Hingga Agustus 2022, Kejatisu Sudah Hentikan Penuntutan 90 Tersangka Lewat RJ

Sebarkan:



Kajati Sumut Idianto didampingi Waka Asnawi dan Aspidum Arief Zahrulyani saat ekspos secara virtual dengan JAMPidum Dr Fadil Zumhana. (MOL/Pnkm)



MEDAN | Hingga akhir Agustus 2022 ini, kejaksaan di wilayah hukum (wilkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) sudah menghentikan penuntutan 90 tersangka lewat pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).


Dua kasus terakhir yang disetujui  JAMPidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana dalam ekspose secara virtual berasal dari Kejaksaan Negeri Padanglawas Utara (Kejari Paluta) dan Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deliserdang di Labuhan Deli.


Hal itu diungkapkan Kasi Penkum Yos A Tarigan saat ditanya wartawan lewat sabungan WhatsApp (WA), Rabu (31/8/2022).


Kedua kasus tindak pidana yang dihentikan penuntutannya   dari Cabjari Deliserdang di Labuhan Deli dengan tersangka Mhd Riswan A Hutabarat alias Riswan.


Mhd Riswan sebelumnya dipersangkakan dengan Pasal 335 ayat (1) Ke-1 KUHP karena melakukan pengancaman terhadap tetangganya dengan menodongkan pisau.


Kasus kedua, dari Kejari Paluta dengan tersangka Riswan Efendi yqnh dipersangkakan Pasal 44 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau Pasal 351 ayat (1) KUHPidana karena melakukan pemukulan terhadap istrinya sendiri.


Ekspose kedua kasus tersebut sudah digelar, Senin (29/8/2022) baru lalu yang diikuti Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajatisu Asnawi, Aspidum Arief Zahrulyani, Kabag TU Rahmad Isnaini, Kasi Terorisme dan Lintas Negara Yusnar Yusuf serta Kajari Paluta, Kajari Deliserdang serta Kacabjari Deliserdang di Labuhan Deli.


"Alasan dilakukannya penghentian penuntutan terhadap dua kasus ini, antara pelaku dan korban masih tetangga dan satu perkara lagi dari Kejari Paluta masih suami istri," paparnya.


Setelah dilakukan mediasi, antara tersangka dan korban sudah berdamai, saling memaafkan. Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat disaksikan penyidik, tokoh masyarakat dan keluarga.


Penghentian penuntutan dengan penerapan keadilan restoratif (RJ) berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.


"Pelaksanaan RJ ini juga bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," pungkas Yos A Tarigan. (ROBERTS)







Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini