akhirnya bersatu kembali.

"Sebenarnya putusnya perceraian bukanlah perkara yang gampang, itu semua harus berdasarkan kaidah-kaidah, peraturan dan undang-undang yang berlaku. Tujuan pengadilan agama itu sebenarnya tidak ingin terjadi perceraian," tegasnya.

"Kita itu inginkan pemohon maupun penggugat itu bisa berdamai dan bersatu kembali dengan pasangan mereka. Pengadilan agama itu pastinya menghalangi jangan sapai terjadi perceraian itu" tutur Hasybi kepada metro-online.co.

Hasybi juga menyampaikan, perceraian itu tidak ada yang diuntungkan semua berdampak pada kerugian, baik dari pihak suami begitu juga istri keduanya akan memiliki status sosial satu menjadi duda dan satunya lagi menjadi janda.

"Sebenarnya perceraian ini sangat banyak yang dirugikan, bukan hanya suami atau istri, keluarga besar dari keduabelah pihak justru sangat dirugikan dan sedihnya lagi yang paling kena dampak dan menjadi korban disini adalah anak. Maka saya berpesan siapapun yang ingin bercerai harus dipertimbangkan matang-matang karena akan banyak korbannya. Maka peran keluarga, orang-orang terdekat disini juga sangat dibutuhkan untuk memberikan pencerahan dan pemahaman agar perceraian itu tidak terjadi," pesannya.

"Jangan terlalu mudah membawa persoalan keluarga ke-pengadilan, coba selesaikan sendiri dulu, pengadilan bukanlah tempat untuk menceraikan pasangan, pikir panjang sebelum bercerai apalagi kalau sudah punya anak," pungkasnya. (Syahrul/ST).





 

















Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini