'Nyolong' Ikan Indonesia, Nakhoda WN Thailand Divonis Denda Rp1 M, 2 Nelayan Myanmar Rp500 Juta

Sebarkan:




Para terdakwa warga negara asing didampingi penerjemah (kemeja biru) saat mendengarkan amar putusan majelis hakim diketuai Abdul Kadir. (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Suriyon Jannok, nakhoda Kapal Motor (KM) KHF 1746 GT 69,82, warga negara (WN) Thailand, Kamis petang lewat persidangan offline di Cakra 5 Pengadilan Perikanan Medan divonis pidana denda Rp1 miliar.


Majelis hakim diketuai Abdul Kadir dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan JPU dari Kejari Belawan.


Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Sektor Kelautan dan Perikanan Jo Pasal 102 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja UU No 45 Tahun 2009 perubahan atas UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana dakwaan kesatu JPU.


Yakni dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia melakukan usaha perikanan yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU Perikanan.


Hanya saja vonis majelis hakim lebih berat dari tuntutan JPU. Terdakwa sebelumnya dituntut agar dipidana denda Rp500 juta.


"Hal memberatkan, perbuatan terdakwa merugikan nelayan Indonesia dan merusak sumber daya dan kekayaan laut. Keadaan meringankan, terdakwa bersikap sopan, mengakui dan menyesali perbuatannya serta belum pernah dihukum," urai Abdul Kadir.


KM KHF 1746 GT 69,82 berbendera Malaysia berikut alat tangkap ikan jenis pukat trawl yang digunakan, lanjut hakim ketua, dirampas untuk dimusnahkan. Sedangkan bendera Malaysia, dikembalikan ke terdakwa.


Melalui tenaga penerjemah bahasa Indonesia ke Myanmar dan sebaliknya, Suriyon Jannok mengatakan menerima putusan yang baru dibacakan majelis hakim. Sedangkan JPU Fuad Farhan mengatakan, pikir-pikir.


KM yang dinakhodai Suriyon Jannok, Sabtu (4/12/2021) lalu sekira  pukul 06.30 WIB berada pada posisi 04"08.115’ N -099"33.715’ E yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).


Terdakwa tidak dapat menunjukkan izin melakukan penangkapan ikan dari Pemerintah Indonesia cq Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) setempat.


Nelayan Myanmar


Dalam perkara terpisah, 2 nelayan berkebangsaan Myanmar Soe Lwin Oo dan Khin Zaw masing-masing dihukum dengan pidana denda Rp500 juta.  Lebih berat dari tuntutan JPU dari Kejari Belawan yakni Rp500 ribu.


KM PK 6911 F GT 55,92 yang mereka tumpangi juga kedapatan melakukan penangkapan ikan alias 'nyolong' di posisi 030 48.005’ N - 990 53.651’ E merupakan ZEEI. Mereka juga tidak memiliki izin dari Pemerintah Indonesia melakukan penangkapan ikan.


Kapal berbendera Malaysia berikut alat tangkap ikan jenis pukat trawl yang digunakan, lanjut hakim ketua, dirampas untuk dimusnahkan. Sedangkan bendera Malaysia, dikembalikan ke terdakwa.


Melalui tenaga penerjemah, baik kedua terdakwa maupun JPU mengatakan terima atas putusan yang baru dibacakan.


KM PK 6911 F GT 55,92 yang mereka tumpangi, Senin (6/9/2021) sekira  pukul 06.53 WIB dihadang kapal patroli perairan Indonesia. 


Tanpa Hukuman Badan


Sementara usai persidangan, hakim ketua Abdul Kadir mengatakan bahwa memang demikian produk UU Perikanan. Para terdakwa dijerat pidana denda. Tanpa hukuman badan.


"Bagaimana teknisnya, JPU nanti yang lebih paham bagaimana cara mengeksekusinya," pungkasnya.


Hal senadanya juga diungkapkan Humas 2 PN Medan, juga hakim tindak pidana perikanan.


"Memang begitu normanya, apa namanya, tidak ada hukuman badan. Itu sudah hukum internasional," katanya saat dihubungi lewat sambungan WhatsApp (WA), Jumat sore tadi (22/7/2022).


Ketika ditanya bila misalnya terpidana warga asing tersebut tidak mampu membayar denda, lanjutnya, memang begitu normanya. 


"Nanti yang menyelesaikan itu jaksa. Sesuai Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut dikenal dengan istilah United Nation Convention of Law of the Sea atau UNCLOS 1982," pungkasnya. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini